SINAR HARAPAN, Selasa, 1 Oktober 2002
Pemerintah Diminta Jelaskan Posisi Militer di Papua
Jakarta, Sinar Harapan
Terjadinya penembakan terhadap guru sekolah internasional di Tembagapura, Timika,
Papua pada Agustus lalu, merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan kesan
tidak aman di wilayah ujung timur Indonesia tersebut, sekaligus memberikan
legitimasi untuk tetap "menurunkan" pasukan dari pusat.
Sayangnya, pemerintah RI tidak menjelaskan apa yang terjadi di Papua tersebut
dengan ada hasil kerja dari tim ivestigasi, melainkan langsung menyebutkan
pelakunya adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM). Oleh karenanya pemerintah
harus menjelaskan posisi militer dalam kasus tersebut dengan membentuk tim
independen yang mengikutsertakan unsur masyarakat Papua.
Demikian pernyataan dari Solidaritas Nasional untuk Papua yang beranggotakan
sejumlah organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jakarta dan Papua,
Senin (30/9). Mereka juga meminta agar pemerintah menjelaskan keberadaan militer
di Papua, serta temuan-temuan awal dari berbagai penyelidikan yang telah dilakukan.
Di lain sisi, disayangkan pula keterlibatan Kodam setempat yang membentuk tim
investigasi sendiri, karena ditengarai akan mengintervensi penyelidikan Polri seperti
halnya kasus tewasnya Theys Hiyo Eluay (Ketua Presidium Dewan Papua).
Upaya untuk meminta kejelasan itu juga dilakukan melalui kunjungan kepada
Kedubes AS dan bertemu Dubes AS untuk Indonesia Ralph Boyce, yang juga
mengatakan bahwa pemerintah AS ingin kejelasan soal peristiwa Timika.
"Polisi masih melakukan penyelidikan dan belum ada kesimpulan, tapi Menlu sudah
menegaskan dan mengampanyekan di luar negeri bahwa pelakunya adalah OPM. Ini
kan dibangun opini seolah-olah Papua tidak aman dan melegalkan operasi-operasi
militer di sana. Persoalan Papua adalah persoalan negara. Apa yang harus dijawab
oleh pemerintah Megawati adalah hubungan militer dengan kontrak karya dengan
Freeport dan keberadaan mereka (kesatuan-kesatuan TNI dari pusat-red) di sana,"
ujar Ketua LBH Papua, Demianus Wakman yang juga disertai oleh Ferdinand Tetro
Nasira dari Forhamrep di kantor YLBHI Jakarta, Senin (30/9).
Dijelaskan, sampai sekarang kemungkinan semua pihak untuk menjadi tersangka
dalam kasus penembakan yang terjadi 13 Agustus lalu itu masih terbuka, termasuk
pada OPM, TNI ataupun oknum lainnya. Mereka juga tidak mengenyampingkan
faktor-faktor kepentingan ekonomi yang mungkin menjadi latar belakang peristiwa
tersebut.
Di pihak yang sama, mereka menyayangkan pernyataan TNI yang akan menuntut
LSM Elsham Papua mengenai temuan yang mengindikasikan keterlibatan unsur TNI
dalam peristiwa penembakan itu. Menurut mereka, temuan hasil investigasi LSM
tersebut sama dengan apa yang ditemukan pihak Polda Papua. Apa yang
disampaikan soal keterlibatan TNI berasal dari pengakuan salah seorang saksi mata
di tempat kejadian perkara (TKP). (rik)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|