Ketika Perpisahan itu Terjadi
“Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu....” (Yohanes
14:18)
2-9-1933. Tanggal ini adalah tanggal dibuatnya puisi J.E. Tatengkeng ketika
anaknya yang baru saja lahir meninggal dunia. Judul puisi itu adalah “Anakku”.
Dari keseluruhan puisi yang ada di buku puisinya yang berjudul “Rindu Dendam”,
hanya puisi itu yang bertanggal.
J.E. Tatengkeng terkenal sebagai pujangga yang karya-karyanya kental dengan
pemikiran akan Tuhan. Puisi “Anakku” yang ia tulis itu, di bait akhirnya
tertulis: “Anak kami Tuhan berikan / Anak kami Tuhan panggilkan / Hati kami
Tuhan hiburkan / Nama Tuhan kami pujikan.” Intinya, ketika perpisahan itu
terjadi, beliau tetap bersyukur kepada Tuhan, Sang Pemiliki Hidup.
Anak yang dimiliki J.E. Tatengkeng bahkan mungkin tak sempat hidup. Di bagian
lain puisinya ia berkata bahwa mulut anaknya tak dibukanya; tangis-teriaknya tak
diperdengarkan. Penantiannya selama sekian lama akan kehadiran anaknya berujung
pada perpisahan yang memilukan hati.
Mungkin kita mengalami perpisahan dengan orang yang dekat dengan kita baru-baru
ini. Manakala itu terjadi, kadangkala kita melaluinya dengan berat akibat
kenangan yang terekam di benak kita. Tak ada salahnya menyimpan kenangan itu,
namun baiklah kita belajar bersandar. Selain bersandar pada-Nya, pahamilah bahwa
Tuhan tak pernah meninggalkan kita. Seseorang pernah berujar, “Bila Tuhan ada di
dalam segala sesuatu yang kita miliki, maka kita akan tetap memiliki Tuhan
walaupun segala sesuatu itu diambil dari hidup kita.”
©
Sidik Nugroho, 2006