The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Kewarganegaraan Omar Al Faruq


GATRA, Rabu, 02-10-2002 00:00:31

Kewarganegaraan Omar Al Faruq
Kode Rahasia Map Kuning

GATRA.com - LAIKNYA seorang bocah, Al-Ghalia bisa tak peduli pada keruwetan hidup. Bocah berperawakan montok dan bermata belok itu terus saja bermain sambil bernyanyi di halaman rumahnya di Cijeruk, Bogor, Jawa Barat. Di depan wartawan yang menemui ibunya, Ghalia, 2 1/2 tahun, suka bergaya dan minta dipotret. Ia seperti lupa akan ayahnya, Mahmud bin Ahmad Assegaf alias Omar Al-Faruq. "Tapi, tiap menjelang tidur, ia tanya kenapa Abi tidak pulang-pulang," ujar Mira Agustina.

Kini, Mira praktis menjadi orangtua tunggal kedua anaknya. Padahal, perempuan 24 tahun yang bercadar itu tak pandai mencari rezeki, apalagi di bawah tudingan sebagai istri teroris. Setiap hari, ia harus jungkir balik meladeni pemeriksaan polisi, melayani wartawan, berhadapan dengan tetangga yang menjadi sinis, dan mengatur ekonomi dengan simpanan uang yang cekak. Mira ingin didampingi pengacara, tapi tak mampu membayar. "Saya tak punya cukup duit, dan saya tak tahu di mana Abi kini," kata Mira kepada GATRA tentang suaminya. Ia juga sempat menyebut nama Haris sebagai orang yang mungkin bisa menguak tabir suaminya.

Haris bersama Faruq digaruk aparat intelijen, 5 Juni silam. Beruntung, dua hari kemudian ia dilepas. Haris itulah yang dimintai bantuan oleh Faruq untuk mengurus paspor. Kepada Faruq yang dikenalnya sejak Februari 2002, Haris menyatakan bahwa dirinya biasa mengurus paspor di Kantor Imigrasi Bogor. Nah, kebetulan kala itu Faruq berniat mengajak keluarganya ke Malaysia.

Menurut Mira, sepekan setelah suaminya raib, Haris datang ke rumah. Dia bercerita bahwa Faruq telah ditangkap orang tidak dikenal. Kejadiannya berlangsung di Masjid Raya Bogor, Jalan Pajajaran, sekitar pukul 15.00 WIB. Kala itu, Faruq dan Haris memang berjanji bertemu untuk penyerahan paspor Mira. Ketika asyik berbincang, menurut Mira, tiba-tiba 10 orang mengepung mereka. Haris dan Faruq segera diringkus dan dimasukkan ke dalam mobil yang terpisah, dengan mata ditutup kain.

Haris mengaku dibawa ke alamat yang sama dengan Faruq ke wilayah Jakarta. Keduanya disekap dalam sebuah bangunan yang mirip rumah tinggal keluarga. Setelah diperiksa, dua hari kemudian Haris dibebaskan. Rupanya, Faruq menjamin, Haris tak terlibat. Haris dilepas di daerah Kampung Rambutan, Jakarta Timur, dan diberi uang jalan Rp 20.000. Sedangkan Al-Faruq hari itu juga langsung dideportasi ke Malaysia.

Penjelasan Haris ini belum memuaskan Mira. Beberapa kali ia mengontak telepon genggam Haris, tapi tak ada penjelasan lebih jauh. Bahkan, belakangan ia tak mau menerima telepon lagi. "Terakhir, dia mengatakan bahwa tak usah menghubunginya lagi, karena dia juga dalam tekanan dan terus dipantau orang-orang yang pernah menangkapnya," kata Mira.

Saat ini, keberadaan Haris memang tak jelas. Tak ada yang mau mengungkap di mana kini dia berada, termasuk aparat kepolisian. Pihak Badan Intelijen Negara (BIN), yang selama ini dianggap paling tahu soal penangkapan Al-Faruq, juga mengaku tidak tahu-menahu soal Haris. "Dalam data dan laporan intelijen yang saya terima, tidak pernah disebut-sebut nama Haris," tutur Asisten Kepala BIN Bidang Humas, Muchyar Yara, kepada wartawan GATRA Tata Haidar Riza.

Nah, bagaimana halnya dengan pengakuan Haris bahwa dirinya ikut diculik orang tidak dikenal? "Wah, itu di luar wewenang BIN. Lagi pula, yang melakukan penangkapan kan bukan BIN, melainkan petugas imigrasi," kata Muchyar. Ditambahkannya, bisa saja Haris ditangkap karena kasus pemalsuan, yang berarti di luar kewenangan BIN.

Apa pun, cerita Mira tentang keberadaan Haris telah menimbulkan spekulasi baru. Siapa sebenarnya tokoh yang digambarkan Mira berbadan gemuk, berkulit putih, dengan tinggi sedang dan hidung mancung serta kumis tipis itu. Umurnya diperkirakan 30 tahun. Dari pembicaraan dengan Mira, dia mengaku tinggal di Sukabumi, Jawa Barat. "Haris kami minta membantu mengurus paspor saya," kata Mira, seraya menyebutkan bahwa dirinya hanya pernah tiga kali bertemu: dua kali di rumah dan sekali di Kantor Imigrasi Bogor. Benarkah cuma seorang calo paspor?

Di Kantor Imigrasi Bogor, ternyata Haris tak dikenal. Sekitar 10 calo yang biasa beroperasi di tempat itu menyatakan tidak tahu- menahu. "Saya sudah sekitar lima tahun kerja di sini, tapi tak pernah mendengar nama Haris. Semua rekan di sini tak mengenalnya," kata Akmal, 28 tahun, seorang pengurus paspor di kantor tersebut.

Hal itu dibenarkan Kepala Imigrasi Bogor, T. Syahrizal. Ia mengatakan, saat ini di lingkungan kantornya ada tujuh biro jasa resmi pengurus paspor yang melibatkan 14 pegawai. Juga setidaknya ada 10 calo yang biasa beroperasi di kantor tersebut. Dari semua calo itu, tak seorang pun bernama Haris seperti disebutkan ciri-cirinya oleh Mira. "Kalau dia beroperasi di sini, pasti kami tahulah," ujarnya.

Jadi, siapa Haris itu? Jangan-jangan, ia bagian dari jaring intelijen. Sebab, kalau benar ia terlibat pemalsuan paspor, bukankah petugas imigrasi yang telah menangkapnya, sebagaimana disebutkan Muchyar Yara, bisa memproses dia secara hukum. Tapi, kenapa dia malah dilepas dan diberi uang saku? Yang jelas, seperti dikatakan Mira, Haris tak terlibat dalam pengurusan paspor milik Faruq. Sebab, paspor Faruq dikeluarkan pada 27 Februari 2002 di Kantor Imigrasi Jakarta Timur, dengan nama Mahmud Ahmad Assegaf, seperti nama yang selama ini disebutkan istrinya. "Kalau nama Al-Faruq, itu sebenarnya nama yang dipersiapkan untuk anak laki-laki kami," tutur Mira.

Di paspor bernomor M 247219 itu, Al-Faruq disebutkan adalah lelaki kelahiran Ambon tanggal 24 Mei 1971 dan berkewarganegaraan Indonesia. Keterangan ini dibuktikan akta kelahiran yang dikeluarkan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Maluku Tengah tahun 2001. Di akta itu tercantum, Mahmud adalah anak pertama pasangan Ahmad dan Aisyah.

Dari map warna kuning bernomor 3323 di Kantor Imigrasi Jakarta Timur juga bisa diketahui, permohonan pembuatan paspor diajukan pada 26 Februari 2002, dan selesai 27 Februari. Pengurusan ini termasuk cepat, karena hanya sehari. Padahal, biasanya pengurusan paspor dengan layanan standar makan waktu hingga empat hari.

Seorang staf Kantor Imigrasi Jakarta Timur yang enggan disebut namanya mengungkapkan, pengurusan paspor Al-Faruq dilakukan melalui jasa seorang wartawan yang mengaku bekerja di tabloid Nusa Bangsa dengan nama panggilan "Sinaga" . Orang ini, oleh staf imigrasi itu, diakui sering menjual jasa pengurusan paspor di kantor tersebut. "Tapi, saya tak tahu, apa hubungan Al-Faruq dengan calo itu. Jelasnya, ia mengaku sebagai wartawan. Mungkin yang perlu dipertanyakan, siapa orang yang meminta wartawan itu mengurus paspor Al-Faruq," kata sumber GATRA itu.

Di pojok kiri map kuning tempat berkas Al-Faruq, memang ada tulisan kode "pers". Tujuannya, agar prosesnya lebih cepat.

Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Timur, A. Rahman Azis, tidak menampik mengeluarkan paspor atas nama Mahmud Ahmad Assegaf. Menurut dia, paspor itu dikeluarkan karena telah memenuhi syarat administrasi. Yakni disertai kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga, dan kutipan akta kelahiran. "Data administrasi yang dimasukkan itu merupakan dasar bagi kami untuk mengeluarkan paspor," katanya.

Menurut data yang ada, KTP yang dimasukkan Al-Faruq beralamat di Gang SKIP Ujung RT 003/RW 007, Kelurahan Utan Kayu Selatan, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, dikeluarkan 13/12 2001, dengan status belum kawin. Di situ tercantum nama Mahmud bin Ahmad Assegaf. Data di KTP ini berbeda dari KTP Al- Faruq yang dikeluarkan pihak Kelurahan Cisalada, Kecamatan Cijeruk, Bogor, pada April lalu. Di KTP Bogor itu, status yang tertulis adalah kawin.

Seperti diketahui, Al-Faruq telah menikah dengan Mira Agustina, 26 Juli 1999, dan dikaruniai dua anak perempuan, Al-Ghalia dan Al-Hanun, 1 tahun. Pernikahan mereka disahkan dengan adanya buku nikah yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama Cijeruk, 16 April 2002, setelah melalui proses persidangan di Pengadilan Agama Cibinong.

Tentang cerita paspor Mahmud itu, Mira mengaku tidak tahu- menahu. "Saya sebenarnya tak terlalu tahu secara mendalam seluk-beluk Abi," katanya. Mira mengenal Faruq hanya dua jam sebelum menikah.

[Dwitri Waluyo dan Zainal Dalle]
[Nasional, GATRA, Nomor 46 Beredar Senin 30 September 2002]

Copyright © 1995 GATRA.COM.
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/unpatti67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044