SINAR HARAPAN, Kamis, 19 September 2002
Rapat Tertutup DPR-BIN
Indonesia Lahan Subur bagi Terorisme
Jakarta, Sinar Harapan
Rapat kerja Komisi I DPR dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM
Hendropriyono yang berlangsung tertutup di Kantor BIN, Kalibata, Jakarta Selatan,
Rabu (18/9) menyimpulkan belum ada bukti jaringan Al Qaeda bergerak di Indonesia.
Tetapi kondisi geografis dan situasi perkembangan sosial politik di Indonesia menjadi
lahan potensial bagi tumbuh dan berkembangnya jaringan teroris internasional,
termasuk Al Qaeda.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, anggota Komisi I dari
Fraksi Reformasi Imam Addaruqutni dan anggota Komisi I dari Fraksi PDIP Zulfan
Lindan, kepada SH dan detikcom di Gedung DPR, Kamis (19/9) pagi.
Sementara itu Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar sebelum menghadiri sidang kabinet di
Gedung Utama Sekretariat Negara, Kamis (19/9) pagi, menjelaskan warga negara
Jerman keturunan Arab yang ditangkap Selasa malam, kini masih diperiksa secara
intensif dan sudah resmi menjadi tahanan Polri. Tetapi apakah terbukti atau tidak,
masih akan diupayakan pembuktiannya, tegasnya.
"Karena ada petunjuk ke arah sana, misalnya mengapa dia punya simpanan yang
terkait dengan kerusuhan. Itu yang kami sedang lakukan saat ini. Nanti setelah cross
check dengan pendukung lainnya baru ditetapkan apakah benar terkait dengan
kerusuhan atau tidak. Tapi untuk saat ini memang ada petunjuk ke arah sana. Sesuai
paspor, orang itu berinitial RS," kata Kapolri.
Sedangkan, Kabid Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Prasetyo yang
dihubungi SH, Kamis pagi mengatakan, warga negara Jerman keturunan Arab
tersebut diketahui bernama Abu Daud.
"Hingga kini masih diperiksa apakah yang bersangkutan mempunyai hubungan
khusus dengan Oemar al-Farouq," jelasnya.
Diperoleh pula keterangan bahwa sejumlah petinggi Polri Kamis pagi ini menggelar
rapat khusus di ruang Koserse Mabes Polri. Rapat difokuskan kepada penangkapan
empat pria Indonesia yang dilakukan polisi Filipina. Selain itu, rapat juga membahas
penangkapan warga Jerman keturunan Arab yang dibekuk petugas Selasa lalu di
wilayah Jakarta.
Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong mengatakan rapat kerja Komisi I dengan Kepala
BIN yang berlangsung tertutup itu menyinggung banyak masalah yang berkaitan
dengan hasil-hasil temuan data intelijen dan perkembangan situasi keamanan
nasional dalam kaitan perkembangan keamanan global.
Salah satu masalah yang dibahas adalah perkembangan gerakan terorisme. Dalam
kaitan itu ada kesepakatan perlunya Undang-Undang Anti Terorisme yang beberapa
waktu lalu pernah diusulkan pihak pemerintah tetapi hingga kini draft RUU itu belum
sampai ke DPR.
Khusus mengenai penangkapan Oemar al-Farouq yang dituduhkan bagian dari
jaringan Al Qaeda, juga disinggung dalam raker Komisi I DPR dengan Kepala BIN itu.
Tetapi menurut Hendropriyono, hubungan al-Farouq dengan Al Qaeda masih dalam
batasan dugaan, karena belum ada bukti konkret bahwa yang bersangkutan bagian
dari Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
"Jadi, saya menangkap informasi bahwa di Indonesia sudah ada jaringan Al Qaeda,
masih sebatas dugaan dan belum ada data intelijen atau bukti yang mengungkapkan
masalah tersebut," ujar Ibrahim Ambong.
Pendapat yang sama juga diungkapkan anggota Komisi I, Imam Addaruqutni dan
Zulfan Lindan. Menurut kedua anggota DPR ini, paparan dari Kepala BIN belum
menyimpulkan adanya jaringan Al Qaeda di Indonesia, apalagi keterkaitan Oemar
al-Farouq dengan aktivitas jaringan Al Qaeda di Indonesia, masih dalam proses
penyelidikan.
Imam Addaruqutni yang juga dikenal sebagai tokoh muda Muhammadiyah ini, bahkan
lebih menyimpulkan aktivitas al-Farouq lebih pada gerakan separatisme, khususnya
di wilayah Aceh dan Indonesia Timur. Alasannya, karena dialog-dialog dari video yang
diputar Kepala BIN memperlihatkan kecenderungang gerakan separatis daripada
terorisme.
"Saya melihat, Badan Intelijen Nasional, sampai berakhirnya rapat kemarin tidak
terprovokasi dengan kesimpulan yang diungkapkan pemerintah Amerika Serikat
mengenai gerakan jaringan Al Qaeda di Indonesia. Tetapi, pihak BIN memang sangat
serius menangani masalah yang berkait dengan terorisme," ujar Imam sambil
menambahkan sangat sulit membuktikan apa yang dilontarkan pihak AS mengenai
jaringan Al Qaeda di Indonesia.
Sedangkan anggota Komisi I, Zulfan Lindan, juga menambahkan wilayah Indonesia
sangat potensial untuk digarap oleh berbagai jaringan terorisme internasional. Tetapi,
bukti bahwa jaringan Al Qaeda telah ada di Indonesia sampai saat ini belum ada. BIN
sendiri masih terus menyelidiki kemungkinan-kemungkinan ke arah sana.
"Dalam penjelasan BIN tidak ada bukti-bukti baik nama-nama kelompok jaringan atau
tempat-tempat yang dijadikan aktivitas gerakan terorisme. Jadi saya berpendapat soal
jaringan Al Qaeda di sini haruslah dibuktikan dengan data-data yang valid," katanya.
Rencana Pembunuhan Megawati
Ketua Komisi I dan para anggota Komisi I DPR juga membenarkan kalau rapat kerja
dengan Kepala BIN menyinggung tentang upaya pembunuhan terhadap Presiden
Megawati Soekarnoputri. Tetapi, masalah ini tidak dianggap sangat serius mengingat
data-data mengenai rencana tersebut belum didapatkan.
Anggota F-PDIP, Zulfan Lindan juga menilai, Presiden Megawati dan DPP PDIP tidak
menganggap informasi mengenai rencana pembunuhan itu sebagai sesuatu yang
sangat serius. Bukan tidak mungkin pengungkapan rencana ini justru akan
memancing konflik yang lebih dalam antara kelompok Islam garis keras dengan Islam
moderat di satu pihak dan kelompok Islam secara umum dengan kelompok
Nasionalis yang dalam hal ini diwakili oleh Presiden Megawati.
"Bukti bahwa kita tidak menganggap serius, karena sampai saat ini DPP PDIP dan
Presiden Megawati tidak secara khusus menjelaskan soal ini. Biasanya jika partai
menganggap sesuatu penting akan memberikan penjelasan kepada masyarakat," ujar
Zulfan Lindan.
Sementara itu Presiden Megawati Soekarnoputri Rabu (18/9) sore memanggil
sejumlah menteri di kediamannya di Jl. Teuku Umar, Jakarta, untuk membahas
laporan intelijen Amerika Serikat, CIA, mengenai adanya jaringan Al Qaeda di
Indonesia. Hadir dalam pertemuan sekitar 90 menit itu Menko Polkam Susilo
Bambang Yudhoyono, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Panglima
TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kapolri Jenderal Pol. Da'i Bachtiar.
"Sebagaimana tersiar luas di media massa, ada keterangan intelijen yang
menemukan bahwa di Indonesia terdapat sel-sel Al Qaeda. Selain itu, ada orang
Indonesia maupun orang asing yang diduga terlibat aksi-aksi terorisme. Karena itu,
pemerintah akan mengupayakan untuk segera melakukan klarifikasi, konfirmasi dan
justifikasi menurut sistem dan hukum yang berlaku di Indonesia," ujar Yudhoyono
usai acara tersebut.
Rawan Teroris
Dalam kesempatan terpisah, Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) VI
Bitung Laksamana Pertama TNI Kenny Welong mengakui perairan perbatasan
Indonesia-Filipina yang berada di jalur Bitung (Sulawesi Utara) dengan General
Santos City (Gensan), memang rawan teroris. Apalagi armada TNI AL sangat terbatas
dan sulit melakukan pengawasan di sana.
"Karenanya, sangat mungkin saja terjadi jalur itu dimanfaatkan oleh jaringan teroris
maupun penyelundup untuk masuk keluar Indonesia melalui Bitung ke Mindanao
lewat Gensan," kata Kenny Welong ketika dikonfirmasi SH, Rabu malam (18/9).
Pernyataan itu guna menanggapi kementerian Pertahanan Filipina yang mensinyalir
kota Gensan kini dijadikan pusat masuk kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dari
Indonesia. Kelompok ini belakangan dituding terlibat teroris internasional. Bahkan,
sebagaimana diisukan kementerian pertahanan Filipina yang berhasil menangkap 4
warga Indonesia, 3 di antaranya disebut warga Sulawesi Utara, diduga kuat masuk ke
Mindanao (Gensan) melalui jalur laut dari kota Bitung ke Gensan.
Ketika ditanya apakah hal itu mungkin terjadi, Kenny Welong mengakui bisa saja,
dan sangat mungkin. Alasannya, karena perairan di wilayah perbatasan sangat luas.
Saat ini saja, TNI AL hanya memiliki satu Kapal Patroli Kecil (KPC) untuk menjaga
wilayah perbatasan dan sesekali melibatkan operasi KRI dengan ukuran yang lebih
besar.
"Idealnya saja KRI di perbatasan mencapai 5 hingga 6 kapal," kata Danlantamal VI
Bitung. Namun kenyatannya jumlah KRI yang beroperasi tak sampai dengan jumlah
itu. Walau demikian diakuinya jajaran TNI AL berusaha keras melakukan
pengamanan di laut terutama melakukan patroli, juga ke berbagai pulau kecil yang
tersebar di kawasan Kabupaten Sangihe dan Talaud.
"Patroli rutin tetap kami lakukan. Meski begitu saya kira kita sepakat menyatakan
pemberantasan teroris itu upaya bersama dan bukannya hanya TNI AL saja,"
tandasnya.
Pernyataan Kenny Welong soal rawannya jalur Bitung-Gesan yang bisa dimanfaatkan
oleh teroris internasional, diakui Kasie Insarkom dan Wasdakin Kantor Imigrasi
Bitung, Arie Rompas. Dihubungi terpisah Rabu (18/9), Rompas mengakui perairan
Sangihe Talaud sangat luas, sehingga bisa saja pihaknya kesulitan mendata orang
yang akan lewat jalur laut dari Indonesia melalui pelabuhan Bitung ke Mindanao.
"Di darat kapal yang akan berangkat bisa kita periksa. Tapi siapa sangka ketika kapal
berada di tengah laut, mereka kemudian menaikkan penumpang baru?" ujar Rompas.
Menyinggung tentang dugaan, 3 dari 4 warga Indonesia yang ditangkap di Filipina
adalah warga asal Sulut yang berangkat via kota Bitung, Rompas berulangkali
mengaku kewalahan mendatanya. "Arsip sudah kami bongkar dan nama-nama
mereka tidak ditemukan. Harap diingat bahwa kalau mereka berangkat ke Filipina via
Bitung pasti nama-nama ada sama kami," kata Arie Rompas.
Selanjutnya, berkaitan dengan isu bahwa Bitung dijadikan tempat transit para teroris,
Kapolresta Bitung AKBP Drs Wilmar Marpaung menyatakan siap membantu
Pemerintah Kota Bitung untuk melakukan sweeping Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Hal ini dimaksudkan agar kota Bitung dan umumnya Sulut tetap aman dan terkendali
dengan tidak bisa dipengaruhi oleh para pendatang yang coba memprovokasi
masyarakat. (sur/han/nov/ady)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|