The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Lintas Kerusuhan Maluku No. 6


CRISIS CENTRE DIOCESE OF AMBOINA
Jalan Pattimura 32 – Ambon 97124 – Indonesia
Tel 0062 (0)911 342195 Fax 0062 (0)911 355337
E-mail:
crisiscentre01@hotmail.com

Lintas Kerusuhan Maluku No. 6: 1-15 September 2002

Menjelang pemilihan Gubernur Propinsi Maluku

Dalam bulan Desember 2002 berakhirlah masa jabatan Dr. Ir. M. Saleh Latuconsina sebagai Gubernur Propinsi Maluku. Selama bulan Agustus dan September ada banyak spekulasi tentang siapa nanti pada tgl. 11 November hendak dipilih menjadi Gubernur yang baru untuk periode tahun 2002 hingga tahun 2007. Dari beberapa pihak diusulkan untuk menunda pemilihan hingga bulan Januari 2003, demi mengamankan perayaan Idul Fitri dan Natal / Tahun Baru mendatang. Ada juga usulan untuk diangkat seorang "caretaker" dulu. Kedua usulan itu rupanya kurang disetujui Mendagri.

Ledakan bom

Pada tgl. 5 September 2002, pada jam 5.40 sore, kota Ambon kembali dikejutkan dengan meledaknya sebuah bom, kali ini bertempat di tribune Lapangan Merdeka di pusat kota. Pada saat itu sejumlah atlit baru saja selesai latihan olahraga dalam rangka persiapan partisipasi dalam Pelatnas di Jayapura. Empat gadis muda meninggal dunia akibat terkena serpihan bom, sedangkan tujuh orang lain dilukai. Korban-korban berasal dari kedua komunitas: baik Islam maupun Kristen.

Perayaan HUT Kota Ambon

Perayaan HUT ke-427 Kota Ambon dimeriahkan dengan berbagai kegiatan, antara lain dengan gerak jalan dari Halong ke Passo. K.l. 200 regu mengambil bagian dalam kegiatan tersebut, baik Kristen maupun Muslim, tua dan muda. Ribuan penonton menyoraki regu-regu itu sambil mengagumi berbagai atribut dan musik atau lagu kelompok-kelompok itu.

Perayaan resmi pada tgl. 7 September 2002 direncanakan akan berlangsung di Lapangan Merdeka. Namun mengingat peristiwa naas yang terjadi dua hari sebelumnya di lokasi itu juga, maka upacara tersebut dialihkan ke halaman di depan Kantor Walikota di samping Lapangan Merdeka dan dilangsungkan dengan cara sederhana namun khidmat.

Penembakan fatal di Kulur

Pada Hari Minggu pagi, tgl. 8 September 2002, di dekat desa Islam Kulur, Pulau Saparua, tiga orang menemui ajalnya terkena peluru. Para korban semuanya wanita, umurnya 12, 13 dan 27 tahun. Pada saat naas itu mereka berada di pantai sementara mencari bia (siput). Ketiga jenazah segera dibawa ke Ambon. Setibanya di RS Al-Fatah, massa Muslim bereaksi amat emosional dan menuduh orang Kristen dari desa Porto, sebuah desa k.l. 12 km. di sebelah Tenggara Kulur, sebagai pembunuh. Massa Islam – rupanya terutama warga Ambon yang berasal dari Kulur – melampiaskan amarahnya terhadap beberapa mobil orang Kristen yang lewat Galunggung pada perjalanannya dari Passo ke Ambon. Selain menghujani mobil-mobil itu dengan batu – menyebabkan beberapa di antara para penumpang terluka – mereka pun berhasil membunuh seorang sopir taksi; jenazahnya serta mobilnya lalu dibakar. Kep! ala desa Porto menyangkal dengan tegas keterlibatan seorang warganya terlibat dalam kasus ini.

Syukurlah kedua kasus ini tidak memecah-belahkan lebih lanjut kedua komunitas, sekalipun untuk sementara waktu orang kristen menghindari jalur Batumerah-Galunggung. Namun para teroris belum juga putus harapan; buktinya beberapa hari kemudian di pasar Baku Bae dekat hotel Amans ditemukan beberapa bom … sebelum meledak.

Seruan GPP

Pada tgl. 10 September Gerakan Perempuan Peduli mengirim sebuah pernyataan kepada mass media setempat, ditandatangani oleh wakil-wakil dari ketiga komunitas (Protestan, Islam, Katolik) sbb.:

SUARA KEPRIHATINAN KAUM PEREMPUAN

(1) Kami Gerakan Perempuan Peduli dengan ini menyatakan keprihatinan yang dalam dan penyesalan yang sungguh terhadap berbagai peristiwa kekerasan yang kembali terjadi di Ambon dan sekitarnya. Sebab selama ini rakyat kecil yang tidak berdosalah yang dijadikan korban, termasuk kaum perempuan dan anak-anak.

(2) Korban akibat ledakan born (di Mardika, Lapangan Merdeka), akibat tembakan senapan standar (desa Kulur), akibat ledakan ranjau (di Waiheru, Suli, Galala, Porto), akibat kekerasan massa (di Galunggung) sebagian besarnya adalah kaum perempuan dan anak-anak. Kami bingung dengan kenyataan ini. Pertanyaan kami adalah, untuk tujuan apakah rakyat kecil apalagi kaum perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa dibantai? Sudah separah itukah moral bangsa ini? Di manakah peri kemanusiaan yang adil dan beradab yang merupakan salah satu sila dari Pancasila, dasar negara Indonesia, yang kita banggakan itu? Kalau tujuannya untuk memprovokasi massa agar konflik kembali meledak di Maluku, maka kami merasa kasihan dengan para perancang dan pelakunya, s! ebab mereka bukan lagi manusia karena tidak ada manusia tanpa nurani.

(3) Kami mendengar pernyataan Bapak Pangdam XVI Pattimura, bahwa kekerasan di Ma1uku ini punya siklus 5-6 bulan dan kami bergembira bahwa Bapak Pangdam telah melihat kecenderungan itu. Tetapi kami bertanya kenapa Pak Pangdam tidak menyiagakan aparat keamanan di daerah ini untuk mengantisipasi ledakan kekerasan tersebut? Bukankah jumlah personil aparat keamanan di daerah ini cukup banyak dan mereka punya keah1ian khusus di bidang keamanan? La1u kenapa pembantaian terhadap rakyat yang tidak berdosa terus berlangsung?

(4) Kami yakin TNI dan POLRI masih sangat kuat. Oleh karena itu jangan biarkan kepercayaan rakyat terhadap TNI dan POLRI goyah karena setiap kali kecolongan oleh ulah para penjahat yang membantai rakyat yang seharusnya berada di bawah naungan TNI dan POLRI.

(5) Kami menghimbau semua masyarakat Maluku, yang Muslim maupun yang Kristen, untuk jangan memberi diri digunakan oleh siapapun juga untuk melakukan kejahatan kepada sesamanya manusia, sebab hal ini tidak direstui oleh Allah.

(6) Demikianlah suara keprihatinan kami sebab kami tidak tahu lagi apa yang harus karni lakukan selain meminta dengan sangat kepedulian Pemerintah cq Penguasa Darurat Sipil dan aparat keamanan terhadap keselamatan rakyat banyak di daerah ini.

Ambon, 10 September 2002

Gerakan Perempuan Peduli

(ttd) Ny. M.M. Hendriks, Ny. Lela Suat, Sr. Brigitta Renyaan PBHK

Kunjungan Kapolri

Pada tgl. 12 September 2002, Kapolri Da'i Bachtiar datang ke Ambon untuk kunjungan selama beberapa jam. Kepada mass media ia mengaku bahwa hingga kini para pelaku aksi-aksi teror akhir-akhir ini, belum ditemukan dan bahwa hal itu antara lain disebabkan karena kurang sinergi di kalangan intelijens. Ia pun menyatakan bahwa di tingkat pusat kini sementara diselidiki sejauh mana konflik di Aceh, di Posso, di Maluku dan di Papua saling berkaitan. Dalam konteks itu ia – barangkali di bawah pengaruh pemberitaan yang berat sebelah – menyebutkan konflik Maluku "konflik separatis".

Pada perjalanan pulang ke Laha, ia meninjau sejenak asrama Brimob di Tantui. Kompleks itu, setelah dihancurkan massa pada tgl. 21 Juni 2000, kini sebagian besar telah dibangun kembali.

Konperensi pers oleh Mgr. P.C.Mandagi MSC

Mgr. P.C.Mandagi MSC, uskup diosis Amboina, mengadakan konperensi pers pada tgl. 14 September. Kami menyebut di sini hanya beberapa butir pandangan beliau yang menyolok yaitu:

- Apa gerangan motivasi segelintir orang kriminal dengan aksi-aksi teror mereka?

Mungkin mereka mengharapkan keuntungan ekonomis bagi dirinya jika konflik dihidupkan kembali. Atau ada orang yang melalui konflik ini berharap akan memperoleh atau mempertahankan jabatannya atau naik pangkat atau dipromosikan pada sebuah jabatan tertentu. Khusus dalam konteks suksesi Gubernur Maluku, dalam situasi konflik, pemilihan Gubernur dapat dibatalkan dan ditentukan seorang "caretaker", yang tentu diharapkan oleh kelompok pengacau itu, akan berasal dari kalangan mereka.

- Seperti sudah disebut oleh Kapolri pada kunjungannya ke Ambon baru-baru ini, boleh jadi bahwa kerusuhan di beberapa daerah di Indonesia ini berkaitan satu sama lain. Jika demikian, maka ternyata ada suatu jaringan nasional, malah barangkali jaringan internasional. Mungkin mereka ingin membuktikan bahwa Indonesia tidak aman, bahwa pemerintahannya lemah. Maka bagi mereka, supaya Negara Indonesia aman, pemerintah yang sekarang ini harus ditumbangkan dan diganti. Dengan semua kejadian teror itu mereka berharap supaya rakyhat memberontak, lalu dari pemberontakan itu mereka akan mengambil keuntungan politik, maksudnya: kelompok merekalah yang akan berkuasa di Indonesia.

- Ternyata di Maluku tindakan-tindakan teror itu tidak menimbulkan kembali konflik antara komunitas kristen dan muslim. Rakyat Maluku tidak lagi terprovokasi untuk menciptakan konflik. Hal ini merupakan suatu kemajuan besar: ternyata rakyat Maluku sudah menjadi orang yang sungguh bermoral: cinta damai, cinta akan sesama tanpa memandang suku, agama dll.; lebih mendalam pada diri mereka hidup beriman dan beragama. Maklumlah setiap agama adalah anti kekerasan, suka damai dengan sesama, saling menghargai dan menghormati.

(s/d Report 319)

C.J.Böhm msc, Crisis Centre Keuskupan Amboina
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/soija2002
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044