SUARA PEMBARUAN DAILY, 8/10/2002
Wapres Tidak Keberatan Habib Rizieq Diperiksa
JAKARTA - Wakil Presiden Hamzah Haz menegaskan tidak ada komponen bangsa
yang kebal terhadap hukum kalau memang terjadi pelanggaran hukum. Karena itu ia
tidak keberatan bila Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq diperiksa
kepolisian.
"Tak ada komponen bangsa yang kebal hukum kalau memang dia melanggar hukum,''
ucap Wapres usai membuka Musyawarah Nasional VI Ikatan Wanita Pengusaha
Indonesia (Iwapi), Senin (7/10).
Menurutnya, penegakan hukum tanpa pandang bulu, merupakan cara-cara
pelaksanaan supremasi hukum di negeri ini. Karena itu tidak masalah bila Rizieq
diperiksa kepolisian.
"Ya, kalau diperlukan,'' tandasnya tentang rencana pemeriksaan Rizieq.
Siapa pun bisa saja diperiksa. Sedangkan penentuan salah tidaknya tergantung pada
proses hukum di pengadilan. Anggota FPI yang diperiksa sekarang belum pasti
bersalah. Nantinya proses hukumlah yang akan menentukan.
Hamzah yang juga Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
mengingatkan agar masalah ini tidak dipolitisasi menjadi persoalan Islam.
"Jangan sampai sebagai kelompok Islam kemudian berkembang menjadi masalah
Islam. Ini bukan soal Islam,'' ujarnya.
Di sisi lain, ia meminta Gubernur dan DPRD untuk mengakomodir tuntutan FPI
terhadap tempat-tempat maksiat. ''Gubernur dan DPRD agar melakukan aksi konkret
atas permintaan FPI itu,'' katanya.
Diketahui, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya merencanakan untuk memeriksa
Rizieq sesegera mungkin sehubungan dengan dugaan pelanggaran Pasal 160 kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ini berkaitan dengan aksi pengrusakan yang dilakukan ratusan anggota FPI pada
Jumat dini hari terhadap Diskotek Eksotis di bilangan Sawah Besar dan dua lokasi
permainan biliar di Mangga Besar.
Cukup Saksi
Sementara itu, Polisi berkeyakinan memiliki bukti dan saksi yang cukup untuk
menindak secara hukum pihak Front Pembela Islam (FPI). Hal itu dikatakan Kadispen
Polda Metro Jaya, Anton Bachrul Alam menjawab wartawan seputar aksi pihak
kepolisian menyikapi pelanggaran-pelanggaran yang diduga dilakukan pihak FPI sejak
beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data yang dimiliki pihak Dinas Penerangan Polda Metro Jaya, Anton
mengatakan, sejak tahun 2000 hingga tahun 2002 pihaknya memiliki catatan
sebanyak 14 kali kasus pengrusakan dan pengeroyokan di wilayah Jakarta yang
diduga melibatkan pihak FPI. Pihak kepolisian akan menyikapi aksi-aksi itu dengan
memanggil Ketua Umum FPI Al Habib Muhammad Rizieq bin Husain Syihab sebagai
tersangka.
Habib Rizieq dinilai melanggar pasal 160 KUHP tentang aksi kejahatan dengan
pengrusakan. Menurut Anton, pihak kepolisian tidak akan membiarkan aksi main
hakim sendiri, terlebih yang menimbulkan kerusakan-kerusakan maupun
menimbulkan korban.
Menurut Anton, pihaknya selama ini mengalami kendala sulitnya memperoleh saksi
dan bukti-bukti atas dugaan pengrusakan dan pengeroyokan yang diduga melibatkan
pihak FPI. Pihak penyidik telah mengirim surat pemanggilan sebagai tersangka
kepada Habib Rizieq untuk datang pada hari Rabu (09/10).
Anton menyakini Ketua Umum FPI itu akan datang memenuhi panggilan pihak
penyidik. Namun menurut Anton, Habib Rizieq dapat tidak memenuhi panggilan itu
selama memiliki alasan yang dapat diterima akal.
Namun petugas dapat mengirimkan surat pemanggilan kedua dan ketiga, jika Habib
Rizieq tidak memenuhi panggilan kesatu. Polisi dapat menangkap sebagai upaya
paksa jika sampai pada pemanggilan ketiga itu Habib Rizieq tidak memenuhi
pemeriksaan petugas.
Polisi menurut Anton menjalankan tugasnya secara profesional sesuai jalur hukum
tanpa membeda-bedakan agama. Semua tindakan pengrusakan adalah tindakan
kejahatan, dan harus ditindak secara tegas.
Terkait dengan hari besar agama, Anton mengingatkan masyarakat akan munculnya
aksi-aksi mencari sumbangan tanpa izin. Menurut Anton, aksi pemungutan
sumbangan tanpa izin itu dapat ditangkap petugas berdasarkan UU No.9 tahun '51
tentang lesdarma. Hal itu juga melanggar peraturan pemerintah No.29 tahun 80
dengan ancaman kurungan maksimal 3 bulan. (Y-2/Y-5)
----------
Last modified: 8/10/2002
|