SUARA PEMBARUAN DAILY, 8 Maret 2007
Ditolak, Seluruh Usulan Pemekaran di Papua
[JAYAPURA] Ribuan orang yang menamakan diri Koalisi Masyarakat Papua berun!
juk rasa menuntut agar Pemerintah Provinsi Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP) dan
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua segera melakukan sidang istimewa
untuk menolak pemekaran provinsi dan kabupaten di Papua.
[PHOTO: Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia
(AMPTPI), Markus Haluk berorasi di depan Kantor Gubernur Provinsi Papua, Selasa
(6/3) menolak pemekaran provinsi dan kabupaten di seluruh Tanah Papua.
[Pembaruan/Gabriel Maniagasi]]
Menurut mereka, pemekaran wilayah, baik provinsi maupun kabupaten di seluruh
Tanah Papua adalah keinginan elite politik lokal yang haus akan kekuasaan. Aksi
tersebut berlangsung di depan Kantor Gubernur Provinsi Papua, Selasa (6/3) siang.
Yang menarik dari aksi unjuk rasa tersebut adalah pernyataan Sekjen Asosiasi
Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia (AMPTPI), Markus Haluk,
mereka yang meminta pemekaran adalah orang-orang yang stres, karena kalah
dalam persaingan politik praktis pada pilkada sebelumnya, baik di tingkat provinsi dan
kabupaten di seluruh Papua sehingga berupaya mencari jalan mendapatkan
kekuasaan dengan mengatasnamakan rakyat.
Permintaan pemekaran selalu dilandasi dengan alasan untuk menjaga keutuhan dan
integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta memperkuat integrasi.
Sesungguhnya itu bukanlah niat tulus untuk mengurus rakyat, tapi hanya sebuah
kamuflase untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan politik semata.
Dikatakan, rakyat Papua telah lama tertekan dan merenungkan bahwa satu provinsi
saja sudah banyak sekali pelanggaran HAM yang tidak pernah diselesaikan tuntas,
apalagi kalau sampai dilakukan pemekaran beberapa provinsi, maka sudah pasti
rakyat Papua akan semakin diawasi secara ketat karena dianggap separatis
TPN/OPM dan sebagainya. !
Dari kajian yang dilakukan AMPTPI dari berbagai aspek, diperoleh bahwa pemekaran
wilayah memungkinkan adanya investasi asing masuk ke Tanah Papua, dan investasi
asing itu akan menyiksa masyarakat Papua, dan Freeport adalah contohnya. Karena
operasi PT Freeport maka hutan, tanah dan air yang merupakan ibu kandung
masyarakat Papua telah rusak, tempat masyarakat menggantungkan hidupnya telah
sirna dan tak mungkin dikembalikan lagi.
Bukan Solusi
Dengan adanya investasi asing lain, tentu saja yang dikejar adalah keuntungan,
sementara hak hidup masyarakat asli Papua akan semakin terancam s! ehingga
orang Papua semakin termarginalisasi, tegasnya. Untuk itu, pemekaran wilayah baik
provinsi maupun kabupaten di Tanah Papua bukanlah solusi untuk menyelesaikan
masalah Papua.
Atas kajian yang dilakukan, AMPTPI dan Koalisi Masyarakat Papua menolak
dilakukannya pemekaran wilayah Provinsi Irja Barat atau Provinsi Papua Barat,
Provinsi Papua Barat Daya, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Bomberai, dan juga 6
Kabupaten Pemekaran yang baru yakni Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Yalimo,
Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Nduga, dan Mamberamo Tengah.
Sementara itu, Wellem Wandik, anggota tim pemekaran Pemekaran Kabupaten
Puncak yang dihubungi Pembaruan, Rabu (7/3) pagi melalui telepon genggamnya dari
Jayapura mengatakan, upaya ini adalah untuk membangun masyarakat. Ini sudah
diusahakan sejak lama dan telah melalui proses yang panjang dan dilakukan melalui
mekanisme perundang-undangan yang berlaku di NKRI.
Dalam kajian AMPTPI, disebutkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan oleh
adanya pemekaran wilayah di Papua adalah bahwa : Pertama, Menambah daftar
panjang pelanggaran HAM di Tanah Papua. Kedua, tercipta diskriminasi karena
persaingan SDM yang berakibat putra daerah akan menjadi penonton. Ketiga,
Kekayaan alam akan habis karena globalisasi pembangunan dan administrasi
pemerintah akan dilakukan di jalan-jalan. Keempat, pejabatnya tidak akan
sungguh-sungguh membangun daerahnya karena Tim yang berjuang hanya akan
memikirkan dirinya sendiri setelah jabatan dan kekuasaan politik itu dimiliki. Kelima,
angka kriminalitas akan semakin tinggi karen! a angka putus sekolah yang demikian
meningkat pula. Keenam, anggota DPRD Kabupaten Pemekaran akan lebih banyak
meninggalkan daerahnya. [GAB/M-11]
Last modified: 8/3/07
|