SUARA PEMBARUAN DAILY, 23 Juni 2007
Dugaan Korupsi APBD Maluku Utara
Tersangka Khawatir Perkara Dipolitisasi
[JAKARTA] Dua tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi Maluku Utara, Johny Nurmidin dan Rusli Djaenal, khawatir
perkara yang mereka hadapi sudah dibawa ke arena politik atau dipolitisasikan
menjelang pemilihan kepala daerah Maluku Utara yang akan diadakan Oktober 2007
mendatang.
"Kami berharap aparat penegak hukum melihat kasus ini secara objektif, tidak
diintervensi persoalan politik dari kelompok tertentu yang berniat ikut di Pilkada
Maluku Utara. Jangan sampai klien kami dikorbankan karena ambisi politik," ujar
kuasa hukum kedua tersangka, Jefferson Dau kepada SP di Jakarta, Jumat (22/6).
Dia menanggapi pernyataan Ketua Bidang Pengaduan LSM Gerakan Anti Korupsi
(Gaki), Luth Djaguna yang dimuat di harian ini, Kamis (21/6). Menurut Jefferson,
data-data korupsi APBD yang disajikan Gaki jauh dari fakta. Angka penyelewengan
dana proyek kesehatan sebesar Rp 16,5 miliar yang dise- but Gaki tidak jelas
bersumber dari mana.
Sebab, kasus yang menimpa kedua kliennya yang nota bene kepala biro keuangan
dan kepala bagian anggaran Pemprov Maluku Utara itu adalah kasus penggunaan
dana tak tersangka tahun anggaran 2004 sebesar Rp 9,9 miliar.
Dijelaskan, kasus itu ditangani Polda Maluku Utara pada Januari 2006 atas temuan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang belum final. Temuan itu mengindikasikan
adanya penyimpangan penggunaan anggaran Rp 9,9 miliar. Polda Maluku Utara
menetapkan Johny dan Rusli sebagai tersangka.
"Dalam temuannya BPK merekomendasikan agar Pemprov menjelaskan
penyimpangan itu. Rekomendasi sudah dipenuhi dan disodorkan bukti-bukti tidak
adanya penyimpangan. Bukti-bukti itu sudah diberikan ke BPK. Makanya dalam
kasus ini tidak ada lagi kerugian negara," ujar Jefferson.
Ambisi Politik
Bahkan Gubernur Maluku Utara, Tayib Armayin pada 17 November 2006 sudah
melaporkan hal itu ke Menteri Dalam Negeri. "Karena tidak ada kerugian negara, kami
mengajukan SP3 ke Polda," ujar dia.
Dikatakan, kasus itu menjadi keruh karena ada upaya dan ambisi politik kelompok
tertentu menjelang Pilkada. Hal itu terlihat dari aksi mereka mempublikasikan
data-data yang bukan fakta ke media massa, termasuk mengaitkan kasus tersebut
dengan Gubernur Maluku Utara. "Mereka malah mencampuradukan kasus ini dengan
penarikan dukungan sebuah partai kepada calon gubernur tertentu," kata dia.
Selain melalui pemberitaan, kata Jefferson, upaya mengaitkan kasus itu ke arena
politik juga terungkap dari adanya surat ilegal DPRD Maluku Utara pada 27 April 2007
nomor 900/219/2007 kepada Komisi III DPR. Surat itu ditandatangani Ketua dan wakil
ketua DPRD. Surat itu meminta Komisi III menggelar Rapat Kerja dengan Kapolri
dengan agenda kasus korupsi APBD Maluku Utara.
Jefferson menjelaskan, ternyata Ketua DPRD Maluku Utara, Ali Syamsi
mengklarifikasi surat itu. Melalui suratnya ke Komisi III pada 5 Juni 2007, dia
menyatakan, surat itu diproses tanpa melalui mekanisme dan ketentuan Tatib DPRD
serta bukan sikap DPRD Maluku Utara. Sejumlah fraksi di DPRD juga menyampaikan
klarifikasi serupa ke Komisi III. [Y-4]
Last modified: 23/6/07
|