KOMPAS, Rabu, 2 Oktober 2002
Ba'asyir Adukan "Time" dan Reporternya ke Polisi
Jakarta, Kompas - Ustad Abubakar Ba'asyir yang didampingi Ketua Tim Pengacara
Muslim M Mahendradatta, Selasa (1/10) kemarin, mendatangi Kantor Korps Reserse
Kepolisian RI (Polri) di Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta Selatan. Di sana ia
mengadukan majalah Time serta reporternya, Jason Tedjasukmana dan
rekan-rekannya, yang telah melakukan perbuatan pencemaran nama baiknya.
Menurut Mahendradatta, Ba'asyir sangat terpukul dengan pemberitaan yang dilansir
majalah Time edisi 23 September lalu dengan judul Confessions of an Al Qaeda
Terrorist pada halaman 23 hingga 27. "Yang lebih membuat Ustad Ba'asyir
tersinggung, ketika ia disebut sebagai perencana peledakan bom di Masjid Istiqal."
Sebab, lanjut Ketua Tim Pengacara Muslim itu, "Ustad Ba'asyir itu kan guru agama.
Bagaimana mungkin ia menyuruh meledakkan Masjid Istiqal, sementara masjid itu
adalah bait Allah," ucapnya.
Menanggapi tentang agak terlambatnya pengaduan tersebut dilakukan, menurut
Mahendradatta, hal itu baru bisa dilaksanakan setelah pihaknya melakukan klarifikasi
kepada Duta Besar Amerika Serikat (AS) Ralph L Boyce. "Makanya kami akan minta
Duta Besar Amerika sebagai saksi dalam kasus pencemaran nama baik, sesuai
dengan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Pasal 311 ini, serta Din
Syamsuddin (Wakil Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah-Red) yang mendengarkan
langsung kata-kata Duta Besar Amerika saat dilakukan klarifikasi tersebut," katanya.
Dalam klarifikasi tersebut, menurut Mahendradatta, Duta Besar Amerika mengakui
kalau dokumen yang dikutip majalah Time itu bukan dokumen dari CIA.
Penjualan dokumen negara
Selain majalah Time, Ba'asyir juga mengadukan Jason Tedjasukmana dan
rekan-rekan reporter Time lainnya yang menulis berita tersebut. "Bahkan, Jason juga
bisa dikenai Pasal 112 KUHP yang merupakan penjualan rahasia negara kepada
negara asing. Bagaimana mungkin Jason tidak memberitahukan kepada polisi,
sementara ia tahu akan terjadi perbuatan makar atau pembunuhan terhadap kepala
negara," kata Mahendradatta.
Ditanya, kenapa tidak menggunakan prosedur hak jawab lebih dulu sebelum
melangkah ke masalah hukum, Mahendradatta mengatakan, untuk majalah Time
berbeda perlakuannya. "Sebab, menurut Pasal 16 Undang-Undang Pers Nasional
Nomor 40 Tahun 1999, untuk pers asing itu akan diatur sendiri. Jadi tidak bisa
menggunakan prosedur hak jawab seperti pada pers nasional," tuturnya. (NIC)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|