Memoir untuk Hari Tua
(dari guru kepada muridnya)

   
 

Barangkali kaburnya tulisan di diari usang ini
memoir yang kucatat beku di udara pagi
terasa bagaikan dipaksa aku
merenung keluar jendela sana
dan bertanya pada diri sendiri:
mengapa jalanan tambah sukar, anakku
sehingga linjung pengembaraan
masih tak diketemukan lagi?

Pada momen-momen tragis yang luka
ia terus merana dan kecewa
bukan untuk pertama kali barangkali
atau kali penghabisan tentunya
jadi aku tersengguk menghafal catatan tua
khusyuk dalam sendu doa penuh pintaan
tak kutaliu berapa jumlah zikirnya.

Sesekali kuperah sisa-sisa keringat
sekalipun cuma untuk sebelum kering
janggut dan rerambutku semakin ditaburi uban
lalu kupersilakan melangkah setapak demi
setapak kupacukan
bakal kujelajahi lagi memoir ini
sampal ketemu kemboja yang mewarna pagi
dan kesepian tinggal menyendiri
nafasmu putus di ujung halkum waktu
apakah cinta yang menjelma?
dan aku semakin tua bersama memoir ini
rupanya barulah kuketahui, anakku
kini amat lemah kiranya
mengingatnya kembali sambil berlari-lari
di padang waktu yang renyah.

Lalu kubiarkan sahaja nanti
aku beristirehat di sim sejenak
esoknya biar kujelajahi sisa umurku
bersama peluh dingin embun lembap
kalau boleh menyegarkan tulang-temulangku
atau aku sebenarnya terlalu payah
untuk meneruskan dan menamatkan perjalanan
tak berperhentian tak berpelabuhan, dan
di sini sahajalah An membelek memoirku
dengan kesedaran penuh kerelaan
aku tabah hati rrienerimanya, anakku
kan kunanti di terminal ini sahaja.

   
 

M. 'Ashikin
SABS Kuantan
16 Februari T979
 

tutup