| 
 | 
 sajak
- sajak peduli bangsa 
(
diambil dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu ) 
![]() M 
AS'ADI 
 | 
ADA
YANG MENUSUK-NUSUK DADA
 
Ada yang menusuk-nusuk
dada,
mungkin tikaman
atau sebutir peluru nyasar
Derap kaki di jalanan
Darah mengucur di
antara berita orang-orang hilang
Di antara reruntuhan
demokrasi
Air mata kita terasa
seperti sungai
Gerampun berhambur
ke udara
Lalu membentur tembok-tembok
raksasa
Suaranya seperti
petir menggelegar
Lalu kita menggelepar
Tanpa suara
Diantara gelepar
dan erangan pidato-pidato sakit jiwa
kami berebut sembako,
menjarah ladang-ladang
ketela
menjarah toko-toko,
menjarah warung-warung
nasi
menjarah pedagang-padagang
rokok
dan menjarah jantung-jantung
kami sendiri
untuk makan hari
ini
Diantara orang-orang
yang tengah membentuk partai-partai baru
dan diantara kaum
reformis yang terus
menyeret gerbong-gerbong
yang makin penuh sesak
dengan seribu wajah
penumpang
kami makin terseret
oleh gelombang ketidakpastian
nasib kamipun semakin
tertindas oleh para perusuh
Kota-kota semakin
panas terbakar
membakar jantung
kami
membakar ladang-ladang
kami
membakar hari-hari
kami
dan membakar hati
anak-anak kami
yang tengah belajar
terbang ke matahari
Sayap anak-anak
kami terus berguguran
berserakan di mana-mana
Darah tercecer di
mana-mana
air mata tumpah
tanpa suara
Duh gusti,
bangsa ini akankah
jadi debu atau mengabu?
 
Parakan, 1998
| 
 | 
 DOA
ANAKKU 
Ketika
malam meremuk redamkan mimpi-mimpi 
ketika
bahasa telah membeku dalam pertikaian 
dan
ketika huru-hara tak lagi terpisahkan 
dari
jam-jam hidup kita 
kudengar
anakku terus berdoa : 
Tuhan, 
jangan
bawa bangsa ini ke pemakaman 
aku
yang sebenarnya belum berdosa ini 
terpaksa
jadi pendosa 
karena
aku harus mengumpat bapak 
yang
tak lagi memberi uang saku 
tak
lagi membelikan buku 
tak
lagi membelikan seragam sekolah 
dan
tak lagi memberi lauk pauk secukupnya : 
Tuhan, 
jangan
bawa kami ke negeri yang terus berkobar 
Aku
telah kehabisan air mata 
setiap
kali melihat anak-anakku duduk di pojok kamar 
sambil
sesekali menitikkan air mata 
yang
jatuh membasahi selembar sajadah 
yang
kubelikan untuk belajar sembahyang 
sebelum
huru-hara 
Parakan
1998 
 |