SUARA PEMBARUAN DAILY, 20 Maret 2007
Pendidikan Indonesia Kehilangan Nilai Luhur Kemanusiaan
Mengapa film horor Indonesia banyak digemari masyarakat? Karena, hantu-hantu
Indonesia adalah hantu yang paling mulia di dunia. Kok bisa?
"Coba saja Anda saksikan film horor Indonesia. Pasti hantu atau setan dalam film
horor Indonesia bisa memberi nasihat moral yang mencerahkan," kata budayawan
Garin Nugroho saat memberikan orasi budaya bertema "Pendidikan Karakter Kunci
Kemajuan Bangsa," di Jakarta, Sabtu (3/3). Orasi budaya itu sekaligus peresmian
asosiasi alumni Kolese Yesuit. Yakni, Kolese Loyola, Kolese Kanisius, dan Kolese
De Britto. Kontan saja, ratusan undangan yang hadir tertawa.
Garin mengatakan, ada sebuah film horor yang menampilkan cara-cara memperoleh
kekayaan dengan cara yang instan. Misalnya, dengan menjadi hewan. Orang yang
ingin kaya menjadi hewan lalu mengambil uang. Namun, sang dukun menasihatinya,
kalau mau mengambil uang, ambillah uang para koruptor. "Lha kalau begini, tidak
usah ada KPK (Komisi Pemberansatan Korupsi). Semua hewan jadi-jadian kumpul,
lalu mengambil uang para koruptor. Tidak perlu alat penyadap. Cukup konsesi para
hewan jadi-jadian itu saja." Lagi- lagi, ucapan Garin mengundang gelak tawa para
undangan.
Prolog orasi budaya Garin itu memang ampuh menyegarkan suasana temu kangen
alumnus itu.
"Kita ini bangsa yang aneh dan kita bisa menertawakan diri kita sendiri," kata Garin.
Berbagai peristiwa, tidak hanya dunia film, yang terjadi pada bagsa ini kata Garin,
seharusnya membuka pikiran kritis masyarakatnya. "Ada apa ini? Apa sebenarnya
yang terjadi dengan bangsa ini? Saya pikir, karena ternyata dunia pendidikan kita
tidak mencerahkan. Pendidikan kita kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan,"
katanya.
Lagi-lagi Garin mencontohkan betapa pendidikan telah kehilangan gregetnya seperti
rasionalitas, kerja keras, dan lainnya. "Saat pengambilan gambar salah satu film
horor di Jakarta. Saya sedang asyik berbincang dengan teman. Tiba-tiba, saya
ditegur oleh salah satu kru film itu. Ternyata, saya tidak boleh ngobrol karena lokasi
pengambilan gambar itu sedang "dibersihkan" oleh seorang paranormal kondang. Lha
aneh kan," katanya yang langsung disambut tertawa para undangan.
Garin mengatakan, sampai saat ini dunia pendidikan di Indonesia dinilai belum
mendorong pembangunan karakter bangsa. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran
dalam pendidikan tidak dikembalikan pada karakter peserta didik, tapi dikembalikan
pada pasar.
"Pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa ini. Pendidikan kita
kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Padahal, pendidikan seharusnya
memberikan pencerahan nilai-nilai luhur itu," katanya.
Garin mengemukakan, pendidikan nasional kini telah kehilangan rohnya lantaran
tunduk terhadap pasar bukan pencerahan terhadap peserta didik. "Pasar tanpa
karakter akan hancur dan akan menghilangkan aspek-aspek manusia dan
kemanusiaan, karena kehilangan karakter itu sendiri," ucapnya.
Menurut Garin, ada beberapa hal yang bisa terlihat dalam pendidikan yang tidak
memiliki karakter. Pertama, hilangnya kebajikan umum. Kedua, sikap maladaktif.
Yakni, malapraktik dalam demokratisasi. "Kebajikan umum di ruang-ruang publik
sudah tidak ada. Sementara Maladaktif adalah ketika manipulasi politik," katanya.
Ketiga, lanjut Garin, adalah rendahnya sikap profesionalisme dalam dunia pendidikan
nasional. Keempat adalah belum adanya pendidikan kenegarawanan, dan terakhir
adalah sektor ekonomi tanpa perlindungan konsumen. "Sebaiknya, pemerintah mulai
memikirkan pendidikan yang berkarakter, jika tidak, ya negara ini akan tetap saja
seperti ini," ucapnya.
Selain dunia pendidikan yang sudah tunduk pada pasar, Garin menerangkan, ada hal
lain yang menghambat pembangunan karakter. Yakni, tidak diberikannya ruang untuk
tumbuhnya nilai-nilai pembangunan karakter. Baik itu ruang publik maupun
ruang-ruang penyelenggaraan negara.
Garin mencontohkan, maraknya KKN dan ketidaksadaran akan proses yang dilalui.
"Ada dua nilai pendidikan yang harus menjadi skala prioritas. Yakni, kritis dan
menghargai orang lain. Dua nilai ini saling melengkapi. "Untuk bangsa yang dilahirkan
menjadi multikultur, dua nilai ini harus benar-benar ditanamkan dalam pendidikan.
Inilah nilai yang mencerahkan bangsa ini," katanya. [W-12]
Last modified: 20/3/07
|