SUARA PEMBARUAN DAILY, 19/9/2002
Istri Omar Farouq Kebingungan
BOGOR - Mira Agustina (24), istri Omar Al Farouq, yang dituding sebagai anggota
jaringan teroris Al-Qaeda, hingga kini kebingungan karena ditinggal suaminya, sejak 5
Juni lalu. Pada waktu itu, Farouq ditangkap aparat keamanan berpakaian preman di
kawasan Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat.
"Saya kaget atas tuduhan terhadap suami saya bahwa dia terlibat jaringan teroris
Al-Qaeda. Apalagi saat petugas datang menggeledah rumah kami. Suami saya
disebut-sebut terlibat narkoba (narkotika dan obat berbahaya), pemalsu paspor,
bahkan juga disangka pelaku pengeboman pada malam Natal tahun 2000 di Jakarta.
Yang jelas suami saya merupakan korban kambing hitam dari kelompok tertentu,"
ujar Ny Mira yang ditemui Pembaruan di kediamannya, Kampung Cijambu RT 02/01
No 85 Desa Cisalada, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Selasa (17/9).
Menurut Ny Mira, yang sehari-hari berpakaian serba hitam dan bercadar hitam
menutupi wajahnya itu, saat suaminya Omar al Farouq ditangkap petugas pada 5 Juni
lalu, ia bersama dua anak perempuannya masing-masing berumur 2,5 tahun dan 1
tahun sedang berada di Pulau Batam untuk berdagang pakaian.
Kepergiannya ke Batam saat itu bersama suaminya yang semula akan meneruskan
perjalanan menemui pamannya di Malaysia.
Namun, Omar al Farouq mengatakan ada yang tertinggal di Bogor yang harus
diambilnya, hingga terpaksa Omar kembali ke rumahnya di Cijeruk Bogor dan akan
kembali lagi ke Batam, sebelum pergi ke Malaysia. Ternyata, suaminya tak kunjung
datang lagi ke Batam. Ny Mira baru mengetahui nasib suaminya setelah ibunya, Ny
Oman (57), yang tinggal di Desa Cisalada, Kecamatan Cijeruk memberitahukan lewat
telepon bahwa Omar Farouq ditangkap petugas.
"Saya mengetahui tentang suami saya itu dari Internet, yang menyebut-nyebut suami
saya terlibat jaringan teroris Al-Qaeda dan oleh petugas dibawa ke Jakarta,
selanjutnya dibawa ke Malaysia hingga kini ditahan di Afghanistan oleh tentara
Amerika," ujarnya.
Ny Mira saat ini justru menduga suaminya berada di Amerika. "Saya mau lapor ke
polisi untuk mencari tahu keberadaan suami saya ada di mana. Tapi, kedua anak
saya yang masih kecil-kecil tak bisa ditinggal," ujarnya.
Sejak menikah dengan Omar Al Farouq (34) di Ambon pada tahun 1999, hingga kini
berada di Bogor, setiap hari suaminya berjualan pakaian dan mengajar mengaji.
Ia mengaku pertama bertemu dengan Omar di Ambon. Ketika itu, Mira bersama
ayahnya Haris Fadilah sedang berjualan pakaian yang diambilnya dari Pasar Tanah
Abang Jakarta.
Belum lama ini, Haris Fadilah meninggal di Ambon akibat tertembak saat kerusuhan
antaretnis melanda Ambon.
Cinta kilat di Ambon itu diakhiri pernikahan Mira dengan Omar Farouq. Omar
kemudian ikut Mira kembali ke Bogor, Jawa Barat.
Sejak ayahnya meninggal, usaha berdagang pakaian dilanjutkan oleh Mira bersama
Omar. Selain ke Ambon, mereka juga menjajakan dagangannya hingga ke Pulau
Batam. "Jika suami saya seorang anggota teroris, ngapain saya nikah dengan
teroris?" kata Mira. Ia mengaku sejak suaminya ditangkap dan tak diketahui
keberadaannya, usaha dagang pakaian antar-pulau itu menjadi terganggu.
Mira juga menolak tuduhan bahwa suaminya disebut-sebut sebagai dalang
pengeboman pada malam Natal tahun 2000 di sejumlah tempat di Jakarta.
Ny Oman, ibu kandung Mira, menambahkan, saat penangkapan terhadap Omar Al
Farouq terjadi, ia baru tahu setelah belasan petugas berpakaian preman datang
menggeledah rumahnya di Desa Cisalada. Para petugas itu masuk ke dalam rumah
tanpa disertai surat penggeledahan dan mengacak-acak lemari pakaian di dalam
kamar menantunya.
Pakaian Preman
"Saat ditanya dari mana, orang berpakaian preman itu hanya mengatakan dari
Jakarta. Sebelum mereka datang menggeledah rumah, sehari sebelumnya ada
beberapa orang tak dikenal selalu mengamati rumah kami sambil mondar-mandir di
depan rumah," ujarnya.
Sementara itu, Engkus (55), Ketua RW 01 Desa Cisalada yang ditemui terpisah,
mengatakan, pada tanggal 5 Juni dinihari sekitar pukul 01.00, kedatangan dua orang
berpakaian preman mengaku dari Imigrasi minta di antarkan ke rumah Omar yang
sehari-harinya dipanggil Abu di Desa Cisalada. Dua lelaki itu mengatakan operasi ini
dipimpin oleh seorang perwira tinggi bintang satu.
Saat diantarkan ke rumah Ny Oman, rumah itu ternyata sudah dikepung oleh belasan
orang berpakaian preman. Ketika ditanyakan oleh Engkus kepada dua petugas
kenapa banyak orang di tengah malam ketika itu, kedua petugas itu mengaku Omar
terlibat pemalsuan paspor dan narkoba. Kedua petugas berpakaian preman itu
menyuruh Engkus berdiri di depan pintu, ketika berupaya mengetuk pintu depan
rumah Ny Oman di atas tanah seluas 400 meter persegi di Desa Cisalada.
Karena Omar yang dicari tidak berada di rumahnya, akhirnya semua petugas
berpakaian preman dari Jakarta itu kembali dengan hasil nihil dengan menggunakan
empat kendaraan jenis sedan. Sementara enam petugas lainnya sambil membawa
peralatan komunikasi canggih dititipkan di rumah Engkus.
Esok harinya, enam petugas itu (pada 5 Juni 2002) sekitar pukul 13.00, mendapat
informasi bahwa Omar Al Faruq sudah ditangkap di daerah Baranangsiang. Kepada
Engkus, keenam petugas berpakaian preman itu mengaku tugasnya sudah selesai
dan segera kembali ke Jakarta. (126)
----------
Last modified: 19/9/2002
|