Asalamu'alaikum WrWb
Menyimak proses pengadilan kasus penembakan mahasiswa Trisakti, gatel juga otak ini untuk turut sedikit memberi pendapat. Kenapa sidangnya sudah digulirkan namun siapa penembaknya belum ketahuan, berarti itu hanya sidang indisipliner atau kesalahan pelaksanaan tugas. Lha kok disebut sidang penembakan mahasiswa Trisakti sih....??? Barangkali udah ikut salah kaprah kayak orang bilang "menanak nasi" hahahaha kan sebenarnya "menanak beras untuk dijadikan nasi", semoga sidang tersebut jangan sampai dianggap men-salah kaprahkan masyarakat atau memasyarakatkan salah kaprah.
Nah ditengah persidangan itu diadakan otopsi jenazah guna mencari proyektil
peluru, yang nantinya akan digunakan untuk mencari siapa pelakunya. Terus
Ka Pomdam Jaya saat itu bilang bahwa kaliber peluru yg ditemukan 5.56 mm
alias .223, menurut beliau sesuai yang diexpose di surat kabar,
berasal dari senjata laras panjang Steyr atau SS-1 ( lisensi FNC yang diproduksi
oleh Pindad). Kalau boleh kita bilang.... tunggu dulu bapak Ka.Pomdam
.... kaliber 5.56 mm bukan cuma dipakai buat senjata tadi, namun dipakai
juga buat M16A-1, M16A-2, AR-15, SIG-SG550 sniper, SIG-SG551, FNC,
FN-FAL, HK dll yg memakai standard NATO dan barangkali dipakai
juga oleh ABRI disamping versi lama kaliber 7.62 mm (.308). Nah...... jadi
kalau ukuran kaliber peluru dipakai untuk menentukan jenis senjatanya kok
belum meyakinkan deh. Bagusnya diperiksa dulu deh di laboratorium secara
teliti. Juga barangkali material proyektil itu bisa menentukan peluru tsb.
dibuat dimana (menurut Dr. Abdul Mun'im jenisnya high velocity - yg biasa
dipakai sniper??), buatan Dahana atau ex import, nah terus dicari
data kesatuan mana yang biasa (dalam arti jatah rutin, khan saat
itu dikatakan semua pakai peluru hampa atau karet) memakainya. Biasanya
peluru ex import atau high velocity hanya dipakai kesatuan tertentu saja,
kalau kesatuan reguler biasanya pakai peluru ex Dahana. Satu point ketemu.....
Nah.........lho jalan masih panjang, terus juga menurut analisa Dr.
Abdul Mun'im diluka jenazah hampir tidak ada bubuk mesiunya , jadi
mesti diperkirakan dulu dari jarak berapa asal tembakan itu hingga
serbuk mesiu bisa dikatakan hampir hilang sama sekali. Nah untuk ini peluru
high velocity/ex import dan buatan lokal punya jarak jangkau berbeda.
Terus lagi, dengan assumsi korban berdiri hampir tegak, lubang masuk
dan keluar proyektil bisa menggambarkan ketinggian asal tembakan.
Kalau itu semua sudah diperkirakan , maka masih ada lagi satu yaitu titik
lokasi dimana korban terkena tembakan (lhah lokasi dimana para korban terkena
tembakan pun keliatannya masih ada dua versi, pastikan dulu deh). Baru
"perkiraan" asal tembakan bisa diprediksi, ....terus dicari kesatuan mana
aja yang saat itu dilokasi perkiraan asal tembakan.- satu lagi point
ketemu...... Nah udah njelimet gitu baru bisa nentukan lokasi asal
tembakan ...... belon nyari oknum penembaknya. Bingungnya kalau semua
udah diketahui, terus ternyata dilokasi yang diperkirakan asal tembakan
, ternyata ditempati kesatuan yang memakai peralatan atau kelengkapan yang
datanya nggak kenak dengan hasil teknis (nggak pernah pakai peluru
atau senjata yang sesuai data laboratorium), wah pasti ada setan gundul
nimbrung..... hiii... takut.
Lhah itu sih jalan pikiranku yang ngeraco ...... apa mungkin ada manusia yang bisa langsung tahu tanpa senjelimet itu ....terus tunjuk pelakunya. Wah.....superman kali......
Cuma yang jelas siapapun penembaknya, dia hampir pasti seorang penembak jitu (jarak tembak yg sampai bubuk mesiunya hampir ilang dan titik dimana peluru menembus badan korban pada tempat mematikan), berdarah dingin yang sekaliber dengan anggota kesatuan khusus ABRI (enggak tau dari Polri, AD, AU atau AL- kan semua punya kesatuan khusus), tinggal ditelusuri saja sesuai data dan kemungkinan kehadirannya dilokasi. Hampir pasti bukan anggauta dari kesatuan biasa alias reguler yang kemahiran tembaknya pas pasan .... abis latihan nembaknya juga setahun cuma dua tiga kali.
Mengingat semua itu, apa tidak sebaiknya sidang pengadilan penembakan mahasiswa Trisakti ditunda dulu, sampai semua data2 tadi siap tersaji. Kalau sidang diteruskan apa nanti nggak mubazir, lha wong penembaknya aja belum ketemu, kesian hakim sama penuntut umum plus penasihat hukum ..halo bang Buyung ..... Kecuali kalau sidang tersebut diubah menjadi sidang indisipliner dan tindakan diluar prosedur terhadap mahasiswa.
Bukankah sidang pengadilan adalah tempat mencari kebenaran secara faktual dalam format hukum.
Juga dengan mencari dulu fakta2 lengkap secara cepat dan tepat, akan lebih mengangkat citra ABRI karena terkesan serius banget dalam menangani suatu kasus. Hal ini akan membantu agar masyarakat, baik didalam maupun dari luar negeri, mempunyai image bagus terhadap keamanan dan ketertiban di bumi pertiwi ini. Dan buntutnya investasi LN dan program bantuan serta pinjaman dari meneer Camdessus plus negara2 lain bisa cepat masuk ...... semogaaaaaaaaaaa
Wassalamu'alaikum Wr Wb
Sidik Pamungkas
(Alergi terhadap soal tembak menembak)