SUARA PEMBARUAN DAILY, 1/10/2002
AS Izinkan Indonesia Periksa Al Farouq
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah mengizinkan Indonesia untuk
mengirim timnya ke negara itu guna memeriksa secara langsung Omar Al Farouq.
Pengiriman tim itu untuk mengungkap kebenaran menyangkut pernyataan Al Farouq
mengenai adanya jaringan terorisme internasional di Indonesia.
Menteri Kordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Soesilo Bambang
Yudhoyono mengungkapkan itu setelah pertemuan antara pemerintah dan para
pemimpin media massa serta pengamat membahas masalah terorisme di Markas
Besar Kepolisan RI, Jakarta, Senin (30/9).
Hadir pula di pertemuan itu Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri
Dalam Negeri Hari Sabarno, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra, Menteri Pertahanan Matori
Abdul Djalil, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Syamsul Muarif, Panglima TNI
Jenderal Endriartono Sutarto dan Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar.
Yudhoyono menjelaskan, sebelumnya pemerintah Indonesia telah meminta izin
kepada AS untuk dapat mengirim tim investigasi, guna memeriksa secara langsung
Al Farouq. "Ini supaya masalahnya menjadi jelas tentang apa saja yang dikatakan Al
Farouq menyangkut kegiatan di Indonesia," katanya.
Menurut dia, secara politik Indonesia sangat berkepentingan dengan investigasi
terhadap Al Farouq, untuk meyakini betul informasi dari intelijen AS.
"Kami akan menyelidiki dengan mekanisme dan sistem kita, apakah yang
disampaikannya selama ini benar semua, atau ada modifikasi, atau tidak benar sama
sekali," tandasnya.
Mengenai benar atau tidaknya sinyalemen bahwa jaringan Al-Qaeda ada di Indonesia,
Menko Polkan menegaskan, pemerintah belum akan menyatakan sikapnya karena
saat ini masih dilakukan investigasi terhadap laporan intelijen AS tersebut. "Jadi,
pemerintah tidak akan mengatakan benar atau tidaknya keberadaan jaringan Al-
Qaeda, sebagaimana pengakuan Omar Al Farouq. Karena investigasi masih
berlangsung. Biarkan proses investigasi berjalan dengan baik," paparnya.
Berkaitan dengan itu, lanjut Yudhoyono, Pemerintah Indonesia bersikap terbuka dan
akan merespons laporan intelijen dari negara manapun, termasuk laporan mengenai
dugaan adanya jaringan teroris internasional. Namun, sambungnya, laporan itu tidak
serta merta dijadikan acuan dan dianggap benar, sebab pemerintah akan
menindaklanjutinya dengan mekanisme hukum yang berlaku di dalam negeri.
Menko Polkam menegaskan, langkah memerangi terorisme di Indonesia tetap akan
dilakukan dalam skala domestik. "Ada atau tidak ada peristiwa 11 September 2001,
terorisme tetap kita lawan untuk melindungi rakyat Indonesia. Namun kita tetap
mengembangkan kerja sama dengan negara lain, baik menyangkut intelijen maupun
teknis," tandasnya.
Sementara Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda mengemukakan, untuk
memerangi terorisme, pemerintah tidak akan menyudutkan umat Islam.
Dia mencermati, ada kesenjangan pemberitaan yang menyebutkan pemerintah
seolah-olah tidak berbuat apa-apa, dan mengikuti irama gendang pihak lain.
"Kesenjangan itu perlu diluruskan," tukasnya.
Dia berpendapat, keberadaan terorisme di Indonesia sebenarnya merupakan fakta,
bahkan jauh sebelum terjadinya tragedi 11 September di AS. "Buktinya pemboman
terjadi di mana-mana. Itu tindakan teroris. Namun apakah bagian dari mereka (teroris
di Indonesia) itu ada yang lintas negara, dan terkait Al Qaeda atau tidak, itu yang
harus dibuktikan. Tetapi jangan katakan Indonesia tidak ada teroris," ucap Menlu.
Mengenai tudingan Indonesia sebagai bagian dari jaringan terorisme internasional
dengan tertangkapnya Al Farouq, dia meminta semua pihak bisa melihatnya secara
kritis. Sebab tidak serta merta ada kaitan tertangkapnya seorang anggota Al Qaeda
di Indonesia, dengan status negara ini sebagai sarang teroris. (A-17/Y-5)
----------
Last modified: 1/10/2002
|