[INDONESIA-VIEW] Sidang Pengadilan

Date:  22 Jun
From:  sidikpamungkas@usa.net
To:  check@bimamail.com
Cc:  indonesia_view@hotmail.com
Subject: SIDANG PENGADILAN
 

Asalamu'alaikum WrWb

Menyimak proses pengadilan  kasus penembakan mahasiswa Trisakti, gatel juga otak ini untuk turut sedikit memberi pendapat. Kenapa  sidangnya sudah digulirkan namun siapa penembaknya belum ketahuan,  berarti itu hanya sidang indisipliner atau kesalahan pelaksanaan tugas. Lha kok disebut sidang penembakan mahasiswa Trisakti sih....??? Barangkali udah ikut salah kaprah kayak orang bilang "menanak nasi" hahahaha kan sebenarnya "menanak beras untuk dijadikan nasi", semoga sidang tersebut jangan sampai dianggap men-salah kaprahkan masyarakat atau memasyarakatkan salah kaprah.

Nah ditengah persidangan itu diadakan otopsi jenazah guna mencari proyektil peluru, yang nantinya akan digunakan untuk mencari siapa pelakunya. Terus Ka Pomdam Jaya saat itu bilang bahwa kaliber peluru yg ditemukan 5.56 mm alias .223,  menurut beliau  sesuai yang diexpose di surat kabar, berasal dari senjata laras panjang Steyr atau SS-1 ( lisensi FNC yang diproduksi oleh Pindad). Kalau boleh kita  bilang.... tunggu dulu bapak Ka.Pomdam .... kaliber 5.56 mm bukan cuma dipakai buat senjata tadi, namun dipakai juga buat  M16A-1, M16A-2, AR-15, SIG-SG550 sniper, SIG-SG551, FNC, FN-FAL, HK dll yg memakai standard NATO  dan  barangkali dipakai juga oleh ABRI disamping versi lama kaliber 7.62 mm (.308). Nah...... jadi kalau ukuran kaliber peluru dipakai untuk menentukan jenis senjatanya kok belum meyakinkan deh. Bagusnya diperiksa dulu deh di laboratorium secara teliti. Juga barangkali material proyektil itu bisa menentukan peluru tsb. dibuat dimana (menurut Dr. Abdul Mun'im jenisnya high velocity - yg biasa dipakai sniper??), buatan Dahana  atau ex import, nah terus dicari data kesatuan mana yang biasa  (dalam arti jatah rutin, khan saat itu dikatakan semua pakai peluru hampa atau karet) memakainya. Biasanya peluru ex import atau high velocity hanya dipakai kesatuan tertentu saja, kalau kesatuan reguler biasanya pakai peluru ex Dahana. Satu point ketemu.....
 
Nah.........lho jalan masih panjang, terus juga menurut analisa Dr. Abdul Mun'im  diluka jenazah hampir tidak ada bubuk mesiunya , jadi mesti  diperkirakan dulu dari jarak berapa asal tembakan itu hingga serbuk mesiu bisa dikatakan hampir hilang sama sekali. Nah untuk ini peluru high velocity/ex import dan buatan lokal punya  jarak jangkau berbeda. Terus lagi, dengan assumsi korban berdiri hampir tegak, lubang  masuk dan keluar proyektil bisa menggambarkan ketinggian asal tembakan.  Kalau itu semua sudah diperkirakan , maka masih ada lagi satu yaitu titik lokasi dimana korban terkena tembakan (lhah lokasi dimana para korban terkena tembakan pun keliatannya masih ada dua versi, pastikan dulu deh). Baru "perkiraan" asal tembakan bisa diprediksi, ....terus dicari kesatuan mana aja yang saat itu dilokasi  perkiraan asal tembakan.- satu lagi point ketemu...... Nah udah njelimet gitu baru  bisa nentukan lokasi asal tembakan ......  belon nyari oknum penembaknya. Bingungnya kalau semua udah diketahui, terus ternyata dilokasi yang diperkirakan asal tembakan , ternyata ditempati kesatuan yang memakai peralatan atau kelengkapan yang datanya nggak kenak dengan hasil teknis (nggak  pernah pakai peluru atau senjata yang sesuai data laboratorium), wah pasti ada setan gundul  nimbrung.....  hiii... takut.

Lhah  itu sih jalan pikiranku yang  ngeraco ...... apa  mungkin ada manusia  yang bisa langsung tahu tanpa senjelimet itu ....terus tunjuk pelakunya. Wah.....superman kali......

Cuma yang jelas siapapun penembaknya, dia hampir pasti seorang penembak jitu (jarak tembak yg sampai bubuk mesiunya hampir ilang dan titik dimana peluru menembus badan korban pada tempat mematikan),  berdarah dingin yang sekaliber dengan anggota kesatuan khusus ABRI (enggak tau dari Polri, AD, AU atau AL- kan semua punya kesatuan khusus), tinggal ditelusuri saja sesuai data dan kemungkinan kehadirannya dilokasi. Hampir pasti bukan anggauta dari kesatuan biasa alias reguler yang kemahiran  tembaknya pas pasan .... abis latihan nembaknya juga setahun cuma dua tiga kali.

Mengingat semua itu, apa tidak sebaiknya sidang pengadilan penembakan mahasiswa Trisakti ditunda dulu, sampai semua data2 tadi siap tersaji. Kalau sidang diteruskan apa nanti nggak mubazir, lha wong penembaknya aja belum ketemu, kesian  hakim sama penuntut umum plus penasihat hukum  ..halo bang Buyung ..... Kecuali kalau sidang tersebut diubah menjadi sidang indisipliner dan tindakan  diluar prosedur terhadap mahasiswa.

Bukankah sidang pengadilan adalah tempat mencari kebenaran secara faktual dalam format hukum.

Juga dengan mencari dulu fakta2 lengkap secara cepat dan tepat,  akan lebih mengangkat citra ABRI karena terkesan serius banget dalam menangani suatu kasus. Hal ini akan membantu agar masyarakat, baik didalam maupun dari luar negeri,  mempunyai image bagus terhadap keamanan dan ketertiban di bumi pertiwi ini. Dan buntutnya investasi LN dan program bantuan serta pinjaman dari meneer Camdessus plus negara2 lain  bisa cepat masuk ...... semogaaaaaaaaaaa

Wassalamu'alaikum Wr Wb

Sidik Pamungkas
(Alergi terhadap soal tembak menembak)