[INDONESIA-VIEW] Sebaiknya Golkar Membubarkan Diri pada Munaslub Awal Juli 1998



From: "agus janagri" <janagri@hotmail.com>
To: check@bimamail.com
Cc: Indonesia_view@hotmail.com
Subject: Sebaiknya Golkar Membubarkan Diri pada Munaslub AwalJuli 1998
Date: Wed, 17 Jun 1998 22:42:15 PDT

As of 15 June 1998

Munas Luar Biasa Golkar akan diselenggarakan awal Juli mendatang.
Namun hendaknya, Munas tersebut dipakai oleh Golkar untuk "secara arif
dan bijaksana" membubarkan diri, dan sama sekali bukan untuk repot-repot
berganti baju menjadi 'pejuang reformasi'. Bahkan kalau memang ada
sekelumit saja niat dan aspirasi Golkar untuk mendukung dan
memperjuangkan reformasi guna menegakkan sistem politik yang demokratis
di tanah air tercinta ini, tindakan 'self-termination' akan jauh lebih
bernilai bagi bangsa ini. Golkar, yang spesialisasinya selama ini cuma
'ass-kissing' dan 'dirty politicking', tidak usah berlagak pahlawan
segala macam. Partai seperti itu (walaupun tiga kali sehari bercuap-cuap
bukan merupakan partai) pada akhirnya memang akan hancur sendiri,
seperti disinyalir oleh Amin Rais.

       Orde Baru era Soeharto, yakni tatanan politik dalam alam ketakutan
  (climate of fear), bisa bertahan demikian lama antara lain karena adanya
  Golkar, dan tentunya ABRI. Golkar dan ABRI setali tiga uang saja,
  merupakan alat Soeharto, untuk memaksimalkan kekuasaan dan menjadikan
  dirinya pusat kekuasaan. Golkar khususnya (soal ABRI dibahas secara
  terpisah) tidak memiliki harga diri. Tindakan politiknya licik dan
  machiavellianis, walaupun selalu bercuap-cuap  mendahulukan kepetingan
  bangsa di atas kepentingan individu dan golongan. Golkar adalah simbol
  pendusta Orde Baru yang tidak tahu malu dan ajang bagi para penjilat.
  (Contoh terbaik adalah Harmoko! Tapi penjilat tentu saja petualang yang
  tidak setia!) Organisasi-organisasi massa di dalamnya pun sama saja,
  mulai dari MKGR, Kosgoro dan segala macam organisasi kempemudaannya.
  Jelas sangat menjijikkan kalau sekarang, seperti Kosgoro, MKGR, bahkan
  Pemuda Pancasila (yang baru lalu hampir clash dengan mahasiswa), bicara
  sampai berbusa sebagai pendukung reformasi. (Pendukung reformasi
  mbahmu!) Belum lama lalu, seiring seirama dengan host-nya, Golkar, sibuk
  menyatakan kebulatan tekad. Bahkan untuk seminar kecil sekalipun, yang
  semula berkesan ilmiah, begitu selesai, kesimpulannya adalah "kebulatan
  tekad mendukung dia dia lagi". Tanda tangan para peserta dicatut dan
  secara arbitrer dinyatakan pendukung tekad tersebut. Ini cuma contoh
  ringan (ringan banget!) Manipulasi pemilu, mulai dari praktek kartu
  kendali dalam birokrasi sampai pemalsuan lainnya, adalah contoh-contoh
  yang sudah muak kita membacanya.

       Golkar memang tidak layak menjadi salah satu partai dalam orde
  demokratis bangsa ini, sekalipun kalau golkar mencat diri habis-habisan.
  Memang Golkar memiliki infrastruktur paling kuat di negara ini, namun
  semua itu dibangun bukan karena dukungan riil, melainkan kepalsuan. Jadi
  janganlah banyak berharap bahwa dukungan akan sama! Banyaknya
  golongan/tokoh yang menyeberang ke golkar bukan karena aspirasi murni
  dan jujur, melainkan karena mereka menyadari bahwa dalam alam Orde Baru
  Soeharto yang baru saja runtuh, bermain diluar sama sekali tidak
  menguntungkan, sekalipun untuk kepentingan masyarakat. Sudah cerita kuno
  bahwa untuk memperbaiki jalan desa pun, atau masuknya PLN, haruslah
  dengan cara mendukung Golkar. Di masa sekarang ini, ketika Golkar tidak
  didukung langsung oleh kekuasan yang mencekam seperti sebelumnya, adalah
  wajar para pendukung semu tersebut, termasuk dalam birokrasi, hengkang
  dengan lapang dada, bahkan bersyukur.
 
       Memang dalam tubuh yang buruk sekalipun, pasti ada unsur baiknya,
  walau sedikit. Dalam tubuh Golkar juga terdapat figur-figur yang dengan
  sadar masuk untuk mengubah partai itu dari dalam, mengurangi tipu daya
  dan kemunafikannya. Ekky Syachrudin termasuk? Melalui tulisan ini, saya
  menghimbau kepada para pro-reformasi yang jujur di dalam tubuh Golkar
  dan segala macam anak oraganisatorisnya untuk mendesak pembubaran diri
  partai ini. Momen Munas awal Juli ini dapat dipakai sebagai peluang
  untuk itu. Mengapa hal tersebut mendesak, tidak lain karena secara ideal
  kita menginginkan Indonesia yang baru, yang demokratis dan dibangun
  dalam tatanan budaya politik yang 'benevolent', di mana Golkar secara
  historis tidak layak sama sekali ikut berperan di dalamnya. Di samping
  itu, seperti akhir-akhir ini banyak disinyalir bahwa 'invisible hands'
  Soeharto, yang menurut William Liddle akan balas dendam, melalui Golkar,
  akan memanfaatkan status dirinya selaku Ketua Dewan Pembina untuk
  mengkonsolidasi pengaruhnya dan mengembalikan tatanan masa keemasannya
  yang lalu. Mungkin tidakan akan bisa sama, namun intinya Soeharto memang
  sudah bermain kembali, dan itu jelas. Strateginya yang biasa, yang jago
  pecah belah dan bermain diam-diam, sudah mulai terbaca kembali. Sudah
  banyak analisis yang mengatakan bahwa pendongkelan Harmoko adalah bagian
  dari paket balas dendam Soeharto melalui loyalisnya dalam Golkar.

       Proses reformasi yang kita jalani masih terlalu jauh dari sasaran
  membangun sistem politik yang demokratis. Yang ada sekarang cuma
  bunga-bunga awal yang tiap waktu bisa berguguran kembali. Apa yang kita
  tangkap dari pergantian mendadak Jakgung Soedjono dengan perwira
  militer, Mayjen TNI A.M. Ghalib, SH (yang tidak akan independen dari
  Wiranto, mantan ajudan Soeharto yang berulangkali menegaskan sikap ABRI)
  tidak lebih dari penayangan gaya politik lama, by proxy, yang menegaskan
  pengaruh Soeharto. Tampaknya set-back terjadi, prospek peninjauan harta
  Soeharto dan keluarga agar dialihkan ke negara sebagai dana mengatasi
  krisis (kalau mungkin, menggantikan bantuan IMF) bisa buyar lagi. Apa
  mungkin penggantian mendadak itu, yang terkesan sombong dan a la Orde
  Soeharto, akan membawa angin segar? Saya pesimis, namun moga-moga saya
  salah!
 
      Sebagai penutup, jika benar ada para pendukung reformasi yang
  'genuine' dalam Golkar, segeralah dorong agar partai munafik tersebut
  membubarkan diri, bukan dengan memasang topeng lain Dewa Janus, wajah
  baiknya. Kalau dapat, sebelum bubar desak agar Golkar menyatakan
  permintaan maaf terbuka kepada rakyat atas segala dosa politiknya
  menopang 32 tahun rezim represif Soeharto. Bagi saudara-sadara tersebut,
  yang memang tulus mendukung perubahan positif bangsa ini, dapat
  bergabung dengan yang lain atau membangun partai sendiri, dengan tekad
  untuk bermain 'fair' dan seutuhnya demi bangsa ini.