Masuk
Kurungan
Tepat delapan bulan sampai kepada
hari-harinja aku sudah berada lagi dalam tahanan. Penahanan kembali ini
tidak disebabkan oleh satu kedjadian jang chusus. Kesalahanku tjuma oleh
karena aku tidak menutup mulutku jang besar sebagaimana mereka harapkan
setelah aku keluar dari pendjara.
Komisaris itu membelebab kepadaku. ,,Tuan
Sukarno, tuan tidak bisa berobah. Tidak ada harapan tingkah-laku tuan
bisa baik lagi. Menurut tjatatan kami, tuan hanja beberapa djam sadja
sebagai orang bebas ketika tuan naik kereta-api menudju Surabaja, lalu
tuan kembali bikin katjau lagi dan sedjak waktu itu tidak berhenti-henti
bikin ribut. Djadi djelas sekarang bagi Pemerintah Sri Ratu bahwa tuan
senantiasa mendjadi pengatjau."
,,Kemana tuan bawa saja ?" tanjaku.
,,Masuk tahanan."
,,Di Bandung lagi?"
,,Sekarang tidak. Sekarang ini tuan kami tahan
di Hopbiro Polisi drsini."
Dikantor Polisi mereka tidak mengurungku.
Kepadaku hanja ditundjukkan sebuah bangku pandjang dan membiarkanku
disana. Aku bertanja hepada perwira pengawas, ,Tuan, apakah bisa saja
memanggil isteri saja ?" Dia tidak mendjawab.
,,Dapatkah saja menjampaikan `pesan kepada
pembela saja?" Ia masih tidak mendjawab.
,,Bolehkah saja bertemu dengan salah seorang
anggota Volksraad atau salah seorang pemimpin dari partai saja ?"
Tidak ada djawaban.Dia hanja menarik korsi kemedjanja dan menulis, terus
menulis suatu dokumen jang berisi tidak kurang dari seribu halaman
dakwaan kepadaku. Karena aku seorang djahat jang begitu berbahaja,
mereka tidak membiarkanku seorang diri. Polisi jang bersendjata lengkap
mengawalku dibangku itu.
Aku nongkrong disana berdjam-djam lamanja. Dan
aku mulai memikir. Selama saat-saat jang tegang dalam kehidupan orang,
seringkali pikiran manusia memusatkan diri kepada soal-soal jang paling
tidak berarti atau matjam soal-soal jang kelihatannja tidak ada
sangkutpautnja. Ia seakan-akan mendjadi pintu pengaman daripada tabi'at
manusia untuk mengeluarkan tekanan ketakutan jang bertjokol dalam
airinja. Disini aku mendjadi seorang jang kalah dua kali. Apakah jarg
akan terdjadi terhadap diriku ? Apakah aku hanja akan didjebloskan
kedalam pendjara ? Apakah mereka melemparkanku ketempat pengasingan ?
Atau menggantungku ? Apakah sesungguhnja ? Apa ? Dalam usia 32 tahun
maka seluruh kehidupanku ini sudah menjelesaikan lingkarannja.
Satu-satunja jang dapat kulihat dalam
pikiranku hanjalah permainan bulutangkis dan bolanja jang terbang kian
kemari menurut kemauan dari para pemainnja. Nehru jang telah sebelas
kali keluar-masuk pendjara pada suatu waktu menjamakan dirinja dengan
bola bulutangkis. Sambil duduk disana aku berkata pada diriku sendiri.
,,Tidak karno, engkau lebih menjerupai sebuah ranting dalam unggun
kajubakar jang sedang menjala." ,,Kenapa begitu ?" Aku
bertanja pada diriku sendiri.
,,Karena," datang djawabnja, ,,ranting itu turut mengambil
bagian dalam menjalakan api jang berkobar-kobar, akan tetapi dibalik itu
iapun dimakan oleh apa jang hebat itu. Keadaan ini sama dengan
keadaanmu. Engkau turut mengambil bagian dalam mengobarkan apinja
revolusi, akan tetapi..........
"Pertjakapan dengan diriku sendiri
terputus dengan tiba-tiba. Djelas bahwa aku sesungguhnja dapat disamakan
dengan sepotong kajubakar, karena tiba-tiba—achirnja—nampaknja
akupun dimakan oleh djilatan api jang menggelora itu dalam mana aku
turut mengambil bagian sebagai kaju pembakarnja.
Aku menghilangkan pikiran ini dari ingatanku dan
mentjoba memikirkan soal jang lain. Tidak lama kemudian aku dikuasai
oleh kelelahan, lalu tertidur diatas bangku kaju jang keras itu. Ketika
tjahaja diluar masih keabu-abuan, mereka memasukkanku kedalam
kereta-api. Tempat selandjutnja adalah Sukamiskin. Tetapi mereka tidak
perasa. Aku tidak dimasukkan kedalam selku jang lama.
Mereka mengurungku dalam sebuah sel chusus,
dibuat ditengah-tengah ruangan besar jang telah dikosongkan. Disitulah
aku terkurung disebuah sel sempit dalam ruangan jang besar. Dan seorang
diri. Delapan bulan lamanja aku hidup seperti seorang pertapa jang bisu.
Kemudian mulai lagi pemeriksaan. Tjara
bekerdjanja adalah demikian, mula-mula orang ditahan, dihudjani dengan
ribuan pertanjaan. lalu dikirim djauh-djauh—untuk tidak kembali lagi.
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang luarbiasa, maka
tidak perlu lagi d adakan pemeriksaan menurut hukum atau pengesahan
hukuman. Dengan hanja membuat keputusan sendiri untuk pembuangan, maka
Gubernur Djendral memerintahkan ribuan manusia untuk dibuang djauh-djauh
untuk hilang begitu sadja tak tentu rimbanja. Nampaknja Sukarno akan
mengalami nasib jang demikian itu. Dengan tidak diadili terlebih dulu
hukuman sudah didjatuhkan kepadaku. Aku akan dibuang kesalahsatu pulau
jang paling djauh. Berapa lamakah ? Hingga semangatku dan djasadku
mendjadi busuk.
Aku akan menghadapi pembuangan ini. Setelah
pendjara, maka langkah selandjutnja akan menjusul setjara otomatis.
Sikapnja seakan-akan mereka sudah tjukup baik hati terhadapku dengan
membebaskanku boberapa bulan jang lalu. Dan aku membalas kebaikan mereka
dengan berbuat hal-hal jang tidak baik seperti dahulu. Nampaknja mirip
seperti aku tak tahu berterimakasih.
Djam lima-tigapuluh disuatu pagi aku
dimasukkan tjepat-tjepat kedalam kereta akspres dan dikurung dalam kamar
jang ketjil dari salahsatu gerbong jang sengadja dikosongkan. Dua orang
berpakaian seragam mengawalku. Seorang didalam. Seorang lagi diluar
pintu. Sungguhpun aku tidak melihat tanda-tanda kehadiran orang lain,
kepadaku disampaikan bahwa keluargakupun ada dalam kereta-api itu.
Keluargaku jang baru bertambah terdiri djuga dari Ibu Amsi, mertuaku,
dan Ratna Djuami, jaitu kemenakan Inggit jang masih ketjiil dan mendjadi
anak angkat kami. Menurut kebiasaan kami pengambilan anak angkat tidak
memerlukan pengesahan. Ia berarti bahwa seseorang tinggal denganmu dan
engkau mentjintainja.
Sesampai di Surabaja keluargaku dipisahkan
kehotel sedangkan aku disimpan lagi diantara empat dinding tembok selama
dua hari dua malam berada disana. Disinilah bapak dan ibu bertemu dengan
si anak tersajang, untuk mana mereka telah membina harapan-harapan jang
begitu besar. Inilah pertamakali mereka melihatku dibelakang
djeradjak-besi dan aku kelihatan tidak banjak menjerupai Karno,
pradjurit-pahlawan besar dari Mahabharata itu. Pengalaman ini sangat
menjajat hati mereka, hingga mereka hampir tak sanggup memandangi
keadaanku. Kedjadian ini sudah lebih dari tigapuluh tahun jang lalu,
akan tetapi rasa pedih jang meremukkan dari pertemuan kami itu masih
tetap melekat dalam djiwaku sampai sekarang.
,,O, Karno........anakku Karno," bapakku
tersedu-sedu, mentjurahkan seluruh kepiluan hatinja, ,,Apa jang dapat
kulakukanmengenai dirimu? Apa jang dapat kami kerdjakan untukmu ?
Pertama, engkau meringkuk beberapa tahun dalam tahanan, jang menjebabkan
kesedihan hati kami jang amat sangat. Dan sekarang lagi engkau dibuang
djauh-djauh keluar Djawa.
"Pipikupun basah dengan airmata, akan
tetapi aku berusaha untuk tersenjum sedikit. ,,Akan kuberikan segala
sesuatu, Pak, sekiranja saja mendapat kedudukan jang baik, jang akan
memberikan kegembiraan kepada orangtuaku sebagaimana sepantasnja dengan
pendidikan jang diberikan kepada saja. Akan tetapi, rupanja Tuhan tidak
menghendakinja."
Sementara airmata mengalir diwadjahnja jang
manis ibuku jang lembut hati itu membisikkan, ,,Sudah suratan takdir
bahwa Sukarno menjusun pergerakan jang menjebabkan dia dipendjarakan,
lalu dibuang dan kemudian dia akan membebaskan kita semua. Sukarno tidak
lagi kepunjaan orangtuanja. Karno sudah mendjadi kepunjaan rakjat
Indonesia. Kami mau tidak mau menjesuaikan diri dengan kenjataan
ini."
Kami hanja diizinkan bertemu selama tiga
menit. Aku tjukup lama dibawa keluar sel untuk mendjabat tangan bapak
dan mentjium ibu. Kami merasa takut kalau pertemuan ini akan memisahkan
kami untuk selama-lamanja, kami takut kalau perpisahan jang tergesa-gesa
ini adalah detik jang terachir kami dapat saling memandangi wadjah satu
sama lain.
Hari berikutnja, dengan roda-roda jang
mentjiut melalui tikungan, aku dilarikan kepelabuhan dimana orang telah
berdjedjal-djedjal dipinggiran djalan untuk melambaikan utjapan selamat
djalan dengan bendera-bendera Merah-Putih dari kertas jang mereka buat
sendiri. Dengan didampingi dikiri-kanan oleh dua orang reserse, aku
dibawa naik keatas kapal barang dan ditahan dikamar kelas dua disebelah
kandang ternak.
Delapan hari kemudian kami sampai ketempat
tudjuan: Pulau Bunga, pulau jang terpentjil.
webmaster didonk74@hotmail.com
|