MASARIKU NETWORK
Peristiwa-peristiwa yang mengocok rasa emosi masyarakat
Dear All,
Beberapa peristiwa terjadi secara beruntun dalam dua hari ini. Peristiwa-peristiwa
yang mengocok rasa emosi masyarakat. Antara gembira dan sedih, sukacita dan
kegeraman, serta persekutuan dan kehancuran. Setidaknya dua peristiwa besar
dapat dituturkan sebagai berikut:
1. Perjumpaan Orang Basudara, Passo Dan Batumerah
Rabu 04 September 2002, tepat disaat jam menunjukan pukul 0900 ketika
iring-iringan kendaraan rombongan Fanny Habibie memasuki daerah Batumerah dari
arah pusat kota Ambon. Nampak kerumunan masyarakat negeri Batumerah dengan
gembira dan semarak telah menunggu datangnya rombongan, yang telah tiba di
Ambon sejak tanggal 03 September sehari sebelumnya. Diantara kerumunan masa
terlihat Ibu Raja Negeri Passo, yang telah tiba bersama staff pemerintahan negeri
Passo beberapa saat sebelumnya. Tak sulit mengenali mereka di dalam pakaian
adat, serta lenso merah yang terikat di bagian leher. Sejenak kemudian Fanny
Habibie beserta rombongannya dengan didampingi Walikota Ambon berjalan perlahan
menuju tempat pertemuan, yang telah ditata semarak di depan&nbs! p; Masjid agung
A'Nur. Bersama pejabat Raja Negeri Batumerah, seorang wanita berkebaya putih
datang menghadang dan menyodorkan mampan berisi sirih dan pinang. Fanny
kemudian diminta mencicipinya sebagai lambang persaudaraan dan persekutuan.
Tanpa canggung terlihat Fanny memakan sirih pinang, yang kemudian diikuti oleh
Walikota Ambon. Terlihat jelas bahwa mampan berisi sirih pinang tidak disodorkan
kepada Ibu Raja Negeri Passo, yang turut mendampingi Fanny memasuki tempat
pertemuan. Tak jelas apakah ketika rombongan Raja Passo mendatangi Negeri
Batumerah, ia juga menerima penyambutan demikian. Yang pasti setelah mencicipi
sirih & pinang rombongan segera diarak oleh para penari pria menuju tempat
pertemuan. Di depan 16 orang penari terlihat 6 orang bocah lelaki kecil menabuh
rebana dengan mimik yang lucu. Rata-rata umur mereka sekitar 3 dan 4 tahun. Tepat
di depan tenda pertemuan! rombongan disambut oleh para saniri negeri dan pengurus
masjid Batumerah. Dengan pakaian adat yang kental budaya muslimnya, para tetua
negeri Batumerah segera menarikan tarian Sawat sambil mengajak Fanny dan
rombongan turut serta. Sejurus kemudian nampak Fanny tertawa senang sambil
menirukan tarian Sawat bersama Walikota dan disusul pula oleh Ibu Raja Negeri
Passo.
Setelah sesaat menari rombongan kemudian memasuki tempat pertemuan, yang
ditata di jalan raya tepat di depan gerbang masuk Masjid A'Nur. Ketua panitia
penyambutan menyampaikan sambutan selamat datangnya, diikuti kemudian oleh
pejabat Raja Negeri Batumerah, Bpk. Man Cirebon. Dalam sambutannya Man Cirebon
lebih banyak menggambarkan perjalanan historis Masjid A'Nur. Tak banyak
disinggung hubungan antara Batumerah dan Passo. Malah sempat terlontar ia
mengatakan bahwa belum saatnya dilakukan panas pela antara Batumerah dan
Passo. Selain itu ia menegaskan pula bahwa Batumerah bukanlah RMS ataupun
FKM. Ia bahkan menggambarkan betapa susahnya dirinya disaat RMS dulu, yang
bahkan sampai memakan kopra untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Setelah
pejabat raja Negeri Batumerah, giliran Fanny Habibi! e menyampaikan sambutannya.
Menggunakan lafal Ambon yang sangat fasih ia mengawali sambutannya, dengan
menggambarkan latar belakang kehadirannya dalam acara dimaksud. Menurut Fanny
apa yang dilakukannya semata-mata untuk memenuhi kerinduannya melakukan
sesuatu bagi saudara-saudaranya di Maluku. Sejak masa muda ia telah berteman
dan tinggal dalam lingkungan anak-anak Maluku yang kental. Karena itu selama
kerusuhan ia terobsesi untuk merekatkan kembali ke-Maluku-an diantas basis adat
dan budaya yang kental. Selanjutnya ia gambarkan bahwa saat kunjungan
terakhirnya ke Belanda, ia berjumpa dengan teman-temannya asal Maluku.
Perjumpaan itu menghasilkan sejumlah besar uang, setelah Fanny menceritakan
obsesinya kepada mereka. Pilihan Batumerah dan Passo sendiri merupakan usulan
yang disampaikan oleh Haji Yusuf Ely, teman Fanny semasa berdinas di angkatan
Laut RI. Yusuf Ely kemudian diminta mengkoordinir kesiapan perjumpaan Batumerah
& ! Passo, dengan didampingi oleh seorang rekan Kristen. Selain dengan Yusuf Ely,
ia dibantu pula oleh beberapa purnawiraan AL asal Maluku yg adalah
sahabat-sahabatnya. Antara lain Laksamana purnawirawan, Bpk. John Patiahuan
yang juga terlihat turut serta dalam rombongan Fanny. Kepada Batumerah dan Passo
disumbangkan masing-masing Rp. 75 000 000, yang seluruhnya menurut Fanny
berasal dari teman-teman Maluku-nya di Belanda.
Setelah Fanny menyampaikan sambutannya dan memberikan bantuan secara formal
kepada pemerintah Negeri Batumerah, seluruh rombongan kemudian diajak
mengelilingi Masjid A'Nur untuk melihat berbagai kerusakan masjid tersebut. Raja
negeri Passo dan staff tidak terlihat turut serta mengelilingi Masjid, karena harus
segera kembali ke Passo untuk mempersiapkan acara disana. Rombongan Fanny
sendiri kemudian kembali ke hotel sambil menunggu keberangkatan ke negeri Passo
pada jam 1200 sesuai waktu yang telah disepakati.
Masariku Network Ambon sendiri bersama 5 orang wartawan memutuskan untuk
segera meluncur ke negeri Passo, guna mempersiapkan peliputan acara disana. Di
perbatasan antara Lateri dan Passo terlihat satu kelompok orkes trumpet jemaat
passo telah siap menyambut kedatangan rombongan. Melewati mereka kami
kemudian tiba di lokasi acara, yang terletak di gedung gereja baru negeri Passo.
Gereja ini berdiri berdampingan dengan kompleks Petani Home, yang berada disisi
jalan menuju lokasi wisata Pantai Natsepa.
Setibanya di lokasi tersebut segera nampak para ibu dengan pakaian adatnya sedang
berdiri berjejer di samping jalan raya, sambil memegang kain gandong berwarna putih.
Disamping mereka para gadis muda berkebaya putih dan bertelanjang kaki mencoba
bertahan di panasnya aspal jalanan. Tangan mereka memegang lenso merah darah,
pertanda jenis tarian penyambutan yang akan mereka bawakan. Sesekali seorang
pria terlihat menyirami aspal jalanan dengan air, untuk mengurangi rasa panasnya
disaat para gadis manis berkebaya putih menari disitu. Di sudut jalan lainnya terlihat
dua orang pemuda berpakaian adat memegang tahuri kuli bia, diantara serombongan
tetua adat yang mengenakan pakaian serupa. Kesibukan lainnya terlihat di meja
makan panjang yang digelar dibawah tenda di samping jalan. Ibu-ibu berkebaya cole
nampak gesit ! mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan makan bagi para saudaranya
yang akan datang.
Lebih kurang jam 1230 terdengar raungan sirene mobil polisi yang mengawali
rombongan Fanny serta para tetua adat negeri Passo. Raungan itu kemudian
terdengar tenggelam diantara orkes trumpet, yang mengantar datang rombongan
Fanny serta para tetua adat negeri Batumerah. Bersamaan dengan itu terdengar
bunyi tahuri sambung menyambung, pertanda tibanya rombongan yang dinanti.
Nampak kemudian rombongan Fanny berhenti untuk dikalungkan kain adat. Raja
Passo terlihat mengambil kain adat dari mampan yang telah disediakan, dan
menyarungkannya pertama-tama kepada Man Cirebon pejabat Negeri Batumerah.
Keduanya kemudian berpelukan cukup lama dan menangis bersama. Adat rasa haru
yang dalam, tetapi juga rasa merinding melihat pelukan dua raja sambil diiringi tiupan
panjang bunyi Tahuri. S! egera setelah itu rombongan kemudian berjalan menuju
halaman gedung gereja, sambil diantar oleh para gadis manis penari lenso.
Dalam sambutannya Raja Passo menjelaskan panjang lebar bagaimana kerinduan
mereka untuk menjumpai pela Batumerah, yang terpisah selama tiga tahun konflik.
Sambil menangis ia mengharapkan agar hubungan antar saudara di kedua negeri
tersebut dapat segera cair kembali, dan menjadi contoh bagi negeri-negeri adat
lainnya. Ia yakin bahwa tak satupun diantara semua orang Maluku, yang ingin agar
anak-anak dan generasi ke depan mengalami suatu kondisi keterpurukan serta
kebodohan secara sistemik. Untuk itu hubungan-hubungan harus dijalin dan dieratkan
kembali tegasnya. Terutama hubungan antar negeri-negeri yang terikat dalam suatu
janji Pela ataupun Gandong. Selesai raja Passo menyampikan sambutannya
sambutan berikut kemudian disampaikan oleh Walikota Ambon serta Fanny Habibie.
Acara penyerahan! bantuan kemudian dilaksanakan. Dilanjutkan dengan doa
bersama, sebelum rombongan meninjau bagian dalam gereja yang terletak di tepi laut
itu. Etelah memasuki dan mengelilingi gedung gereja itu, semua tamu dan
masyarakat yang ada diarahkan menuju ruang makan yang telah tertata rapi.
Rombongan Fanny dan basudara negeri Batumerah baru meninggalkan lokasi
pertemuan, setelah jam menunjukan pukul 1430
2. Para Atlit Andalan Itu Telah Tiada
Kontradiktif dengan kegembiraan yang dialami dalam perjumpaan Passo &
Batumerah, maka pada hari Kamis 05 September 2002 awan kelabu kembali
menggantung di langit kota Ambon. 11 orang bergelimpangan di sekitar tribune
lapangan merdeka Ambon, setelah sebuah bom meledak dan menghancurkan salah
satu sudut tribune naas tersebut. Ironisnya 3 gadis remaja segera menyongsong ajal
akibat ledakan itu, dengan tubuh yang hancur mengerikan. Duka yang dalam segera
meliputi seluruh sudut kota, ketika diketahui bahwa ketiga gadis remaja berusia
belasan tahun itu merupakan atlit-atlit remaja andalan Maluku, yang kebetulan
sedang berlatih disitu. Salah seorang diantaranya malah merupakan sprinter remaja
andalan Indonesia, yang memenangkan juara pertama lomba lari pada kejuaraan
remaja Asean baru-bar! u ini. Ketika Masariku Network Ambon mendatangi lokasi
kejadian sesaat setelah ledakan itu, nampak pandangan mengerikan yang tak
tertahankan. Serpihan-serpihan tubuh, tulang, dan darah berserakan dimana-mana.
Sobekan-sobekan pakaian dan sepatu, yang bahkan terlempar sampai pada jarak 40
meter dari asal ledakan. Tangis, makian, umpatan, dan kecaman tiba tiba menjadi
sebuah histeria publik, ditengah lapangan terbuka itu. Potret masyarakat yang telah
terkalahkankah??. Namun siapakah yang lantas harus disalahkan?, karena tak
pernah jelas tangan-tangan laknat yang mendesign petaka ini. Akhirnya orang
mendesis perlahan, "mari pulang", karena bencana dan kematian seakan telah
menjadi takdir. Hari ini atau besok, mungkin kita bagiannya. Suasana lalu
berangsur-angsur sepi kembali, dimana setiap orang menunggu takdirnya.
Akhirnya pagi tadi, seorang korban bertambah pula. Tergolek kaku di petiduran RSU
dr.Haulussy Ambon. Vonny Huwaa (20) menyusul tiga rekannya yang berpulang
dahulu. Masing-masing Carla Pesurnay (15) ; Yoke Siahaya (14) ; Dewi Soplantila
(15). Di ranjang RSU Alfatah tergolek pula beberapa korban meregang nyawa. Kita
mengalami realitas korban bersama. Sekali lagi, tanpa pernah tahu untuk apakah
mereka harus dikorbankan. Satu yang pasti. Maut ternyata masih mengakrabi kita.
Sekalipun mungkin ia tak lagi mampu untuk membenturkan kita secara masal.
Sore tadi suasana haru yang dalam menggelayut di bibir senja, ketika ratusan anak
sekolah berseragam SLTP, memagari ruas-ruas jalan sambil memberi hormat pada
iring-iringan jenazah teman-teman mereka. Di dalam ratapan mereka bertanya
"kenapa maut memilih teman-teman mereka" tanpa pernah berkompromi. Tanya yang
sama menjadi milik seorang ayah. Corneles Pesurnay, atlit nasional yg memutuskan
meninggalkan Jakarta dan kembali ke tanah leluhurnya, untuk mengabdikan diri
sebagai pelatih. Termasuk melatih Carla, putrinya. Akhirnya ia membayar mahal pada
pilihan dan kecintaannya pada Maluku. Sambil memeluk Carla di dalam tangis, ia
berucap perlahan "selamat jalan Carla, pergilah dalam kedamaian".
MASARIKU NETWORK AMBON
|