KOMPAS, Selasa, 15 Oktober 2002
FBI Bantu Ungkap Kasus Bom Bali
Jakarta, Kompas - Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat (AS) menyatakan
kesediaannya membantu Kepolisian Daerah (Polda) Bali untuk mengungkap kasus
peledakan bom di Jalan Legian, Kuta, Bali, yang menewaskan sedikitnya 182 orang,
Sabtu (12/10) malam.
Bantuan serupa juga datang dari Polisi Federal Australia (AFP). Selain kedua tim
tersebut, Polda Bali juga dibantu Polda Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk
menuntaskan kasus peledakan bom di Kuta itu.
"Kita terbuka terhadap berbagai bentuk kerja sama bilateral atau kolektif dengan
negara lain dalam upaya memerangi terorisme, termasuk joint investigation ataupun
pertukaran informasi intelijen," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda
usai mengadakan pertemuan dengan para perwakilan asing di Departemen Luar
Negeri, Jakarta, Senin (14/10).
Perihal adanya bantuan FBI itu juga dibenarkan Kepala Badan Hubungan Masyarakat
(Humas) Mabes Polri Inspektur Jenderal Saleh Saaf. Akan tetapi, ia belum
mengetahui detail dari bantuan tersebut.
Ia mengatakan, jajaran Kepolisian Negara RI (Polri), tambah Saleh, terbuka bagi
negara mana pun yang ingin memberikan bantuan tenaga penyidiknya. "Tidak ada
masalah soal itu, sebab kami pun selama ini juga sudah memiliki hubungan Interpol."
Ditegaskan, "Cuma kalau mereka datang diam-diam dan melakukan penyidikan
sendiri, itu yang tidak boleh."
Sedangkan Pemerintah Australia maupun Inggris sejauh ini, menurut Saleh, baru
menyampaikan kesediaan mereka untuk memberi bantuan kemanusiaan. "Seperti
Australia, selain memberi bantuan tenaga medis, bahkan mereka juga sudah
mengevakuasi 41 warga negaranya yang menjadi korban dalam ledakan tersebut,"
ujarnya.
Menyinggung tentang jenis bahan peledak yang digunakan di Jalan Legian itu, Saleh
mengutarakan, hingga saat ini pihak Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Markas
Besar Polri belum dapat memastikan jenis bahan peledak yang dipergunakan.
"Namun, ada kesamaan dengan jenis bahan peledak yang dipergunakan di depan
kediaman resmi Duta Besar Filipina untuk Indonesia, di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan
Menteng, Jakarta Pusat, yakni menggunakan bahan TNT (trinitrotoluene-Red). Tetapi
itu pun sedang diteliti," ungkapnya.
Berkaitan dengan peristiwa pengeboman yang menewaskan banyak wisatawan asal
Australia itu, Komite Keamanan Nasional Australia, kemarin, menggelar rapat khusus
untuk merencanakan tindakan tegas pada ancaman teror.
Setelah rapat tersebut, pada pukul 14.00 waktu Australia Timur, Perdana Menteri
(PM) John Howard diagendakan menyampaikan pidato di hadapan parlemen Australia
mengenai situasi di Bali. Di antara anggota Komite Keamanan Nasional Australia juga
terdapat Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, serta Jaksa Agung Australia.
Sehari sebelumnya, Minggu, Howard menyatakan kepada media massa tentang
rencana pemerintahnya untuk mengkaji ulang sistem keamanan antiteroris Australia.
Ia juga mendesak Indonesia untuk memberi izin bagi negara-negara lain memberi
bantuan menangani terorisme di seluruh wilayah kepulauannya.
Menurut Howard, ia menghormati kedaulatan Indonesia dan memahami ini adalah
persoalan yang sensitif. Namun, dibutuhkan kemauan dari Pemerintah Indonesia
untuk duduk bersama dan mendiskusikan cara-cara untuk menangani masalah teror.
FBI dalam perjalanan
Sementara itu, dari Washington dilaporkan, sebuah tim dari FBI sedang dalam
perjalanan menuju Bali untuk membantu penyelidikan kasus peledakan bom di sana.
Para ahli AS menduga, para pelaku peledakan bom di Bali memiliki hubungan dengan
jaringan Al Qaeda yang melancarkan serangan, pekan lalu, yang menewaskan
seorang anggota Marinir AS di Kuwait. Para ahli juga menyatakan, ledakan yang
menghancurkan sebuah kapal tanker raksasa milik Perancis di dekat Yaman, pekan
lalu, itu memiliki kemiripan dengan serangan yang dilakukan atas kapal perusak
Angkatan Laut AS USS Cole yang menewaskan 17 pelaut AS, dua tahun silam, yang
oleh Washington diduga dilakukan oleh Al Qaeda.
Peledakan bom di pulau wisata Bali meningkatkan kekhawatiran AS bahwa Al Qaeda,
jaringan kaum Muslim militan yang dituduh berada di balik serangan 11 September
2001 di AS, telah berhasil mengonsolidasikan diri setelah terusir dari Afganistan oleh
kekuatan militer pimpinan AS. Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS
mengonfirmasikan, dalam peristiwa peledakan bom di Bali setidaknya dua warga AS
ikut tewas dan tiga lainnya cedera.
Seorang pejabat senior AS menyatakan, Al Qaeda sudah lama ada di Indonesia,
negara dengan populasi kaum Muslim terbesar di dunia. Namun, ia mengaku tak
memiliki informasi apakah Al Qaeda terlibat dalam peristiwa peledakan bom di Pulau
Dewata.
Periksa saksi
Sementara itu, beberapa saksi sudah diperiksa polisi, termasuk enam warga
setempat yang dimintai keterangan di Kepolisian Sektor (Polsek) Kuta. "Nama dan
jumlah jangan dulu. Yang penting, polisi sudah menerima nama-nama sebagai bahan
informasi penyelidikan lebih lanjut," kata Kepala Dinas Penerangan (Dispen) Polda
Bali Ajun Komisaris Besar Yatim Suyatmo di Denpasar, Senin.
Hal serupa juga dikatakan Kepala Polsek Kuta Ajun Komisaris M Anwar. Menurut dia,
Polsek membantu Poltabes Denpasar dengan mengumpulkan informasi dan
keterangan dari warga sekitar. Sekitar 182 orang meninggal dan ratusan lainnya
luka-luka akibat ledakan dan kebakaran hebat di Sari Club Bar dan Paddy's di Jalan
Legian, Kuta, Sabtu malam.
Ditambahkan, Duta Besar Inggris Richard Gozney juga menawarkan bantuan tim ahli
untuk Polda Bali saat bertemu dengan Kepala Polda Bali Brigjen (Pol) Budi
Setyawan. Namun, Kepala Polda mengharapkan Inggris memberikan bantuan sosial.
"Penyelidikan dan penyidikan tetap dikerjakan gabungan Polda Bali dan Poltabes
Denpasar, dan di-back up tim dari Mabes Polri. Jumlah mereka juga tidak lebih dari
10 orang," katanya.
Pengamanan di lokasi kejadian cukup ketat. Selain dijaga petugas dari Satuan
Sabhara Polda Bali dan Poltabes Denpasar, polisi juga memasang beberapa pita
pembatas (police line) sekitar 50 meter dari tempat kejadian perkara (TKP). Di jalan
depan reruntuhan Sari Club dan Paddy's, beberapa "bule" terlihat menyisir TKP
dengan ditemani petugas Lab Forensik dari Mabes Polri dan Polda Bali. Polisi hanya
bersedia membuka police line terhadap keluarga korban yang ingin berdoa di lokasi
kejadian.
Dua alamat
Sementara itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar menyatakan, kepolisian
sedang menyelidiki keberadaan pemilik kartu identitas yang ditemukan di sekitar
lokasi peledakan bom di Legian Bali. Pemilik kartu identitas tersebut ditengarai
sebagai warga negara Indonesia dan memiliki dua alamat.
"Dua alamat yang ada sudah didatangi, namun yang bersangkutan belum kembali.
Kami masih mencari informasi, apakah dia ikut tewas dalam ledakan bom atau
melarikan diri," ujarnya.
Menurut Da'i, pemilik kartu identitas tersebut belum dapat dipastikan menjadi
tersangka dalam peristiwa yang menelan korban ratusan jiwa tersebut. Namun,
keberadaannya di tempat mobil terbakar di lokasi ledakan akan dapat memberi
keterangan yang sangat berarti bagi penyelidikan.
Meski telah bekerja lebih dari 24 jam, Pusat Laboratorium Forensik belum dapat
memastikan jenis bahan peledak yang digunakan. "Ini termasuk high explosion, dan
itu bisa macam-macam bisa C4, TNT, dan sebagainya. Tetapi yang pasti, si pelaku
sangat menguasai soal bom, dan berpengalaman karena menempatkannya pada
waktu dan tempat yang terpilih, dan itu tidak bisa dilakukan begitu saja, perlu
observasi," Da'i memaparkan.
Untuk itu, Polri memeriksa seluruh catatan peristiwa peledakan bom dari tahun 2000,
2001, dan 2002, melihat kemiripan-kemiripan yang ada di antara peristiwa-peristiwa
itu. "Sebagian besar peristiwa ledakan bom terungkap dan pelakunya ditangkap,
tetapi ada beberapa pelaku yang sampai saat ini masih dicari," kata Da'i Bachtiar,
tanpa bersedia menjelaskan apakah memang ada kaitan antara peledakan bom di
Bali dengan ledakan-ledakan bom sebelumnya.
Kesulitan Identifikasi
Dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, tim forensik yang telah
dibentuk untuk mengidentifikasi mayat mengaku kesulitan mengidentifikasinya.
Pasalnya, tim belum memperoleh data ante mortem (ciri-ciri khusus sebelum
meninggal). Untuk identifikasi jenazah, data ante mortem ini dibutuhkan untuk
dicocokkan dengan mayat yang tidak bisa dikenali atau tinggal kerangkanya saja.
"Jangan sampai ada nama mayat yang tertukar," kata Ketua Tim Forensik Komisaris
Besar dr Edy Saparwoko Sp JP kepada wartawan dalam maupun luar negeri, Senin,
di RSUP Sanglah di Denpasar.
Langkah yang ditempuh tim gabungan dari beberapa perguruan tinggi tersebut untuk
mengidentifikasi mayat, antara lain dengan melakukan rontgen, pemeriksaan
konfigurasi gigi, sidik jari hingga DNA sebagai alternatif. Saat ini ada delapan ahli
forensik dari Makassar, delapan orang dari Jakarta, delapan orang dari Surabaya, 50
orang dari Bali, dan beberapa orang dari Singapura serta Australia.
"Kami belum tahu tentang bagaimana melakukan pemeriksaan identifikasi dengan
DNA," ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Molin Adhiyasa MAS. Saat itu juga
pihak Jerman menawarkan akan membantu penelitian identifikasi dengan DNA.
"Kami membuka Pos Komando Identifikasi Musibah Massal di Kamar Jenazah
Sanglah. Proses identifikasi membutuhkan waktu, sementara proses pembusukan
jalan terus," ujarnya.
Menurut pemeriksaan tim trauma, penyebab utama sehingga banyak korban
meninggal di lokasi, selain karena luka terbakar, juga karena terjadi perbedaan
tekanan secara tiba-tiba sehingga menyebabkan beberapa organ tubuh rusak, seperti
patah tulang dan lever pecah. "Kami akan melengkapi ruangan operasi dengan
pendingin ruangan. Kami juga mengupayakan agar semua korban dengan luka
terbakar dikonsentrasikan di Sanglah," kata Ketua Tim Medis Pascaperistiwa Kuta Dr
Tjakra Wibawa Manuaba SpB. Selain dirawat di Sanglah, korban juga dirawat di 12
RS lainnya di Denpasar.
Data yang disampaikan hingga kemarin sore menunjukkan, korban meninggal
sebanyak 182 orang, terluka sebanyak 309 orang. Dari jumlah terluka itu, 115 di
antaranya telah dievakuasi ke Australia, satu dibawa ke Bangkok. Sebanyak 155
orang terluka diperbolehkan pulang.
Hingga kemarin, di halaman kamar mayat RSUP Sanglah terdapat tiga kontainer,
satu berpendingin dan dua tidak berpendingin. Sementara kontainer berpendingin
milik Sanglah sendiri hanya mampu memuat sepuluh mayat dalam plastik.
Dalam pertemuan antara Gubernur Bali Dewa Made Beratha dan para konsul
negara-negara luar yang berlangsung di Wiswa Sabha di Kantor Gubernur, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Bali Molin Adhiyasa mengungkapkan adanya bantuan
kontainer berpendingin dari Australia empat buah dan dari Inggris dua buah.
Dari seluruh jenazah, hingga kemarin sore, baru 39 jenazah berhasil diidentifikasi
nama dan kewarganegaraannya. Paling banyak berasal dari Australia yaitu 12,
Indonesia 9 orang, Inggris 8 orang, Singapura 5 orang, sementara Jerman, Ekuador,
Perancis, dan Selandia Baru masing-masing satu orang. Satu jenazah lagi bernama
Berry Netherland belum diketahui negara asalnya. Sebanyak delapan jenazah dari
Indonesia dilaporkan telah diambil keluarganya.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Mar'ie
Muhammad mengatakan bahwa pihaknya sedang mendatangkan 200 lembar plastik
pembungkus mayat dari Aceh. Saat ini RSUP Sanglah kesulitan mendapatkan plastik
jenazah yang merupakan barang impor itu.
Selain PMI, Dr Sjahrir, Ketua Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) menyumbang
100 kantung jenazah, juga bantuan berupa empat ton obat-obatan dan alat kesehatan
dari Komunitas Masyarakat di Perth, sedangkan dari Parisadha Hindu Dharma
Indonesia (PHDI) bantuan uang. Sementara menurut Dewa Beratha, Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla telah menyumbang Rp 1 milyar.
(RUL/COK/GSA/ISW/NIC/REUTERS/AFP/MUK/LOK/ELY/OSD)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|