The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Geliat Ekonomi, Geliat Kota Ambon


KOMPAS, Senin, 9 September 2002

Geliat Ekonomi, Geliat Kota Ambon

kompas/pepih nugraha

[Photo: Mulai Macet - Menggeliatnya perekonomian di Kota Ambon ditandai terjadinya kemacetan lalu lintas di beberapa tempat, seperti di Jalan Sultan Babulah, Kota Ambon, Jumat (6/9) lalu.]

JANGAN lagi bicara "Obet" atau "Acang" di Ambon. Paling tidak kedua sebutan itu sudah tidak terdengar lagi di Pasar Netral di Pantai Mardika. Sejak dua bulan lalu, kedua istilah yang lahir pascakerusuhan Ambon 19 Januari 1999 sudah jarang terdengar lagi. "Obet" dari kata Robert adalah sebutan bagi komunitas Kristen. "Acang" dari Hasan adalah sebutan bagi komunitas Islam. Sedang "Acong" yang kadang terdengar, adalah sebutan bagi warga keturunan Cina. Sekarang tidak ada lagi sebutan Obet atau Acang, Pak", kata Agus Sadikin (22), pria Buton asal Namlea yang sehari-hari berjualan di Pasar Netral, belakang Hotel Ambon Manise (Amans).

Pagi itu, awal September lalu, pemuda lajang ini tengah asyik melayani Patty, wanita Kristen asal Gunung Nona yang berbelanja cabai merah dan jeruk nipis. Patty membenarkan bahwa sebutan untuk masing-masing komunitas itu sudah tidak ada lagi.

"Sekarang kami menyebut saudara-saudara kami yang Kristen dengan Orang Atas, sedang Orang Atas menyebut kami yang Islam dengan 'Orang Bawah'. Untuk Acong kami biasa menyebut Orang Putih," tutur Agus lagi.

Sebutan 'Orang Atas' hanya untuk menunjukkan bahwa komunitas Kristen tinggal di daerah perbukitan seperti di Batu Gajah, sedangkan wilayah yang lebih rendah kebetulan banyak dihuni komunitas Islam.

Pagi itu, aktivitas di Pasar Netral sebagaimana layaknya sebuah pasar. Ramai dengan orang yang baku tawar, belum lagi deru mikrolet yang lewat atau deram mesin motor ojek yang mangkal menawarkan jasa.

KOTA Ambon berangsur pulih. Itulah kesan yang tampak saat melihat Ambon di pagi hari. Perekonomian sudah menggeliat, ditandai dengan perputaran uang di Pasar Netral, saat Matahari pagi belum menampakkan diri di ufuk timur.

Becak pengangkut sayur, ikan dan kebutuhan lainnya yang dibutuhkan komunitas Kristen sudah parkir di mulut jalan, seakan-akan mengepung zona perdagangan bebas yang hampir seluruh pedagangnya dari kalangan Muslim. Tidak ada yang aneh dari berbaurnya dua komunitas yang pernah saling bermusuhan di Ambon itu.

Kalaupun ada yang berbeda, yakni telah hapusnya "Pasar Zona Bakubae", pasar dadakan di depan Hotel Amans yang selalu ramai di pagi hari, namun senyap di siang hari.

Sejak April lalu, berangsur-angsur zona perdagangan bebas itu telah berpindah beberapa meter saja ke bagian belakang hotel. Namanya pun sudah berganti menjadi "Pasar Nehtral", yang menunjukkan bahwa siapa pun berhak bertransaksi di tempat yang berlokasi di tepi pantai ini, tanpa harus risau dengan latar belakang suku atau agamanya.

"Di tempat ini jauh lebih enak, lebih luas, daripada di depan hotel dulu. Tidak terkena macet karena ini tidak di pinggir jalan", kata Rulando (42), pedagang ikan asin.

Geliat ekonomi Kota Ambon bisa dilihat sejak Matahari terbit. Sebut saja Pasar Netral ini. Sebelumnya, saat bernama Pasar Zona Bakubae jumlah pedagang hanya 100, tetapi di Pasar Netral jumlahnya membengkak mencapai 400! Pedagang menyewa lapak memanjang empat baris, yang disediakan pemerintah daerah setempat.

Di pasar kaget serupa di Jalan Dr Tamalea, hampir seluruh trotoar sudah dikuasai para pedagang kaki lima. Bedanya bila di Pasar Netral orang berjualan kebutuhan sehari-hari, di pasar kaget depan Universitas Pattimura orang berjualan pakaian dan barang kelontong. Di Jalan Sultan Babulah depan Mesjid Al-Fatah, kehidupan berdenyut mulai pukul 17.00 sampai pukul 20.00, di situ pedagang berjualan berbagai jenis barang dan makanan.

KOTA Ambon yang mulai pulih sebenarnya sudah terasa di Bandara Pattimura. Minggu petang, 1 September lalu, pesawat Merpati jenis Fokker 100 yang melayani rute Jakarta-Makassar-Ambon penuh oleh penumpang. Pintu tunggal pesawat di bagian kiri memuntahkan seluruh penumpangnya yang antre giliran turun. Amat beragam, dari wanita berbusana muslimah, wanita berkalung salib, atau warga keturunan Cina. Kemajemukan sudah menjadi pemandangan sehari-hari di bandara yang masih direnovasi itu.

"Kota Ambon sudah aman sekarang. Anda lihat sendiri, warga keturunan Cina pun sudah mulai ramai berdatangan," kata seorang warga Kota Ambon yang mengaku kerap pergi-pulang Jakarta-Ambon. Di bandara yang berada di Laha itu, memang, dia masih memilih taksi yang dioperasikan komunitas Kristen. Pembagian taksi untuk komunitas Islam maupun Kristen masih ada. Sebagian besar taksi hanya bisa sampai ke Hative Besar. Dari pelabuhan kecil itu, orang harus ganti pakai speedboat untuk sampai ke Kota Ambon.

Ada satu lagi kemajuan, kendaraan sudah bisa melintas jalan raya tanpa terhalangi barikade yang sengaja dibuat penduduk, mulai dari Laha, Hative Besar, Passo, sampai Kota Ambon. Sopir taksi ada yang masih kurang pede (percaya diri-Red) jika diminta menembus Kota Ambon. Tetapi satu hal, barikade yang menjadi momok bagi warga Ambon sudah lenyap dari permukaan jalan. Orang bisa menyusur jalan raya mulus yang berbentuk busur melengkung itu dengan nyaman sambil menikmati bentangan laut biru di sebelah kanan jalan.

Menurut salah seorang pegawai bank pemerintah yang bekerja di Ambon, keadaan aman seperti ini-barikade lenyap dari jalan raya Laha-Ambon (kurang lebih 50 kilometer)-sudah berlangsung dua bulan. "Sejak Pak Hamzah (Wapres-Red) datang," katanya.

Dia mengakui, orang tetap belum pede apabila harus pergi sendiri. Terlebih lagi, angkutan kota yang melayani trayek Bandara-Kota Ambon, belum berani beroperasi lagi. "Dulu sebelum terjadi kerusuhan, ongkosnya hanya seribu rupiah," katanya lagi.

Kalau mau cepat sampai ke Kota Ambon dari Bandara Pattimura, pilihan lain tersedia, yakni mobil sewaan yang dioperasikan tentara. "Kalau Anda mau, saya punya mobil yang siap mengantar sampai Kota Ambon. Tidak mahal, seratus lima puluh ribu rupiah. Tetapi kalau sampai Hative Besar, cukup lima puluh ribu rupiah saja," kata seorang tentara berpangkat sersan kepala yang bertugas di Bandara Pattimura dengan senjata laras panjang tergenggam.

WALI KOTA Ambon Jopie Papilaja, saat ditemui Kompas, Senin (2/9) lalu, tidak ragu menyebut Kota Ambon sebagai "lebih membaik dan humanis".

Ekonomi kerakyatan yang tanpa harus diatur pemerintah berjalan dengan sendirinya. Penciptaan "pasar" dalam pengertian bertemunya penjual dengan pembeli untuk saling bertransaksi sebagaimana hukum ekonomi, harus lebih banyak diciptakan. Begitu pun sarana dan prasarana penunjang menuju terciptanya "pasar" itu harus disediakan. Sebagai bukti telah berkembangnya perekonomian Kota Ambon, terukur lewat perputaran uang yang menurut Papilaja naik 20 sampai 30 persen dibanding tahun lalu. "Saya tidak tahu persis berapa puluh milyar kalau itu dirupiahkan," katanya.

Data dari Pemerintah Kota Ambon menunjukkan, ketika kerusuhan pecah tiga setengah tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Kota Ambon minus 24 persen; tahun 2002 sekarang sudah mencapai 3 sampai 4 persen. Kontribusi pertumbuhan ekonomi terbesar tercatat dari aktivitas perdagangan. Data dari Pemerintah Provinsi Maluku sebagaimana diungkapkan Gubernur Saleh Latuconsina menunjukkan, pertumbuhan ekonomi sampai 2002 minus 1,95 persen. Namun, pertumbuhan ini naik dibanding tahun lalu yang minus 2,92 persen.

Secara sadar, Pemerintah Kota Ambon sebagaimana dikatakan Papilaja, terus menciptakan sebanyak mungkin tempat transaksi ekonomi antarwarga masyarakat dengan maksud untuk menciptakan saling ketergantungan antarkomunitas. Dengan saling tergantung, tercipta suasana saling membutuhkan, yang dengan sendirinya mengubur kenangan masa lalu yang pahit. Dan, tempat dimana antarwarga saling tergantung itu ditandai adanya instrumen perekonomian yang disebut pasar.

Dilihat dari neraca moneter, bila pada tahun 2001 uang keluar lebih tinggi dengan selisih 15 sampai 20 persen, maka pada tahun 2002 ini uang mulai masuk menggerakkan perekonomian Kota Ambon meski baru 10 persen.

Salah satu tugas berat Pemerintah Kota Ambon yaitu mengupayakan agar para usahawan dan investor kembali mau masuk ke Kota Ambon. Pada tingkat provinsi, ini pun menjadi pemikiran Gubernur Latuconsina.

Meski ada beberapa pengusaha yang mulai membuka kembali lahan usaha, namun itu hanya bisa dihitung dengan jari akibat masih tertanamnya keraguan akan situasi, yang menurut mereka belum pulih benar. Oleh karena itu, sementara ini yang menggerakkan perekonomian Kota Ambon yang kini mulai menggeliat adalah para pedagang dan pengusaha kecil.

SAAT kerusuhan terjadi, sekitar lima sampai enam ribu karyawan langsung menganggur karena tempat kerja mereka berubah menjadi arang dan jelaga. Buruh atau karyawan itu praktis beralih profesi sekadar mempertahankan hidup, mulai menjadi pedagang, tukang ojek sepeda motor, penarik becak, sampai buruh kasar.

Adapun para pengusaha yang masih punya aset berupa tanah dan lahan usaha, sampai hari ini belum berani kembali ke Ambon untuk memutar kembali roda usahanya. "Tantangan kami adalah menghidupkan kembali sektor usaha ini, para pengusaha harus dijamin rasa aman dalam berusaha," kata Gubernur Latuconsina.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Ambon untuk menarik kembali para pengusaha yang masih enggan masuk ke Kota Ambon, selain meminta reschedulling (penjadwalan) kepada kreditor (bank) bagi pengusaha yang pernah terkait kredit, juga bekerja sama dengan Pangdam merangkap Pangkoopslihkam (Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan) Mayjen TNI Djoko Santoso menyusun sebuah agenda pengamanan.

"Pangdam sudah berjanji akan memberi jaminan keamanan bagi para pengusaha, termasuk keamanan berinvestasi," kata Wali Kota Papilaja.

Menggeliatnya perekonomian rakyat tidak lepas dari keamanan yang semakin membaik. Dua tahun lalu saling percaya antara komunitas Islam dan Kristen amat tipis, sekarang saling percaya sudah pulih. (Pepih Nugraha)

Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/unpatti67
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044