Saya tidak tahu peran apa
yang akan saya berikan kepada bangsa kita
Indonesia dalam era reformasi
ini.
Sebagai pengamat lapangan
yang dikelilingi dengan hiruk-pikuknya
informasi baik yang
berasal dari suatu golongan dengan tendensinya masing-masing,
atau berita-berita netral
dari surat-surat kabar, kali ini saya hanya
memberikan hasil analisa
dari penyatuan puzle-puzle berita yang ada.
Harapan saya adalah agar
jangan sampai reformasi yang kita jalani
sekarang ini dimanipulasi
untuk kepentingan satu-dua orang, tetapi
harus bertujuan untuk kemaslahatan
seluruh bangsa tanpa kecuali.
Berikut ini adalah hasil pengamatan dan komentar saya:
1. Untuk ABRI.
Saya ingin agar ABRI-nya
Wiranto tetap memegang kendali dalam masa ini
untuk menetralkan golongan-golongan
ABRI yang lain yang berorientasi ke
kekuasaan, baik itu kekuasaan
daerah atau kekuasaan politik pusat.
Dengan segala kekurangannya
seperti:
- Susah untuk berterus terang kepada publik.
- Kaku dalam berkata-kata,
Tetapi Wiranto mempunyai
kelebihan yaitu hanya ingin menjadi seorang
"Professional Soldier" yang
tugasnya saat ini terpaku ke dalam negri
saja.
Saya pikir dengan bantuan
think tank ABRI yang loyal padanya seperti
Bambang Yudhoyono akan menjadikannya
lebih mempunyai visi kedepan.
Saya ingin agar kita semua
jangan menaruh curiga bahwa dia adalah
penjilat Suharto,
kita harus melihat bagaimana dia sebagai Pangab sekarang ini
jika dibandingkan
dengan si otak jongkok berkumis Fasial Tanjung, atau yang
terlalu amat kalem pisan
Tri Sutrisno, atau bahkan Si Algojo dingin
Murdani.
Kita harapkan bahwa walaupun
kemampuan bicaranya masih kurang, namun
Wiranto lah senior
yang paling dapat diterima saat ini. Figur jujur dan
pemersatu.
Makanya cak Wir, kalau sudah
jadi CEO-nya ABRI ya jangan minta petunjuk
lagi, sekali-kalipun jangan.
Apalagi pada mbah hitler kite.
Jangan-jangan sampai atau
jangan mau untuk dipaksa turun dari Pangab,
apalagi selama habibi atau
konco-konco lain dari golkar masih ada.
Karena
mereka inilah yang saya lihat sebagai ancaman.
Harus konsolidasi se-solid
mungkin untuk satu komando, Pangab Wiranto.
Tapi jangan sekali-kali
silau oleh kursi politik, haram untum prajurit.
2. Untuk Para Mahasiswa reformis.
Saya pikir saat-saat ini
adalah saat dimana para oprtunis kekuasaan
politik tidak
segan-segan membayar siapapun yang mau mengaku mahasiswa untuk
demo.
Jadi sekarang harus ada juga
satu komando aksi mahasiswa (tulen, bukan
yang bayaran).
Saya belum tahu teknisnya
bagaimana. Tetapi ingat jika ada orang yang
notabene bukan mahasiswa
mengajukan diri sebagai koordinator maka harus
ditolak mentah-mentah. Saya
harapkan insting kebersamaanlah yang akan
menyatukan aksi mahasiswa
seperti yang anda buat sebelumnya untuk
menurunkan eyang dorna kita.
Saat sekarang ini kita lihat,
jika ada yang ngaku mahasiswa demo tetapi
pada ujungnya adalah:
- Dukungan politik kepada suatu golongan atau perorangan.
- Demo tanpa tujuan jelas, pake simbol agama, atau malah asal
dan atributnya tidak jelas. (masa ada anak pesantren 12 tahun
ngaku mahasiswa).
maka dua hal itu menunjukan
kepalsuan, dan jangan kita terjebak ikut.
3. Untuk Mochtar Pakpahan.
Anda jangan terlalu over
acting lah, anda kan intelek, ya coba dong
tunjukan konsep perjuangan
buruh itu bagaimana.
Anda harus menawarkan diri
anda sebagai ujung tombak (di depan),
caranya:
- Bicara dalam forum-forum untuk menunjukan konsep.
- Perjuangkan hak-hak buruh dengan pembelaan hukum.
- Didik buruh untuk mengerti konsep berbisnis.
Kalau anda memakai buruh
untuk ber-demo itu sama saja anda sebagai
"chaos coordinator" atau
koordinator kerusuhan, sementara anda di
belakang hanya
menjadi tukang kipas dan makan daging satenya, masyarakat cuma
akan mendapat kabut
asapnya.
Ide anda untuk membentuk
partai sudah menunjukan belang anda
sesungguhnya,
walaupun anda malu-malu menjadi pemimpin dan menawarkannya pada Ibu
Mega.
Berjuang, apalagi untuk kemajuan
rakyat kecil tidak perlu menjadikan
anda untuk sebagai
petualang politik. Apalagi jika dilihat belum apa-apa
sudah mencoba "show
of force". Bagaimana anda bisa meraih simpati kalau
begitu.
4. Untuk Umat Muslim.
Sekali lagi saya katakan,
jangan mencoreng citra kita sebagai orang
Islam menjadi identik dengan
paksa memaksa serta kekerasan.
Jika ada yang mengaku ulama
tapi bicaranya hanya mengurusi masalah
politik, maka jelas
dia bukanlah ulama yang mampu membimbing umat menuju sorga,
dia hanyalah oportunis politik
yang sedang cari dukungan umat Islam.
Saya sangat sedih sebagai
orang Islam jika mendengar celoteh orang-orang
seperti itu di dalam Masjid
yang notabene adalah Baitullah.
Sekali lagi jangan campurkan
politik dengan agama, hal itu sama saja
dengan pembodohan umat.
Himpunan Mahasiswa Islam jalur ormas Islam yang
intelektual haruslah memelopori
hal ini. Itu sebabnya saya tidak mau
masuk ke dalam ICMI, karena
didalamnya masih ada semangat menunggangi
Islam sebagai kendaraan
politik.
Sekarang ini kita harus melihat,
siapa-siapa orang yang menjadi pejabat
di kalangan eksekutif, legislatif,
yudikatif, ABRI, atau bahkan keluarga
ex presiden kita?.
Ternyata mayoritas 95% adalah
mereka yang mengaku sebagai orang Islam.
Tetapi bagaimana jika kita
lihat kehidupan ketaqwaan dan keimanan mereka
dalam praktek????..........,
masih tanda tanya.
Maka dari itu jangan sekali
lagi mengulangi kesalahan itu. Kita harus
prihatin sekali dalam masalah
ini.
Sekian dulu dah, lain kali
nyambung lagi.
Jika memang banyak para
pembaca (khususnya Muslim) yang berpandangan
sama dengan saya, kiranya
boleh merespon ke email saya.
Wassalam,
Bujang Prihatin.