sajak - sajak
peduli bangsa 
( diambil
dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu ) 
 
  
 
SAEFUL 
BADAR 
  
  
KEPADA REZIM
YANG TERGULING  
  
  
Engkau yang kini telah menguap,
terbang mengemas cinta  
Gema suaramu membentur dinding-dinding
tembaga  
Ketika jalanan riuh dengan
yel-yel para demonstran  
Sosokmu lenyap dilibas dendam
dan pengkhianatan  
Dulu bumi senantiasa menunggumu  
Untuk menabur kasih ke seluruh
penjuru  
Sebab, lihatlah kemiskinan
batu-batu  
Tak hentinya menyanyikan
lagu rindu  
Engkau yang kini lenyap menyisakan
deru  
Dengarlah pekik pilu rumput-rumput
yang meradang  
Dikobarkan lapar dan sangsi
berkepanjangan  
  
1998  
 
AKU
MENULIS NAMAMU  
  
 Dengan darah  
 Dari luka di hati  
 Aku menulis namamu  
 Seperti kemarin,  
 saat pertama kugilai
dirimu  
 Dan kini,  
 seperti kekuasaan
si raja tua  
 yang musnah  
 Dirontokkan angin, 
 namamu sejenak pudar  
 Diseret badai reformasi  
 Sedang di hatiku
telah tumbuh api  
 Menghanguskan otak  
 dan kalimat-kalimat
dari mulutku  
 Bayang-bayangmu kini  
 Adalah lesatan pelor-pelor
tajam  
 Yang ditembakkan
para serdadu  
 Ke tengah kerumunan
mahasiswa-mahasiswa itu  
 Yang gigih menyuarakan
hati nurani  
 Meski luka.  
 Meski negeri ini
porak-poranda  
 Diamuk massa.  
 Dijarah tangan-tangan
rakyat  
 Yang beringas karena
cemburu  
 Karena kemiskinan
dan lapar  
 Karena kekuasaan
yang menindas.  
 Dengarlah  
 Aku menulis namamu
dengan dendam  
 Sekaligus rindu
yang berkobar-kobar  
 Seperti kota yang
terbakar  
 Aku menulis namamu.  
 Terus menulis namamu  
 Karena cinta tak
mungkin aku sisihkan  
 Dari hatiku.  
  
 Tasikmalaya,
1998  
 (
Dibacakan pada Malam Puisi Reformasi  
 di
GGM Tasikmalaya, 15 Juli 1998 )  
  
   
  
 SEBUAH RUMAH  
  
Sebuah rumah yang kita punya  
Tiang-tiangnya telah dirapuhkan
cuaca  
Tapi di sana, kau terus saja
bicara  
Dengan mulut penuh disumpali
bunga-bunga  
Padahal gerakmu hanyalah
Sisiphus  
Dan kecakapanmu hanyalah
Narcisus  
Yang kasmaran dengan wajah
sendiri  
Engkaupun turun ke halaman,
ke jalan-jalan  
Dengan mulut disumpali bunga-bunga  
Yang katamu lebih indah dari
hamparan seratus taman  
Sebuah rumah yang kita punya  
Tiang-tiangnya telah kaubiarkan
rapuh digerogoti cuaca  
Tapi kau terus saja bicara  
Dengan kata-kata yang kausulap
menjadi dogma  
  
1998  
 
  
PERUSUH  
 Engkau yang bicara
pada ketulian dunia  
 Bahasamu hanya kebisingan
angin menghembusi cuaca  
 Ketika langit merekahkan
terik  
 Mulutmu hanya kebusukan
yang tak diindahkan musim  
 Engkaupun limbung
menuju lorong-lorong kota  
 Sambil mengelak
dari mimpi yang menjeratmu  
 Tapi langit tak
kunjung terusik dengan kata-kata semata  
 Dan usiamu terpuruk
di kebebalan waktu  
 Engkau berjalan
dalam kegelapan kota  
 Menyumpahi kebijaksanaan
para penguasa dan para dewa  
 Kaulempari toko-toko
dengan batu-batu dendam  
 Dan api kebencian
yang menyala-nyala  
 Engkau yang bicara
pada kebisuan dunia  
 Kata-katamu tak
kunjung menurunkan harga-harga  
 Langit hanya mencatat
suaramu  
 Dan kekuasaan terus
ngalir tanpa pijakan waktu  
 Engkau yang bernafsu
mengasihi dunia  
 Hatimu telanjur
hangus dierami bara.  
  
 Tasikmalaya,
1998  
 (
Dibacakan pada Malam Puisi reformasi  
 di
GGM Tasikmalaya, 15 Juli 1998 )  
  
 
  
  
  
juni - 1999   
 
  
 
  
  |