Home | Artikel

 

Langkah Awal Pembelajaran yang Memikat

  

Judul Buku   : Di Bawah Sinar Lampu Merkuri

Pengarang    : Slamat P. Sinambela

Penerbit        : Papyrus, Yogyakarta

Tahun Terbit : 2006

Tebal             : 102 Halaman

 

Kata Andrias Harefa, hidup ini adalah sebuah proses pembelajaran menjadi manusia. Tak salah memang, dan itu jugalah yang terjadi dalam kepenulisan. Kita belajar di dalamnya bukan hanya dengan menikmati karya orang-orang lain; namun menciptakan karya-karya sendiri.

Slamat P. Sinambela, dalam buku perdananya, Di Bawah Sinar Lampu Merkuri, membuktikan bahwa ia adalah seorang pembelajar yang mampu menghasilkan karya memikat. Di bagian pengantar buku itu, ia menyebutkan bahwa sejak masa remaja, ia menyukai membaca cerpen. Ia membaca cerpen-cerpen, bahkan dengan sembunyi-sembunyi karena remaja pria umumnya menyukai berita olahraga. Pada gilirannya, ia tidak hanya mengagumi karya orang lain, tapi berkarya.

Karya perdananya ini memikat karena penulisnya mampu menawarkan suasana berbeda. Ia tidak menghadirkan apa yang umumnya dihadirkan oleh seorang penulis pemula, yaitu kisah cinta picisan yang mengisahkan hal yang itu-itu saja: mulai dari cinta yang ditolak, cara bersaing mendapatkan gadis idaman, dan lain sebagainya yang biasanya berurusan dengan cinta monyet dan gaya hidup selebritas mewah ala remaja perkotaan.

Ia justru menghadirkan tema posmodernisme lewat Huta Ginjang, pelayanan gerejawi yang terabaikan lewat Pasarune dan Gereja yang Terbengkalai. Kedua karya ini mengusung aroma Batak selain cerpen Bona Pasogit dan Suatu Malam di Ambarita. Cerpen Orang-orang Bisu, Topeng, Pada Sebuah Perjalanan dan Pak Gondo adalah representasi atas situasi sosial yang semuanya menghadirkan ending yang menyentak, layaknya sebagian cerpen-cerpen Bondan Winarno dalam buku kumpulan cerpennya Café Opera (yang kemudian diterbitkan lagi dengan tambahan beberapa cerpen menjadi Pada Sebuah Beranda).

Keindahan asmara yang dituturkan dengan lirih dan sendu adalah cerpen yang menjadi judul buku ini, Di Bawah Sinar lampu Merkuri. Lirih dan sendu, karena mengisahkan terjalinnya hubungan sepasang kekasih yang dulu pernah menyimpan getar-getar cinta selama lima tahun dan bertemu kembali dalam sebuah keadaan yang terduga; dan pertemuan itulah yang justru menyatukan mereka. Sebenarnya, bukan hanya cerpen ini saja yang bertema cinta; yang telah tersebut di muka juga ada. Kisah-kisah cinta di sini tak tertutur cengeng; justru kuat, memikat.

Cerpen terakhir dalam buku ini, Sejuta Kenangan adalah cerpen yang paling mengharu-biru. Di sana terkisah sebuah perpisahan yang terjadi justru pada saat seorang anak hendak menemui ayahnya pada mudik tahunan. Hendak bertemu, malah berpisah. Perpisahan itu menghasilkan sejuta kenangan dalam diri si anak.

Membaca sepuluh cerpen Slamat Sinambela ini tidak rugi karena di dalamnya kita mendapatkan wawasan baru, juga suasana baru. Satu hal yang menjadi pe-er bagi penulis adalah ketekunan dalam mempublikasikan karya-karyanya. Dari sepuluh cerpen ini, hanya empat yang pernah terpublikasikan. Sayangnya, enam yang lain tak kalah bagus untuk tak layak publikasi.

Seorang cerpenis berbakat sedang lahir lewat karya ini. Dari karya perdananya ini ia telah menyatakan menjadi salah satu yang diperhitungkan di antara sekian banyak buku kumpulan cerpen yang ada di toko buku.

 

© Sidik Nugroho, 2006