KOMPAS, Rabu, 25 September 2002, 12:59 WIB
Besar Kemungkinan, Kopassus Pelaku Penembakan di Timika
Laporan : Heru Margianto
Jakarta, KCM
KCM/Ilustrasi
Ada indikasi kuat peristiwa penembakan terhadap para guru dan keluarga wraga
negara Amerika Serikat di 62-63 mil Timika, Papua, Sabtu (31/8), lalu dilakukan
pasukan terlatih di luar kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM). Elsham Papua,
dari hasil investigasinya yang disampaikan kepada pers di Kantor LBH, Jakarta, Rabu
(25/9) mengungkapkan kemungkinan besar penembakan itu dilakukan oleh Kopassus
(Komando Pasukan Khusus TNI AD), terkait dengan kepentingan ekonomi yakni
menyangkut uang keamanan dari PT Freeport Indonesia.
Supervisor Elsham John Rumbiak yang didampingi Ketua Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Papua Damianus dan Mulyadi Goce (LBH Jakarta) mengungkapkan indikasi
keterlibatan anggota Kopassus ini diungkapkan saksi mata yang berada 200 meter
dari tempat kejadian perkara. Saksi mata yang disebut sebagai X oleh Rumbiak
mengenali pelaku penembakan itu. X pernah tinggal selama kurang lebih 10 tahun di
lingkungan Kopassus dan mengenali pelaku sebagai anggota Kopassus.
Sementara, dari data yang dikumpulkan Elsham, sebelum peristiwa penembakan,
berkembang isu-isu yang beredar, meresahkan masyarakat setempat. Misalnya, isu
drakula Timika dan aksi kriminal yang dilakukan kelompok tak dikenal di Pasar
Timika.
Berikutnya, isu yang beredar di lingkungan karyawan PT Freeport bahwa telah terjadi
transaksi pembelian senjata berupa enam kontainer senjata di pelabuhan ekspor kayu
milik PT Jayanti Grup menggunakan nama manajer karyawan PT Freeport. Lalu, isu
rencana penyerangan OPM pimpinan Kelly Kwalik.
Menurut John, isu-isu ini persis seperti terjadi sebelum penculikan dan pembunuhan
terhadap Theys Hiyo Eluay. Elsham menganalisa, penembakan di 62-63 mil itu
sebagai strategi mempertahankan status quo TNI dan mengkambinghitamkan
perjuangan Papua. Serta, merupakan konspirasi militer di Indonesia dengan PT
Freeport sebagai korporasi multinasional yang nota bene merupakan salah satu
sumber dana TNI.
Lima pos pembiayaan
Dipaparkan John, dari penelusuran Elsham didapatkan biaya operasional untuk militer
dan polisi yang dikeluarkan PT Freeport sejak 1996 hingga 2002 sebesar Rp
348.391.373.700. Jumlah sebesar itu dibagi dalam lima pos pembiayaan yakni untuk
TNI, Polri, keamanan, hubungan pemerintah dan komunitas juru bicara.
Militer sendiri, seperti diketahui, hanya mendapat subsidi dari pemerintah cuma 25
persen biaya operasional yang dibutuhkan. Sementara, sisanya harus dicari sendiri.
"Kasus penembakan ini tidak bisa kita lihat secara terpisah sebagai kasus yang
berdiri sendiri. Tapi, harus kita lihat secara keseluruhan bersama dengan
kasus-kasus yang terjadi di wilayah konflik di Indonesia seperti Aceh, Poso dan
Maluku," ujar John. (prim)
Copyright © 2002 PT. Kompas Cyber Media
|