Suara Maluku, 20-Mar-2007
Dana Pengungsi Maluku Sudah Dihentikan
Harian Suara Maluku - Ambon
AMBON- Pemerintahan pusat telah menghentikan bantuan dana untuk pengungsi
maupun eks pengungsi di Maluku, karena sejak awal telah dikucurkan dana sebesar
Rp. 431,5 milyar, selanjutnya penanganan dan pembiayaan pengungsi menjadi
tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku.
Sesuai hasil rapat dan dengar pendapat antara DPR RI PAH III dengan Sekjen
Departemen Sosial (Depsos) RI, Cholish Hasan SH MH beserta semua Dirjen dan
Direkturnya pada Rabu (13/3). Dalam rapat yang turut membicarakan masalah
bantuan social bagi daerah-daerah di Indonesia termasuk program Komunitas Adat
Terpencil, terungkap berbagai permasalahan dan realisasi anggaran di daerah-daerah
tersebut, termasuk di daerah Provinsi Maluku, terutama dalam program penanganan
pengungsi pasca konflik.
Khusus untuk masalah dana bantuan pengungsi bagi Provinsi Maluku, Sekjen
Depsos, Cholish Hasan mengatakan, pemerintah pusat melalui Depsos telah
mengucurkan dana bantuan bagi pengungsi dan eks pengungsi dalam jumlah yang
sangat besar. Sehingga untuk tahun ini, tidak lagi dikucurkan.
Menurut Sekjen Depsos, tidak akan ada lagi kucuran bantuan dana untuk pengungsi
Maluku. Masalah pengungsi, dana di Maluku menjadi tanggung jawab Pemerintah
Provinsi Maluku sepenuhnya. Sebab sejak tahun 2004, pemerintah lewat Depsos
telah mengucurkan bantuan dana penanganan pengungsi sebesar Rp.341,5 milyar.
Dan anggaran tersebut di luar dana pemberdayaan pengungsi, jelas anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) asal Maluku A.D. Tuapattinaja kepada Koran ini melalui
releasenya, Senin (18/3).
Jawaban Sekjen ini sesuai pertanyaannya tentang penanganan masalah pengungsi di
Maluku, yang hingga kini masih belum selesai ditangani.
Persoalan ini diajukannya, saat bersama 32 anggota DPD RI yang duduk dalam PAH
III bersama Depsos membahas berbagai permasalahan menyangkut bantuan social
ke daerah-daerah.
Menyangkut masalah program keserasian yang dilakukan di Maluku, dengan dana
sebesar Rp.35,5 milyar pada Tahun Anggaran 2006. Dimana dan dalam
pelaksanaannya ditemukan berbagai macam masalah. Sekjen Depsos di depan
anggota PAH III ini berjanji akan menindaklanjuti laporan dari anggota DPD RI asal
Maluku ini.
Tuapattinaja dalam rapat dengar pendapat tersebut juga menyampaikan
penyesalannya kepada Depsos Pusat. Sebab dana ratusan milyar yang dikucurkan
bagi penanganan pengungsi dan eks pengungsi di Maluku, tidak diikuti dengan
pengontrolan dari Depsos sendiri. Hal ini memberikan peluang dan ruang kepada
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penyelewengan dana
pengungsi tersebut.
Oleh karena itu, Tuapattinaja meminta agar Depsos kembali ketat dalam melakukan
monitoring dan pengawasan terhadap realisasi dana-dana bantuan sosial bagi Provinsi
Maluku. Dari berbagai laporan masyarakat maupun temuan di lapangan, ada indikasi
telah terjadi kebocoran penggunaan dana-dana tersebut. Selain itu, banyak dana yang
diduga di-mark up, sehingga menimbulkan kerugian negara. Tuapattinaja juga
mendesak agar Depsos melakukan pemeriksaan khusus serta Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan audit terhadap berbagai dugaan
penyalahgunaan dana-dana bantuan sosial untuk pengungsi maupun eks pengungsi
di Maluku, pintanya.
Menanggapi hal itu, Dirjen Depsos berjanji akan memperhatikan saran tersebut dan
akan menurunkan tim dari Depsos untuk meneliti, dan memeriksa realisasi dana-dana
bantuan social untuk pengungsi dan eks pengungsi di Maluku.
Tuapattinaja berpendapat desakan dirinya meminta Depsos agar melakukan
pemeriksaan khusus pada Dinas Sosial Provinsi Maluku, hala ini disebabkan oleh
berbagai laporan masyarakat yang masuk kepadanya melalui Kantor Aspirasi DPD RI
di Ambon. Dari laporan tersebut, terindikasi adanya mark up dana atas berbagai
program penanganan dan program keserasian untuk eks pengungsi di Maluku.
Sedangkan menyangkut desakan untuk meminta KPK melakukan pemeriksaan atau
audit, dimaksudkan agar ada kepastian hukum bagi masyarakat.
Desakan tersebut merupakan wujud komitmen dirinya selaku anggota DPD RI dalam
merealisasikan MoU antara KPK dengan DPD RI, menyangkut pemberantasan
korupsi di Indonesia. "Sebab sejak tahun 2005 DPD RI telah menandatangani MoU
dengan KPK untuk bekerja sama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,"
ujarnya.
Sementara itu menyangkut masalah suku terasing Tuapattinaja meminta perhatian
serius Depsos untuk menangani komunitas adat terpencil di Maluku ini, terutama di
daerah Seram Bagian Timur di Desa Kelusi, Seram Bagian Barat khususnya di
daerah pegunungan, Maluku Tenggara Barat di Pulau Wetar, Romang dan Damer
serta Buru Selatan dan Kepulauan Aru. (SM-03)
Copyright © Suara Maluku
|