Masih Seputar Desa Kulur
Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara semuanya,
Insiden menyedihkan di pantai desa Muslim, Kulur, masih merupakan misteri dan
saya kuatir akan tetap menjadi misteri seperti insiden-insiden lain di Maluku.
Sayangnya, pihak Kristen sudah terlanjur dituduh sebagai pelaku tindakan tak
beradab tersebut, dan malah sudah membayarnya dengan darah (Abraham dan Maria
Hehakaya serta anak mereka) dan nyawa (Hendrik Matulessy). Sering terjadi,
kecendrungan hati yang tidak bersih melahirkan berbagai kesaksian palsu untuk
menyalahkan dan menyusahkan orang lain yang tidak disukai. Oleh sebab itu, saya
ingin mengajak anda untuk kembali menelusuri kesaksian-kesaksian dan komentar
yang berkaitan dengan "penembak" ketiga Muslimah Kulur tersebut.
(1). Pada awalnya, MH Tuhulele, seorang keluarga korban mengatakan bahwa
"semula korban hendak pergi buang air ke pantai. Tapi, lama tidak kembali. Sejumlah
warga pun mencari. Ternyata, Fitria dan Fatima telah ditemukan tidak bernyawa
(Tempo, 8/09/02)."
Sebetulnya, kesaksian ini tidak perlu diperhitungkan sebab istilah "hendak" tidak
pernah menyatakan bahwa korban sudah ke pantai. Secara umum, MH Tuhulele
mengatakan bahwa "tidak ada yang tahu tentang kejadian penembakan. Hal ini
menjadi nyata ketika korban yang lama tidak pulang, dicari dan diketemukan telah
tidak bernyawa karena ditembak.
(2). Tetapi, ayah korban, Yusuf Litiloy, memberikan kesaksian bahwa "Polisi juga
tidak langsung lari ke arah sumber ledakan. Mereka justru menghalau warga ketika
kami hendak menuju sumber ledakan (Republika 10/09/02).''
Artinya, peristiwa penembakan itu diketahui warga dan aparat Brimob yang bertugas
di sana, dan kesaksian MH Tuhulele tidak lebih dari sebuah kebohongan.
(3). Menurut penemuan Polda Maluku, mereka menemukan "sebuah selongsong
peluru AK-47 kaliber 7,1 milimeter (mm), sebuah selongsong MK-3 (7,62 mm), dua
selongsong Gerend (6,5 mm), dan 16 selongsong SS-1 (5,6 mm) (Republika
10/09/02)."
Menurut barang-barang bukti tersebut, kelompok penyerang tersebut paling tidak
berjumlah 4 (empat) orang. Jumlah ini bisa lebih dari 4 orang, jika ada yang tidak
menembak, bukan penembak, atau menembak dengan senjata yang sama. Jumlah
ini lebih kecil dari 4 orang, jika penyerangnya adalah "Stalone" atau "Schwaseneger",
atau yang sengaja mengaburkan jejak dengan menaburkan selongsong peluru lain.
Hanya test forensic yang bisa mengatakan apakah semua selongsong itu baru atau
tidak.
(4). Republika (11/09/02) memajukan saksi-saksi Ali Salampessy dan Husein
Salampessy yang mengaku melihat langsung penembakan itu. Menurutnya, saat itu
dia ada di dalam rumpon (gubuk karamba di laut), tak jauh dari lokasi. Mereka
bersaksi bahwa, "Tiba-tiba terdengar tembakan yang diikuti robohnya tiga orang di
pantai." "Setelah itu, ada dua orang berpakaian hitam-hitam mendekati korban dan
memberondong dengan tembakan dari jarak dekat. Setelah itu pelaku lari ke darat,''
Pada dasarnya, kedua saksi ini tidak melihat jatuhnya ketiga korban, setelah
mendengar bunyi tembakan. Mereka tidak tahu pasti, apakah tiga orang korban itu di
tanah karena tertembak atau karena sengaja berlindung dengan menjatuhkan tubuh
ke tanah. Yang pasti, kedua saksi ini memastikan bahwa hanya ada 2 (dua)
penyerang. Jika mereka bisa melihat korban di tanah, mereka yang terkejut dan
penuh dangan rasa ingin tahu pasti akan sangat memperhatikan gerak-gerik para
penyerang.
(5). Republika kemudian memajukan Mega Tuhulele (11) dan Misna Tatupoho (12),
sebagai pendukung kesaksian Ali Salampessy dan Husein Salampessy bahwa
penyerang berjumlah 2 (dua) orang ("Baru saja mereka melangkah dari rumahnya
yang persis di pinggir pantai, dia melihat tiga orang itu roboh bersamaan dengan
terdengarnya suara tembakan. Dia juga melihat dua orang berpakaian hitam-hitam
mendekat sambil memberondong korban.")
Kesaksian ini memliki banyak kekurangan, misalnya jika dilihat dari "ketiadaan reaksi
kedua anak perempuan tersebut", ketika menyaksikan kejadian tersebut. Begitupun,
paling tidak kesaksian ini mendukung kesaksian sebelumnya bahwa penyerangnya
memang ada 2 (dua) orang.
(6). Setelah itu, laskarjihad.or.id (10/09/02) menggunakan saksi Ali Salampessy
dengan posisi yang sama (di rumpon yang hanya berjarak 50 meter dari kampung),
bahwa "Dari jarak yang demikian dia melihat tiga orang berbadan tegap dengan
berpakain hitam-hitam keluar dari semak-semak dan langsung menuju pantai yang
sedang surut." "Dengan sigap tiga orang itu kemudian melepaskan tembakan ke arah
tiga korban tersebut.
Dari jarak sekitar 50 meter, agak susah kiranya bagi seseorang dengan kemampuan
mata normal, untuk melihat 2 (dua) orang sebagai 3 (tiga) orang. Hal ini berarti, di
tangan Laskarjihad.or.id, saksi yang sama dan dari posisi yang sama, memberikan
kesaksian berbeda yaitu bahwa penyerangnya berjumlah 3 (tiga) orang, dengan
postur militer/polisi.
(7). Ali Salampessy ala laskajihad.or.id juga bersaksi bahwa, "Setelah menyelesaikan
aksinya ketiga penembak itu mundur ke arah selatan Desa dengan melepaskan
rentetan tembakan secara bertubi-tubi ke perkampungan penduduk."
(8). Laskarjihad.or.id juga menggunakan saksi kedua, tetapi dengan nama Seno
Salampessy (bukan Husain Salampessy), yang juga berada di rumpon tak jauh dari
TKP, tetapi tidak jelas apakah rumpon yang sama dengan yang dinaiki Ali
Salampessy atau rumpon lain. Seno Salampessy bersaksi bahwa "Dirinya yang pada
saat kejadian tengah berada di gubuk laut, melihat tiga korban yang sudah terkapar
masih saja ditembaki dengan jarak sangat dekat, kira-kira 8 meter."
Seno Salampessy membenarkan bahwa pelakunya 3 (tiga) orang, tetapi
kesaksiannya tidak mengatakan bahwa penyerang ini kemudian melepaskan
tembakan beruntun ke arah desa Kulur, seperti kesaksian Ali Salampessy. Tidak
sampai di situ, saksi yang satu ini malah kemudian berperan lebih jauh.
(9) "Saya menduga pelaku penembakan itu dilakukan oleh aparat Kristen organik dari
desa-desa Kristen sekitar Kulur. Apalagi, jarak desa Kristen seperti Porto-Haria atau
Desa Kristen Hulaliu, Pulau Haruku, dengan Desa Kulur paling lama 15 menit perjalan
laut dengan menggunakan speed boat (laskarjihad.or.id, 10/09/02)."
Laskarjihad.or.id telah dengan sengaja menjadikan Seno Salampessy sebagai "analis
kepolisian" yang luarbiasa kemampuannya. Setelah menilai fisik penyerang sebagai 3
(tiga) orang aparat militer/polisi dari jarak sekitar 50 meter, saya tidak tahu atas dasar
apa analis yang berpekerjaan nelayan ini bisa mengatakan bahwa ke-3 orang itu
beragama Kristen. Yang pasti, aksi ini sudah memperlihatkan kecenderungan untuk
menuding pihak Kristen, tetapi dengan bepusat kepada aparat militer/polri sementara
laskajiha.or.id mencoba meniadakan kemungkinan orang awam ("Dari caranya
menjalankan aksi, diduga kuat aksi itu dilakukan aparat Kristen. Sebab, bila warga
sipil Kristen yang melakukannya tidak mungkin seprofesional itu.")
(10). Sayangnya, laskajihad.or.id sebelumnya (10/11/02, Abdullah) telah memperkecil
kemungkinan asal penyerang, hanya dari desa Kristen Porto, dengan mengatakan
bahwa "Seperti diberitakan sebelumnya, desa Kulur, Kecamatan Saparua, Maluku
Tengah diserang kelompok bersenjata yang berasal dari arah desa Porto (desa
Kristen), pada Ahad (9/9)."
(11) Hal ini didukung oleh ayah salah seorang korban, Yusuf Litiloy, bahwa "Yusuf
Litiloli, ayah Fitria, mengatakan sebelum peristiwa itu terjadi terdengar bunyi speed
boat yang datang dari arah Desa Porto mendarat di pesisir pantai Desa Kulur. Setelah
terjadi penembakan, speed boat itu kabur dari pantai itu (Media Indonesia, 09/09/02)."
Sayangnya, dukungan ini hanya bermanfaat untuk membantu saksi Seno
Salampessy dan laskajihad.or.id menuding desa Porto (Kristen), karena baik Ali
Salampessy maupun Husain/Seno Salampessy tidak menyebutkan adanya
speedboat yang datang sebelum penembakan dan pergi setelahya. Menurut Media
Indonesia (09/09/02), penembakan dilakukan di darat, dari arah desa-desa Kristen
Porto dan Haria ("Tiga wanita yang kemarin pagi sedang melakukan pengajian di
pantai desa itu ditembak orang tak dikenal yang datang dari arah Desa Porto dan
Desa Haria, yang juga tetangga Desa Kulur, Pulau Saparua.")
(12). Tetapi, dua tayangan Republika pada tanggal 8/09/02 memberikan dua
kesaksian bahwa "penembakan dilakukan dari laut" ("Menurut informasi yang
berkembang di masyarakat sekitar lokasi, korban ditembak dari sebuah speed boat.
Kapal kecil itu melaju dari arah Pulau Haruku menuju Saparua." dan "Sementara itu,
menurut keterangan warga setempat bahwa ketiga korban bersama sejumlah warga
lainnya sedang berada di pinggir pantai Kulur Saparua saat tiba-tiba terdengar suara
tembakan dari arah laut")
Berdasarkan kesaksian-kesaksian yang maaf, morat-marit dan jungkir-balik seperti
inilah, tuduhan dan fitnahan terhadap warga Kristen Maluku, sekaligus racun serta
benih kebencian bagi umat Islam Indonesia kembali disebarkan. Laskarjihad.or.id,
Republika dan malah MUI, adalah pemeran utama di dalam hal ini.
(13). Laskarjihad.or.id mengangkat seorang tokoh pemuda asal Kulur, Januarta
Litiloly, untuk mengatakan bahwa "ada konspirasi besar kaum separatis dibalik
kejadian tersebut." "Jika kredibilitas TNI/Polri telah pudar dalam tugas pengamanan,
maka pihak separatis RMS punya dalih untuk mendesak didatangkannya pihak
asing."
Sayangnya, ketika Carla Pesurnay dkk. meledak berpengalan dan mati seketika oleh
ledakan bom di lapangan Merdeka, Ambon, tidak satupun tokoh pemuda Muslim
seperti Januarta Litiloy ini yang menuduh "Kristen RMS" sebagai dalangnya.
(14). Republika (9/09/02) dengan halus melukiskan posisi desa Muslim Kulur sebagai,
"Lokasi desa tersebut berada di tengah-tengah desa Kristen. Pulau itu sendiri dikenal
sebagai basis gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)."
Padahal kita tahu bahwa basis RMS adalah Pulau Ambon, dimana terdapat Kota
Ambon, Ibukota RMS. Masakan basis sebuah negara bukan di ibukotanya? Karena
Pulau Seram dapat dianggap sebagai supplier dan Benteng Terakhir RMS, sementara
Haruku, Saparua dan Nusalaut adalah pendukungnya, maka jika menyebut basis
RMS, seharusnya seluruh Maluku Tengah, terutama ke-5 pulau tersebut adalah basis
RMS.
(15). Republika (10/09/02) kemudian mengutip ucapan Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Amidhan, di Jakarta bahwa "'Yang pasti, mereka tidak ingin melihat bangsa
kita stabil atau memang ada anasir dari dalam negeri yang ingin memisahkan diri dari
NKRI. Itu yang saya katakan terkait dengan RMS"
Bayangkan bahwa seorang ketua Majelis Ulama Indonesia, sampai menjual harkat
dan martabatnya untuk menebar dusta untuk membangun persepsi sesat di kalangan
umat Islam bahwa RMS adalah mutlak milik warga Kristen Maluku. Pihak Kristen
Indonesia umumnya dan Maluku khususnya, selalu dituduh sebagai pihak yang
melabilkan situasi nasional karena ketidak-puasan. Cobalah lihat ke jalan-jalan, mulai
dari Jakarta sampai ke pelosok negeri! Siapakah yang sangat terlihat tidak puas dan
mengamuk serta menuntut ini dan itu? Siapakah yang berdemo disini dan berdemo di
sana? Siapa yang merusuh di sini dan berkelahi di sana?
Bukankah pimpinan massa itu dan pimpinan massa ini yang gemar berprotes,
berdemo, dan mengamuk adalah warga "keturunan Arab"? Mengapa setiap masalah
yang timbul harus selalu dihubungkan ke pihak asing, Barat dan Kristen? Adalah
golongan Kristen yang tidak puas dan ingin menggeserkan Pancasila dengan "10
Hukum Allah" misalnya? Lalu mengapa kalian yang mau menggantikan Pancasila
dengan Syariat Islam, malah menuduh orang lain sebagai pembuat onar yang
melabilkan keadaan nasional?
Yang paling menyedihkan adalah bahwa justeru Republika, Laskarjihad dan MUI
adalah sekian dari para pendukung pemberlakuan Syariat Islam dangan alasan utama
bahwa "hanya Syariat itulah yang mempu mengatasi kemiskinan, kesenjangan sosial
dan kemerosotan akhlak. Sementara mereka tidak mampu menunjukkan satupun
contoh mengguna Syariat yang begitu makmur, aman dan damai serta miskin
kejahatan, mereka juga menampakkan semangat dan tingkah-laku yang bertentangan
dengan alasan tersebut di atas. Apakah semangat Syariah itu sejajar dengan
kebohongan dan kesaksian palsu serta analisa dangkal yang tidak berdasar, hanya
agar orang lain bisa difitnah? Lihatlah ke dalam hati kalian dan jawablah untuk diri
sendiri.
Maafkan saya, tapi saya harus mangatakan semua ini. Saya juga berharap dan
berdoa agar kalian dianugerahi damai sejahtera dari Tuhan Yesus Kristus, dan
manjadi penjunjung keadilan dan kejujuran.
Salam Sejahtera!
JL.
|