Siapakah "Ahmad Pattimura Lussy"?
Tanggapan-tanggapan Joshua Lainnya
Salam Sejahtera!
Saudara-saudara semua,
Semenjak lahir hingga sekarang ini, ada beberapa usaha penipuan besar-besaran
yang dilakukan untuk memutarbalikkan sejarah, baik yang berkaitan dengan masalah
nasionalisme maupun yang terkait dengan masalah iman. Negara ini, NKRI, adalah
salah satu ladang amat subur bagi usaha-usaha pemutarbalikan kebenaran tersebut.
Oleh sebab itu, dusta dan kemunafikan muncul dan berkembang sebagai belenggu
yang menghambat bangsa ini untuk maju. Yang tinggal pada bangsa ini hanyalah
semacam kesombongan kosong tentang "adat ketimuran" yang katanya lebih
superior dalam hal kehalusan budi pekerti jika dibandingkan dengan "budaya barat".
Kita sudah kenal dan mungkin sudah kenyang mendengar masalah "Injil Palsu
Barnabas", yang sengaja dikarang untuk menyesatkan umat, bukan saja orang
Kristen, tetapi juga Muslim dan umat yang lain. Kita juga sudah kenyang mendengar
bagaimana arti "Roh Kudus" dipelintir sehingga menjadi "Ahmad", demi usaha
pembenaran iman yang sempit dan dangkal. Dari sisi sejarah/nasional, kita tahu
persis bahwa peristiwa G30S-PKI adalah Rekayasa Soeharto dkk., dan sejarahnya
dijungkir-balikkan demi kepentingan pengarangnya.
Kita sekarang sedang melihat bagaimana "Sejarah Maluku" tentang Keabsahan RMS
sedang diputar-balikkan melalui berbagai-bagai sidang pengadilan sampalan, baik di
Maluku, maupun di Jakarta. Kita tahu persisi bahwa kita sudah hidup di dalam
sejarah yang dijungkir-balikkan Soekarno dan NKRI, supaya Maluku bisa ditipu,
ditindas dan diperas selama kurang-lebih 52 tahun. Lalu sekarang, kita disodorkan
lagi dengan "penipuan baru" untuk memutar-balikkan sejarah Maluku yang berkaitan
dengan Perang Pattimura.
Apa artinya istilah "Hidayatullah"? Apakah artinya bukan "Petunjuk dari Allah"? Lalu
mengapa Hidayatullah harus berisikan dusta dan pemutar-balikkan kebenaran?
Tulisan berjudul "Kapitan Ahmad `Pattimura' Lussy" saya dapati dari Suara
Hidayatullah, 2 Agustus 2002, dan isinya adalah pemutar-balikkan kebenaran tentang
siapa Kapitan Pattimura atau "Thomas Matulessy" itu. Coba kita ulas beberapa
kejanggalan di dalamnya.
M.Nour Tawainella, yang katanya adalah seorang sejarawan juga, mencetus ide
"Kapitan Ahmad Pattimura Lussy" dengan berkata, "Namun keberanian dan
patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi pemerintah. M
Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura"
Siapakah yang beliau ini maksudkan dengan "pemerintah"? Apakah memang benar
bahwa M. Sapija adalah orang yang mula-mula menulis sejarah Pattimura? Dari
catatan-catatan tentang Pattimura, (1) Verhuel Herinneringen van een reis naar Oost
Indien (1835-1836), (2) J.B. Van Doren (1857), Thomas Matulesia, Het Hoofd Der
Opstandlelingen Van Het Eiland Honimoa, (3) P.H. van der Kemp (1911), Het herstel
van het Nederlandsche gezag in de Molukken in 1817, (4) M. Sapija (1954), Sejarah
Perjuangan Pattimura, Penerbit Djambatan, (5) Ben van Kaam (1977), Ambon door de
eeuwen, kita lihat bahwa M. Sapija bukanlah satu-satunya pemulis sejarah Pattimura
dan yang paling kena-mengena dengan kata "pemerintah" adalah Pemerintah Belanda
saat itu. Kalaupun M. Sapija adalah seorang Kristen dan karena itu hendak
mengkristenkan Pattimura, apakah tuduhan yang sama bisa kita timpakan kepada
penulis-penulis Belanda?
M. Nour Tawainella harus lebih jujur dan lebih ilmiah untuk meneliti seluruh data
tentang Pattimura, dan bukan seenaknya menggunakan satu pengarang sebagai
objek bantahan dan menggunakan "pemerintah" tanpa penjelasan lengkap. Kesan
seolah-oleh menyembunyikan data yang berkelimpahan tentang Pattimura, telah
mendatangkan kecurigaan terhadap niat penulisan Sdr. M. Nour Tawainella.
Sdr. M. Nour Tawainella selanjutnya mengatakan, "Ahmad Lussy atau dalam bahasa
Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti
yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam
Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan
sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku
disebut Kasimiliali.
Sdr. M. Nour Tawainella mungkin lupa bahwa orang Maluku umumnya punya "marga"
atau "fam", apalagi seorang raja. Pada bagian berikutnya kita akan lihat bahwa
masalah "marga/fam" ini mendapat penekanan Sdr. M. Nour Tawainella, tetapi di sini,
sang sultan yang memimpin suatu kejajaan Islam Maluku, ternyata tidak bermarga.
Apakah si sultan turunan orang Jawa atau anak transmigran?
Sdr. M. Nour Tawainella mengatakan, "Ada kejanggalan dalam keterangan di atas.
Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan
dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak
ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang
leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman."
Sebenarnya, kejanggalan justeru ada pada sejarah karangan Sdr. M. Nour Tawainella
sendiri. Sebelumnya beliau mengatakan bahwa "Kasimillah adalah sebutan" yang
berakar dari kata "Kasimillah" (Kazim Allah/Asisten Allah) dan bukan sebuah marga.
Sekarang, ketika menyanggah M. Sapija, Sdr. M. Nour Tawainella mengaku bahwa
"Kasimiliali" adalah sebuah marga.
Sebagai seorang sejarawan yang berasal dari Maluku, Sdr. M. Nour Tawainella
seharusnya tahu persisi bahwa yang dimaksudkan dengan "negeri" di Maluku Tengah
adalah "Kerajaan", dan seorang "kepala negeri" adalah "Raja". Demikian pula,
sebutan terhadap raja suatu negeri selalu "Raja --nama negeri" seperti, Raja Tulehu,
raja Hitu, Raja Halong dll. dimana Tulehu, Hitu dan Halong adalah nama negri atau
kerajaannya.
Sdr. M. Nour Tawainella kemudian menyimpulkan bahwa, "Jadi asal nama Pattimura
dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sedangkan Mattulessy
bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy. Dan Thomas Mattulessy
sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku."
Dalam hal ini, harus saya katakan bahwa M. Nour Tawainella telah berdusta dan
menipu banyak orang yang tidak tahu tentang Maluku. "Matulessy" adalah sebuah
marga yang sekarang mayoritas berasal dari negeri Ulath, di pulau Saparua,
sementara Pattimura sendiri adalah "Gelar" yangf berarti "yang murah hati." Marga
"Lussy" adalah marga yang asing di Maluku, kecuali "Lessy", atau "Haulussy", dan
penggabungan "Mat" dan "Lussy" menjadi "Matulessy" terdengar tidak wajar.
Sdr. M. Nour Tawainella mencoba mengandalkan sejarawan luar Maluku untuk
membenarkan pendapatnya. Katanya, "Berbeda dengan Sapija, Mansyur
Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai
sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam.
Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura."
Hal ini mengingatkan saya pada tokoh pengebom yang masih buron (atau akan buron
selamanya), "Idiamin Tabrani Pattimura", yang beragama Islam. Apakah nama
"Idiamin" itu bukan berasal dari "Idi Amin Dada", bekas presiden dan tiran Uganda?
Apa hubungan nama Idi Amin dengan Islam? Demikian juga, Pattimura tidak ada
hubungannya dengan Islam, selain kebiasaan mengadopsi nama dan marga seperti
marga "Ambon" yang tidak pernah dimiliki oleh warga Kristen Maluku.
Akibatnya, sejarawan luar Maluku ini lalu mengatakan bahwa "mayoritas
kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan
Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab
menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak
dikenal dengan Maluku."
Pertama, akan sukarlah bagi sejarawan ini untuk menemukan bekas-bekas Kerajaan
Ambon, yang saya sendiri tidak pernah dengar. Kedua, sebutan itu seharusnya
"Jaziratul Muluk Salam" atau "Negeri Raja-raja Salam/Islam", sebab istilah "Negeri
Raja-raja" saja tidak menunjukkan dominasi kerajaan Islam. Istilah ini benar hanya
dalam hal banyaknya kerajaan, sebab seperti yang saya katakan tadi, sebuah negeri
adalah sebuah kerajaan yang sekarang diubah menjadi desa. Hitung saja Desa Adat
di Maluku dan anda akan temukan jumlah kerajaannya.
Masih dengan sejarawan yang sama, dikatakan bahwa, "Mansyur pun tidak
sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan
Kristen. Penulis buku Menemukan Sejarah (yang menjadi best seller) ini mengatakan,
"Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat),
banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid
daripada gereja."
Pada akhirnya, keseriusan sejarah harus dibumbui dengan tetak-bengek yang tidak
berharga. Kenapa? Karena tulisan sejarahnya sendiri tidak berbobot dan tidak
mengandung kebenaran! Anjuran menetapkan Kristen atau Islamnya Maluku dari
udara adalah ide yang terlalu kekanak-kanakan. Hal itu bergantung dari apakah
Gereja atau Mesjid yang sudah musnah saat ini (dan saya tahu persis itu Gereja). Hal
itu juga bergantung dari berapa banyak Gereja atau Mesjid yang biasanya terdapat di
satu desa. Penulis tahu persis kebiasaan Muslim (terutama pendatang) untuk
mendirikan Mesjid di antara 10-20 keluarga, sementara satu negeri Kristen cukup
punya satu Gereja (apalagi sekarang izin bangunnya seperti harus diminta ke Sorga
--sulitnya bukan main). Begini sajakah logika dan kapasitas sejarawan yang mengaku
sebagai pembela Muslim?
Entah Sdr. M. Noer Tawainella atau Sdr. Mansyur Suryanegara, tapi akhir perlawanan
Pattimura kemudian diceritakan sebagai berikut. "Berulangkali Belanda mengerahkan
pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula
Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan
yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan
rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap
Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya
menjalani hukuman mati di tiang gantungan."
Cerita ini hanyalah isapan jempol yang didramatisir seakan-akan Belanda di Maluku
itu lain dengan Belanda di Jakarta. Pattimura dan kawan-kawan tertangkap melalui
penghianatan orang Maluku sendiri (ketika saya masih SD, dikatakan atas prakarsa
Patih Akong) melalui sebuah pesta yang sengaja diadakan untuk itu. Teman
seperjuangan Thomas Matulessy adalah Philip Latumahina (Kristen), Said Parintah
(Muslim), Anthony Rhebok (Indo-Belanda, Kristen) dan Christina Martha Tiahahu
(Kristen). Mudah-mudahan Cristina Martha Tiahahu tidak nanti diubah menjadi Sitti
Subaedah Tinggalngaku, oleh sejarawan-sejarawan kesiangan seperti ini.
Seharusnya, majalah atau surat kabar Suara Hidayatullah tidak memuat tulisan
pemutar-balikkan kebenaran sejarah seperti "Kapitan Ahmad `Pattimura' Lussy" ini.
Umat muslim juga harus hati-hati agar tidak tertipu dan dimanjakan oleh
tindakan-tindakan tidak bermoral yang katanya dilakukan untuk membela Islam.
Mereka-mereka ini bukan pahlawan pembela Islam, tetapi sebaliknya adalah peleceh
dan perontok derajat Islam di mata dunia. Mereka miskin rasa malu. Warga Kristen
sendiri tidak perlu marah, tetapi harus mengasihani orang-orang seperti ini di dalam
doa dan harapan yang baik. Secara umum, orang seharusnya sudah bisa melihat dan
mengenal otak-otak di balik kerusuhan Maluku dan motivasinya. Sayang, seperti kata
Nabi Habakuk, "keadilan dan kebenaran muncul terbalik" di negeri ini.
Tuhan Yesus Kristus kiranya mengampuni kita semua dan mepaskan kita dari
belenggu dusta dan kemunafikan, supaya sengsara ini bisa segera berakhir dan kita
bisa meyusuli bangsa lain yang sudah jauh di depan di dalam begitu banyak hal.
Salam Sejahtera!
JL.
|