Media Indonesia, Jumat, 25 Oktober 2002 09:24 WIB
Pengakuan Al Farouk sebagai Agen Al-Qaeda
PENGANTAR
PENGAKUAN Umar Al Farouk kepada Central Intelligence Agency (CIA) yang
menyeret Abu Bakar Ba'asyir masih mengundang kontroversi. Media kemarin
mendapat ringkasan pengakuan Farouk yang dituduh sebagai agen Al-Qaeda itu.
Ketua Tim Mabes Polri yang menginterogasi Farouk, Brigjen Aryanto Sutadi,
mengatakan bahwa pengakuan itu mirip dengan apa yang disampaikan Farouk
kepada tim Mabes Polri. ''Itu memang betul, mirip,'' ujar Aryanto ketika dimintai
konfirmasinya oleh Media di kantornya, Jakarta, kemarin. Berikut ringkasan
pengakuan Farouk yang diterjemahkan dari dukumen berbahasa Inggris.
REDAKSI
KETIKA diinterogasi pada 9 September 2002, Farouk mengatakan bahwa ia adalah
perwakilan senior Al-Qaeda di kawasan Asia Tenggara yang dikirim oleh Abu
Zubaydah dan Ibn Sheik Al Libi. Di wilayah ini Farouk diberi tugas merencanakan
serangkaian serangan terhadap sejumlah kepentingan Amerika di Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Taiwan, Vietnam, dan Kamboja.
Atas inisiatif sendiri, Farouk merencanakan serangkaian teror bom mobil di Kedubes
AS di kawasan tersebut. Meskipun di awal Juni berada dalam penahanan, Farouk
mengatakan tetap ada orang yang akan menggantikan posisinya karena
bagaimanapun mereka telah bertekad untuk melaksanakan operasi tersebut.
Farouk juga mengakui bahwa Abu Bakar Ba'asyir adalah koordinator pengeboman di
berbagai Kedubes AS di kawasan Asia Tenggara, termasuk Jakarta. Ba'asyir
memerintahkan Farouk menggunakan keanggotaan Jemaah Islamiyah (JI) untuk
menjalankan operasinya tersebut.
Menurut Farouk, ia dan Ba'asyir telah sukses sebelumnya dalam melakukan berbagai
kegiatannya, seperti pengeboman di Hari Natal 2000 di Indonesia.
Selama proses interogasi minggu lalu, Farouk mengakui keterlibatannya dalam
pengeboman di Hari Natal 2000 di Ambon. Farouk juga mengatakan kepada
penginterogasi bahwa Ba'asyirlah yang bertanggung jawab terhadap peristiwa
pengeboman di Masjid Istiqlal pada April 1999 agar umat kristiani dapat disalahkan
sehingga timbul konflik antara Kristen dan Islam.
Terdapat beberapa contoh bagaimana Ba'asyir membantu Farouk dan Al-Qaeda.
Sebagai contoh, anak buah Ba'asyir membeli bahan peledak dari `tentara' dan
memberikan kepada seorang anggota JI atas nama Hanafi. Dikatakan, bahan peledak
tersebut akan digunakan untuk mengebom kedubes AS di Jakarta. Farouk juga
menyebutkan beberapa nama lain yang juga terlibat dalam pengeboman tersebut
yang dikenal sebagai anggota JI dan telah ditahan, terutama Agus Dwikarna. Farouk
juga bertanggung jawab terhadap perekrutan orang untuk pengeboman di Hari Natal
itu.
Menurut Farouk, Ba'asyir juga menunjuk anggopta JI yang lain, Abu Al Furkan, orang
Jawa yang dikatakan juga menjadi anggota MMI, untuk melakukan peledakan di
Kedubes AS di Malaysia sekitar 11 September 2002. Farouk mengatakan bahwa JI
menyediakan satu ton bahan peledak untuk Al Furkan.
Farouk juga mengatakan bahwa Al-Qaeda membantu niat Ba'asyir untuk memicu
perang sipil berdasarkan agama di Indonesia sehingga ia dapat merealisasikan
visinya dalam bentuk negara Islam murni di bawah hukum syariah Islam.
Berkoordinasi dengan Rasyid, Ba'asyir juga merencanakan untuk melatih pejuang
jihad serta melakukan pengumpulan senjata dan bahan peledak. Rasyid adalah
ajudan senior Osama bin Laden yang juga mewakili kelompok muslim kaya dari Timur
Tengah yang mendanai gerakan Al-Qaeda dan mentransfer pendanaan mereka
melalui NGO di Al Haramayn.
Ba'asyir melakukan kegiatannya dengan sangat rahasia sehingga hanya sejumlah
kecil orang saja yang terlibat dalam lingkaran rencana tersebut.
Farouk telah merencanakan untuk meledakkan Kedutaan Besar AS di Jakarta dengan
menggunakan bom mobil berkekuatan besar. Dia menunda pelaksanaan rencana
tersebut karena pada saat itu pihak kedutaan besar telah meningkatkan pengamanan.
Farouk juga telah mengamati gedung-gedung tinggi di Jakarta pada 1999, bukan
untuk melakukan pengeboman, melainkan untuk menempatkan penembak-penembak
jitu.
Dia juga terus berhubungan dengan pemimpin senior Al-Qaeda, Abu Zubaydah, saat
koalisi militer melakukan penyerangan terhadap Taliban dan anggota-anggota
Al-Qaeda yang lain di Afghanistan akhir 2001. Farouk mengaku alasan utama dia
menghubungi Zubaydah adalah memintanya menyediakan paspor untuk ke Indonesia.
Farouk juga mengaku terlibat rencana pembunuhan Megawati, Benny Moerdani, dan
40 warga negara Indonesia ternama lainnya, di tahun 1999. Sementara Mira Agustina
terlibat dalam rencana tersebut sebagai penerjemah pada pertemuan untuk
merencanakan pembunuhan Megawati. Percobaan pembunuhan kedua terhadap
Megawati dibuat, tetapi bom terlanjur meledak di Mal Atrium. Farouk juga
merencanakan meledakkan Kapal Angkatan Laut AS di Surabaya, Mei 2002, tetapi
rencana tersebut gagal.
Umar Al Farouk lahir pada 1971 dan tinggal di Cijeruk, Bogor. Nama aliasnya
Mahmud bin Achmad Assegaf. Dia menikah dengan putri Haris Fadilla (dikenal
sebagai Abu Dzar), mantan anggota Darul Islam, yang bergabung dengan Jemaah
Islamiyah sebelum meninggal dunia.
Farouk pernah mengunjungi Ambon dan Makassar beberapa kali. Dia menemani
Ayman al Zawahiri pada kunjungan ke Aceh tahun 2000 lalu.
Umar Farouk pernah tinggal di Ujung Pandang (Makassar) sampai pertengahan 2001,
berteman dekat dengan Agus Dwikarna dan membantunya menjadi pemimpin
Mujahidin di sana. Sebagai veteran dari Afghanistan, Farouk membantu melatih
Laskar Jundullah.
Dari Makassar, Farouk pindah ke Bogor setelah dia mendapat masalah keimigrasian.
Dia tidak berhasil memperoleh paspor Indonesia karena kemampuan berbahasa
Indonesianya sangat buruk.
Pada Februari tahun ini, CIA memberikan informasi bahwa tiga basis Islam radikal
Indonesia--Abdul Hadi, Yasin (Syawal), dan Rida, yang memiliki hubungan dengan
WAFA (sebuah LSM yang berpusat di Heart, Afghanistan)--berada di Kalimantan
untuk membentuk pusat pelatihan bagi teroris.
Hasil penyelidikan lebih lanjut menunjukkan empat anggota MMI, yaitu Yasin, Umar
Farouk, Nasir, dan Aris Munandar, memberikan latihan selama sebulan kepada
pemimpin-pemimpin Mujahidin, di Pesantren Hidayatullah, Balikpapan, pada Januari
2002.
Informasi lebih jauh dari CIA mengatakan nomor telepon seluler Umar Farouk,
08129576852, ditemukan dalam telepon seluler Abu Zubaydah dan Agus Dwikarna.
Nomor yang sama juga ditemukan pada beberapa anggota Al-Qaeda yang
dipenjarakan di Guantanamo.
Dalam proses interogasi, pihak AS menunjukkan foto terbaru Umar Farouk kepada
Abu Zubaydah, yang mengenalinya sebagai 'al Farouq al Kuwaiti', atau Farouk dari
Kuwait. Abu Zubaydah juga mengatakan Farouk adalah wakil senior Al-Qaeda di Asia
Tenggara, yang telah dilatih di kamp Khaidan Al-Qaeda di Afghanistan. Farouk pernah
mengunjungi Filipina pada 1994 dan bekerja untuk MILF.
Umar Farouk mengakui rencananya untuk membunuh Megawati pada tahun 1999
ketika ia menjadi salah satu kandidat presiden dari 41 orang tokoh lainnya.
Merencanakan pertemuan di sebuah vila di Puncak, pada Mei 1999, vila yang dimiliki
oleh Abu Dzar, ayah Mira Agustina dan mertua Farouk. Hadir dalam pertemuan
tersebut Yasin (dari Malaysia), Al Bukhari (muslim China dari Singapura) dan Abdul
Aziz al Qahar dari Makassar. Hasil pertemuan diterjemahkan Mira ke dalam bahasa
Arab.
Farouk juga berencana untuk mengebom sejumlah gereja di Ambon, tetapi batal
dilakukan karena pada saat itu sejumlah muslim berada di sana. Farouk mengatakan
sebelum Ramadan 2000 Ba'asyir tiba di Ambon untuk mengambil sejumlah bahan
peledak. Ba'asyir dan Farouk mengadakan pelatihan selama 3-4 hari untuk program
Koperasi Rahyd dan aktivitas militer. Sheik Abdullah al Emarati memberikan
US$74.000 untuk membeli tiga ton bahan peledak. Ba'asyir mengirim asistennya,
Aris, untuk membeli bahan peledak dari seorang mantan militer. Dia beli dan dikirim
ke Pelabuhan Pelni di Ambon. Uang juga digunakan untuk membeli persenjataan dari
luar negeri.
Farouk mengakui antara 1991-92 ia dilatih di kamp Al-Qaeda di Afghanistan dengan
rekomendasi dari Ibn al Sheik Al Libi dan Abu Zubaydah.
Farouk mengakui bahwa Zubaydahlah yang mengirimnya ke Asia Tenggara untuk
mendapatkan pelatihan jihad di kamp Abubakar di Filipina. Zubaydah memberikan
Farouk paspor palsu. Ia tiba di Filipina tahun 1995 dengan Al Mughira. Mereka
berencana untuk mendapatkan pelatihan menerbangkan pesawat di Filipina, tetapi
gagal untuk mendapatkannya. Farouk lalu kembali ke Afghanistan dan bertemu
dengan Abu Umar al Harby. Keduanya kemudian kembali ke Filipina dan mengambil
nama Emir dan Deputi Emir di Kamp Abubakar. Farouk menjadi penengah antara
orang Arab di kamp tersebut dan pemimpin MILF, Hasim Selamat. Farouk juga
mengatakan operasinya di Jakarta didanai oleh Al Haramayn.
Kedua kelompok tersebut merencanakan kegiatan terorisme di Indonesia. Yayasan
itu memunyai kantor di Makassar di mana Farouk diperkenalkan oleh ketua yayasan
tersebut dengan Agus Dwikarna.
Setelah itu, Farouk diperintahkan oleh Rasyid untuk mengambil uang yang ditransfer
ke kantor yayasan di Jakarta melalui Ahmed Al Moudi. Istri Farouk, Mira, membantu
mengatur keuangan.
Menurut Farouk, istrinya mengetahui rencana untuk mencelakai presiden dan
mengetahui tentang jaringannya di Indonesia, termasuk rencana pengeboman di hari
Natal.
Rabitatul Mujahidin (RM) terdiri dari pemimpin-pemimpin teratas di Malaysia,
Indonesia, dan Filipina. Kelompok tersebut biasanya menghadiri pertemuan RM di
MILF, KMM, GAM dan Laskar Jundullah, Republik Islam Aceh, Jemaah Jihad Mesir
(dari Mesir), Kelompok Jihad Rohingnya (bermarkas di Bangladesh), dan sebuah
kelompok Thailand Selatan bermarkas di Narathiwat.
RM bertemu tiga kali di Malaysia, pertama di KL pada pengujung tahun 1999, kedua
di sebuah apartemen sewaan di Gombak pada 2000, dan ketiga di sebuah resort di
Perak pada pertengahan tahun 2000. Agus Dwikarna diyakini datang ke pertemuan
kedua dan ketiga di pertengahan tahun 2000, tapi menggunakan nama Agus
Zulkarnaen.
Pada pertemuan kedua antara Mei dan Juli tahun 2000 di sebuah apartemen UAI di
17K JI Gombak, hadir Agus Dwikarna, Tamsil Linrung, Teuku Idris, Al-Chaidar, Abu
Fatih, dan beberapa orang dari Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapore.
Dalam pertemuan ini mereka membahas tentang rencana menyerang kepentingan
Filipina di Indonesia, termasuk rencana penyerangan di kediaman duta besar Filipina
pada Agustus 2000.
Pertemuan ketiga berlangsung di Trobak Country Resort, Perak, Malaysia, pada
November 2000 dipanitiai oleh Zulkifli Marzuki, sekretaris Jemaah Islamiyah untuk
Malaysia dan Singapura. Pertemuan dihadiri oleh Teuku Idris dari Aceh, Agus
Dwikarna, Tamsil Linrung, Abu Fatih, Abdul Fatah (dari Thailand), Arahan (dari Burma)
dan anggota-anggota dari Republik Islam Aceh.
Hambali pergi ke Solo di pada November tahun 2000, untuk mendapatkan izin
Abubakar untuk menyerang gereja-gereja di malam Natal tahun 2000. Pelaksana
yang ditunjuk adalah Qudamah alias Imam Samudera alias Abu Omar. JI dan KMM
juga bertanggung jawab dalam pengeboman Mal Atrium Pasar Senen di bulan Mei
2001, yang dikoordinasi oleh Imam Sammudera. Dani menerima imbalan 10.000 RM
dari Imam Samudera. (Ol-01)
Copyright © 1999-2002 Media Indonesia. All rights reserved.
|