The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

Setapak Jejak Umar Al-Faruq


TEMPO No. 31/XXXI/30 September - 06 Oktober 2002

Nasional

Setapak Jejak Umar Al-Faruq

Al-Faruq diketahui pernah ikut latihan perang di Ambon. Tapi di Poso para petinggi muslim mengaku tak mengenalnya.

NAMA Umar Al-Faruq mungkin lebih banyak ditulis di media massa ketimbang Megawati sepanjang dua pekan terakhir. Sosok keturunan Arab ini menurut dokumen Dinas Rahasia Amerika Serikat (CIA), yang dikutip majalah Time edisi dua pekan lalu, merupakan motor jaringan Al-Qaidah. Ia menyita perhatian karena--konon, di dokumen--mengaku dua kali berencana membunuh Presiden Megawati. Seluruh jajaran keamanan Republik sibuk mencari jejak pria tinggi besar yang dikenal di sini dengan nama Mahmud bin Ahmad Assegaf itu.

Mulanya laki-laki berusia 31 tahun itu diketahui sebagai warga negara Kuwait. Namun, akhir pekan lalu Kuasa Usaha Kedutaan Besar Kuwait di Jakarta, Ali Al-Dafiri, membantah bahwa Al-Faruq adalah warga negaranya. Al-Dafiri mengatakan bahwa Al-Faruq, yang kini ditahan pemerintah Amerika Serikat di pangkalan militer Bagram, Afganistan, adalah warga negara Irak.

Al-Dafiri menuturkan, Al-Faruq lahir pada 1969 dengan nama Mahmud Ahmad Muhammad Al-Rasyid. Artinya, jika versi ini benar, usia Al-Rasyid kini 33 tahun, dua tahun lebih tua dari keterangan yang tertera di dokumen CIA. Al-Rasyid tercatat sebagai warga Irak dengan bukti paspor bernomor 0549549. Ia kemudian masuk ke Kuwait sekitar tahun 1985 dan bekerja di negara kaya minyak tersebut kurang-lebih sepuluh tahun.

Sayangnya, Al-Dafiri tidak mengetahui persis alamat Al-Rasyid selama tinggal di Kuwait. Data yang ada cuma menunjukkan Al-Rasyid telah meninggalkan Kuwait sejak tujuh tahun silam. Jika dokumen CIA benar, sejak di Kuwait ia sudah bersentuhan dengan gerakan jihad Al-Qaidah. Bahkan Al-Rasyid alias Al-Faruq ditulis oleh CIA pernah menjalani latihan di kamp Al-Qaidah di Khaldan, Afganistan. Selama tiga tahun di sana, ia dekat dengan Abu Zubaidah, tangan kanan Usamah bin Ladin, miliarder Arab Saudi yang orang nomor satu jaringan Al-Qaidah. Ia kabarnya pernah pula ditugasi Al-Qaidah pergi ke Moro, Filipina Selatan, untuk membantu Front Pembebasan Islam Moro.

Bagaimana Al-Faruq sampai di bumi Indonesia?

Keterangan datang dari Mira Agustina, istri Al-Faruq, yang Kamis pekan lalu diperiksa oleh Kepolisian Bogor dan "tamu" dari Jakarta, yaitu delapan orang penyidik dari Markas Besar Polisi Indonesia. Ibu dua anak Al-Faruq--berusia dua tahun dan setahun--yang kini tinggal di Cijeruk, Bogor, ini tak tahu persis kapan suaminya masuk Ambon. Dia hanya tahu Al-Faruq sudah ada di Ambon sejak 1999. Mereka menikah pada Juli tahun itu. Mira, yang sehari-hari berjilbab dan bercadar, memang pernah tinggal di Ambon. Dia adalah putri tokoh Islam dari Ambon, Haris Fadillah, yang tewas dalam konflik antar-pengikut agama di sana. Setelah ayahnya wafat, Mira dan Al-Faruq pindah ke Bogor pada tahun 2001.

Mira yakin benar bahwa Al-Faruq sebenarnya warga Indonesia yang kemudian diangkat anak oleh sebuah keluarga dari Timur Tengah dan kemudian hijrah ke Kuwait. Al-Faruq kembali ke Ambon ketika sudah menginjak usia dewasa. Dari mana ia datang? Dari Afganistan atau Kuwait? Ini yang masih gelap.

Penelusuran TEMPO menunjukkan Al-Faruq masuk ke pulau rempah-rempah bersama sejumlah rekannya setelah pecahnya bentrokan pertama antara umat Islam dan Kristen pada 1999. Akibat penutupan alur pelayaran dan penerbangan oleh aparat keamanan di sekitar Laut Ambon, Al-Faruq menyusup masuk melalui Namlea di Kabupaten Pulau Buru. Setelah beristirahat di Namlea, Al-Faruq lantas meneruskan perjalanan ke Ambon melalui Jazirah Leihitu.

Kalangan mujahidin di Ambon mengenal Al-Faruq dengan nama panggilan "Muhajir". Julukan ini diambil dari bahasa Arab untuk warga pendatang. Bersama Haris, yang lebih dikenal dengan julukan Abu Jar, Al-Faruq turut angkat senjata untuk melawan golongan Kristen. "Mereka datang begitu saja. Mereka tak kenal siapa pun. Tapi mereka berani, dan itu membangun moral umat Islam yang terpuruk akibat konflik," ujar seorang aktivis Islam yang pernah bertemu Al-Faruq di Ambon.

Kehadiran Al-Faruq di Ambon bukan isapan jempol belaka. Sumber TEMPO dari kalangan DPRD Ambon mencatat Al-Faruq setidaknya terlihat tiga kali beriringan dengan para anggota mujahidin, membela kampung-kampung muslim. Al-Faruq juga tampak dalam sebuah latihan perang mujahidin di Kota Jawa, Desa Rumah Tiga, Kecamatan Baguala, Ambon.

Di Ambon, Al-Faruq dan keluarganya tinggal di Kompleks Bank Tabungan Negara di kawasan Kebun Cengkih. Warga setempat pernah melihat keluarga Al-Faruq dan sejumlah rekannya yang diduga berasal dari Timur Tengah--dilihat dari postur tubuh dan wajahnya. Mereka menempati dua rumah di Blok D dan Blok B1 nomor 15 hingga pertengahan tahun 2001. Seorang ibu yang menjadi tetangga mereka menuturkan kehidupan keluarga Al-Faruq yang sederhana sekali. "Para lelaki yang tinggal di situ cuma tidur dengan beralaskan tikar."

Sehari-hari Al-Faruq aktif dalam pengajian dan pengajaran agama Islam. Dia masuk ke desa-desa di Kecamatan Piru di Maluku Tengah. Di kala senggang, ia kelihatan ikut berdiskusi dengan beberapa anggota Laskar Jihad di masjid Kompleks BTN Kebun Cengkih. Salah seorang peserta diskusi bercerita, "Al-Faruq lebih fasih berbicara dalam bahasa Arab daripada bahasa Indonesia."

Sebenarnya kehadiran Al-Faruq dan sejumlah warga Timur Tengah di Ambon bukan cerita baru. Sumber TEMPO di kalangan intelijen dan polisi menuturkan, hubungan antara warga Ambon dan para pendatang itu sudah terjalin sejak maraknya pengiriman aktivis mujahidin asal Indonesia dalam perang Afganistan sekitar 1980-an silam.

Seusai konflik di negeri para mullah itu, para mujahidin asal Indonesia pulang kampung. Namun, hubungan antara mereka dan rekan-rekan seperjuangan di Afganistan tetap terjalin erat. Tak aneh, ketika konflik antar-agama meluas di Ambon, sejumlah "veteran perang Afgan" itu berdatangan ke sana. Mereka menyaru sebagai pengungsi asal Timur Tengah atau Afganistan. Di kawasan Kebun Cengkih, misalnya, terdapat makam seorang pendatang dari Yaman yang tewas dalam konflik bersenjata dua tahun silam.

Cerita ini diperkuat oleh Brigadir Jenderal (Purn.) Rustam Kastor. Tokoh muslim Maluku ini tidak membantah hadirnya pendatang dari Timur Tengah ketika konflik berdarah di kampungnya pecah. Diakuinya juga bahwa sukarelawan dari Jazirah Arab itu membantu angkat senjata. Kastor yakin mereka datang membantu sesama muslim. "Mereka bukan teroris," ujarnya.

Gelombang kedatangan warga Timur Tengah ke Ambon ini seingat Kastor mulai berlangsung akhir 1999 hingga awal 2000. "Jumlahnya mencapai belasan orang saja," ujarnya. Namun, mantan Kepala Staf Komando Daerah Militer Trikora ini tidak ingat betul apakah sosok Al-Faruq ada di antara yang belasan orang itu.

Jejak Al-Faruq, menurut intel Indonesia, ditemukan lewat beberapa rekaman video yang bisa diperoleh dari kediaman Seyam Reda alias Abu Daud, yang ditangkap aparat di Pasar Minggu, Jakarta, dua pekan lalu. Warga negara Jerman keturunan Arab ini disebut-sebut oleh Al-Faruq--di dalam dokumen CIA--sebagai atasannya dalam menjalankan operasi Al-Qaidah di Indonesia.

Asisten Khusus Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Muchyar Yara, mengaku telah menyaksikan rekaman video itu. Salah satunya merekam tragedi Ambon. "Al-Faruq terlihat memberikan komando untuk bertempur," cerita Muchyar. Dalam rekaman video lainnya, tentang konflik berdarah di Poso, Muchyar juga melihat Al-Faruq tengah memberikan pelatihan kepada anak buahnya. Kaset-kaset video inilah yang pernah dipertontonkan oleh Kepala BIN Hendropriyono kepada anggota DPR dari Komisi Pertahanan dan Luar Negeri. Presiden Megawati kabarnya juga sudah menyaksikan pemutaran video tentang aksi Al-Faruq tersebut di dua wilayah bergolak itu. Hendro beberapa waktu yang lalu pernah mengatakan, pihaknya menemukan bekas kamp pelatihan Al-Qaidah di Poso--keterangan yang kemudian dibantah kepolisian setempat.

Aslikah rekaman video itu? Sulit dijawab. Bahwa Al-Faruq pernah kelihatan di Ambon, itu banyak buktinya, termasuk keterangan istrinya. Tapi bahwa ia juga pernah bergerak di Poso, itu meragukan. Sejumlah aktivis Islam di Poso membantah pernah menggunakan jasa Al-Faruq. Panglima Perang Tertinggi Laskar Jihad di Poso, Adnan Arsal Umar, menepis berita hadirnya warga keturunan Timur Tengah itu. Seorang petinggi Laskar Jundullah di Poso, Abdul Risyad Nurdin, juga yakin tak ada orang Timur Tengah di wilayah bergolak itu.

Jadi, siapa "Al-Faruq" dalam video BIN tentang Poso itu? Adakah ia tokoh rekaan semata, atau malah video itu yang meragukan keasliannya? Adakah ia cuma seorang yang bersimpati pada sesama muslim di Ambon, atau benar dia orang penting di jaringan Al-Qaidah? Sungguh banyak pertanyaan yang belum terjawab untuk menguak sosok Al-Faruq ini.

Widjajanto, Wenseslaus Manggut, Faisal, Idayanie (TNR)

Copyright @ tempointeraktif
 


Copyright © 1999-2001 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/soija2002
Send your comments to
alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044