Kollabolator
Atau Pahlawan ?
MALAM itu aku pergi
kerumah Hatta. Kami mengadakan pertemuan jang pertama guna membitjarakan
taktik kami bekerdja untuk masa jang akan datang. ,,Bung Hatta dan saja
dimasa jang lalu telah mengalarni pertentangan jang mendalam,"
kataku. ,,Memang disatu waktu kita tidak berbaik satu sama lain. Akan
tetapi sekarang kita menghadapi suatu tugas jang djauh lebih besar
daripada jang dapat dilakukan oleh salah-seorang dari kita. Perbedaan
dalam hal partai atau strategi tidak ada lagi. Pada waktu sekarang kita
satu. Dan kita bersatu didalam perdjoangan bersama."
,,Saja setudju,"
Hatta menjatakan.
Kami berdjabat tangan dengan kesungguhan hati inilah," kataku
berdjandji, ,,djandji kita sebagai Dwitunggal. Inilah sumpah kita jang
djantan untuk bekerdja berdampingan dan tidak akan berpetjah hingga
negeri ini mentjapai kemerdekaan sepenuhnja."
Bersama-sama dengan
Sjahrir, satu-satunja orang jang turut hadir, rentjana-rentjana gerakan
untuk masa jang akan datang kami susun dengan tjepat. Telah disetudjui,
bahwa kami akan bekerdja dengan dua tjara. Diatas-tanah setjara
terang-terangan dan dibawah-tanah setjara rahasia. Jang satu memenuhi
tugas jang tidak dapat dilakukan oleh tjara jang lain.
"Untuk memperoleh
konsesi-konsesi politik jang berkenaan dengan pendidikan militer dan
djabatan-djabatan pernerintahan bagi orang-orang kita, kita harus
memperlihatkan diri dengan tjara kollaborasi." kataku.
,,Djelaslah, bahwa
kekuatan Bung Karno adalah untuk menggerakkan massa," Hatta
menegaskan. ,,Djadi Bung Karno harus bekerdja setjara
terang-terangan."
,,Betul, Bung Hatta membantu saja. Karena Bung Hatta terlalu terkenal
untuk bisa bekerdja dibawah-tanah."
,,Biarlah saja,"
Sjahrir menjarankan, ,,untuk mengadakan gerakan bawah-tanah dan menjusun
bagian penjadap-berita dan gerakan rahasia lainnja."
Pembitjaraan singkat
itu, jang berlangsung selama satu djam, mengembangkan suatu landasan
jang begitu ringkas. Dan kelihatannja seolah-olah dikerdjakan dengan
sangat saksama, setelah diteliti
kernbali duapuluh tahun kemudian. Sebenarnja strategi kami adalah
satu-satunja pilihan jang mungkin didjalankan ketika itu. Djadi kami
tidak mernpunjai pilihan lain. ,,Inilah kesempatan jang kita tunggu-
tunggu," kataku bersemangat. ,,Saja jakin akan hal ini. Pendudukan
Djepang adalah kesempatan jang besar dan bagus sekali untuk mendidik dan
mempersiapkan rakjat kita. Semua pegawai Belanda masuk
kamp-tawanan. Sebaliknja djumlah orang Djepang tidak akan mentjukupi
untuk melantjarkan roda pemerintahan diseluruh kepulauan kita. Tentu
mereka sangat mernerlukan tenaga kita. Indonesia segera akan
melihat, bahwa madjikannja tidak akan berhasil dengan baik tanpa bantuan
kita."
Aku berdjalan
hilir-mudik ketika berpikir dengan keras, ,,Akan tetapi rakjat kita
harus menderita, lebih dulu, karena hanja dengan penderitaanlah ia dapat
bangkit. Rakjat kita adalah bangsa jang suka damai, mau senang dan
mengalah dan perna'af. Sungguhpun rakjat Indonesia hampir mentjapai
djumlah tudjuhpuluh djuta dan diperintah oleh hanja 500.000 orang, akan
tetapi darah rakjat tidak pernah bergolak sedernikian panas sehingga
sanggup bertempur melawan Belanda. Belanda menenteramkan penguasaannja
dengan memberikan kebaikan-kebaikan palsu. Djepang tidak.
,,Kita tahu, bahwa
Djepang tidak segan-segan memenggal kepala orang dengan sekali ajunan
pedangnja. Kita mengetahui muslihat mereka, memaksa sikorban merninum
berliter-liter air dan kemudian melompat keatas perutnja. Kita sudah
mengenal djeritan ditengah malam jang menakutkan jang keluar dari markas
Kenpetai. Kita mendengar pradjurit-pradjurit Kenpetai dengan sengadja
dalam keadaan mabuk-mabukan untuk menumpulkan perasaannja. ,,Orang
Djepang memang keras. Kedjam. Tjepat melakukan tindakan kurang-adjar.
Dan ini akan membuka mata rakjat untuk mengadakan perlawanan."
,,Mereka djuga akan
memberikan pada kita kepertjajaan terhadap diri sendiri." Hatta
menguraikan. ,,Bangsa Asia tidak lagi lebih rendah dari orang
Barat."
,,Kondisi-kondisi inilah jang akan mentjiptakan suatu kebulatan
tekad. Kalau rakjat kita betul-betul digentjet, maka akan datanglah
revolusi mental. Setelah itu, revolusi fisik."
Aku duduk. Melalui
lobang sandal aku mengelupas kuku djari kakiku, suatu tanda jang pasti
bahwa pikiranku gelisah. Tanpa kusadari aku mengelupas kuku ibu-djari
kakiku terlalu dalarn hingga berdarah. ,,Kita harus melantjarkan gerakan
kebangsaan," kataku berbitjara dalam mulut.
,,Tidak mungkin," Hatta membalas. ,Mengadakan rapat umum dan
berpolitik dalam bentuk apapun dilarang."
,,Kita tidak bisa membangkitkan semangat rakjat kalau tidak ada
pergerakan rakjat," kunjatakan dengan tegas. ,,Saja tidak bisa
dudukduduk sadja dibelakang medja setjara passif. Kalau hanja sebagai
pemberi nasehat, itu tidak tjukup bagi saja. Harus ada kegiatan. Kita
tidak bisa menjuruh rakjat berdjoang, sekalipun dengan diam-diam, tanpa
bimbingan. Kalau saja tidak bisa Membentuk suatu gerakan sendiri, saja
akan mengadakan infiltrasi kedalarn gerakan jang didukung oleh Djepang.
Bagaimana dengan Gerakan Tiga-A ?"
Gerakan Tiga-A adalah
suatu organisasi jang setjara psychologis keliru. la bekerdja dengan
sembojannja jang menusuk hati: "Dai Nippon Pemimpin Asia. Dai
Nippon Pelindung Asia. Dai Nippon Tjahaja Asia".
,,Gerakan itu tidak
betul," Sjahrir menggerutu. ,,Tudjuannja tadinja hendak
mengumpulkan bahan makanan dari kita, mengaut kekajaan alam kita dan
bahkan djuga mengumpulkan tenaga manusia."
,,Akan tetapi gerakan
itu tidak memberikan apa-apa sebagai balasannja," Hatta
menambahkan. ,,Ditambah lagi dengan propagandanja jang sangat
dibesar-besarkan, tidak adanja pemimpin bangsa Indonesia jang duduk
dalam putjuk pimpinannja dan ketidak-senangan rakjat jang sernakin
meningkat menjebabkan gerakan itu segera menarik diri. Lebih baik Bung
Karno mendjauhkan diri dari Gerakan Tiga-A."
,,Tidak. Saja pikir,
malah saja akan memasukinja."
,,Kenapa ?"
,,Ja. Untuk merombaknja."
Dimalam pertama aku di Djakarta aku pergi tidur dengan kepala jang
pusing, oleh karena pikiranku gelisah. Hitam-putihnja baru diketahui
dihari esok. Aku harus menghadap Letnan Djendral Imamura. la menerimaku
dikamar-duduknja dalam istana jang putih dan besar itu, bekas istana
Gubemur Djendral Hindia Belanda. Kamar duduk itu sekarang mendjadi
kamar-studiku. Djendral Imamura adalah seorang Samurai sedjati. Kurus,
melebihi tinggi orang biasa, bersifat sopan, hormat dan berbudi luhur.
Setelah mempersilakanku duduk, iapun duduk. Sikapnja lurus seperti
tongkat.
Aku berbitjara dalam bahasa Indonesia. Dia dalam bahasa Djepang. Kami
mempunjai djurubahasa. Aku pergi sendirian tanpa pengikut. Djendral itu
dengan adjudannja tentu. Djendral-djendral selalu punja. Dialah
mula-mula membuka pembitjaraan ,,Saja memanggil tuan ke Djawa dengan
maksud jang baik. Tuan tidak akan dipaksakan bekerdja bertentangan
dengan kemauan tuan. Hasil dari pembitjaraan kita - apakah tuan bersedia
untuk bekerdja-sama dengan kami atau tetap sebagai penonton sadja -
samasekali tergantung kepada tuan sendiri."
,,Boleh saja bertanja,
apakah rentjana Dai Nippon Teikoku untuk Indonesia ?"
Mendjawab Imamura, ,,Saja hanja Panglima Tertinggi dari tentara
ekspedisi. Tenno Heika sendirilah jang berhak menentukan, apakah negeri
tuan akan diberi otonomi dalam arti jang luas dibawah lindungan
pemerintah Nja. Ataukah akan memperoleh kemerdekaan sebagai
negara-bagian dalam suatu federasi dengan Dai Nippon. Ataupun mendjadi
negara merdeka dan berdaulat penuh. Saja tidak dapat memberikan djandji
jang tepat tentang bentuk kemerdekaan jang akan diberikan kepada negeri
tuan. Keputusan jang demikian itu tidak dapat diambil sebelum peperangan
ini selesai. Sungguhpun demikian, kami dapat memahami tjita-tjita dan
sjarat-sjarat tuan, dan ini sedjalan dengan tjita-tjita kami.
Kalimatku selandjutnja adalah, ,Terimakasih, Djendral. Terima kasih
karena tuanlah orang jang mendupak Belanda jang terkutuk itu keluar.
Saja mentjobanja selama bertahun-tahun. Negeri saja mentjoba selama
berabad-abad. Akan tetapi Imamura-lah orang jang berhasil." ,Boleh
saja bertjeritera, Ir. Sukamo, bagaimana saja menaklukkan orang
Kulitputih jang kuat-perkasa itu dari pantai daratan tuan
Dengan gertak. Itulah ! Semata-mata gertak."
Wadjahku diwaktu itu
tentu mentjerminkan kebingungan, karena Djendral itu berkenan untuk
tersenjum dan kemudian dengan riang mentjeriterakan kemenangan itu.
,,Pada waktu tentara saja mendarat di Djawa, pasukan saja hanja tinggal
beberapa bataljon dan saja harus memetjah-metjahnja lagi. Sebagian
mendarat di Djawa Barat, sebagian di Djawa Tengah, sebagian di Djakarta,
beberapa lagi di Banten. Jang langsung dibawah pimpinan saja mendarat di
Kalidjati. Dan pasukan ini tjompang-tjamping. Orang-orang saja punja
senapan, tapi tidak punja uniform. Sebelum pendaratan kami, Gubemur
Djendral sudah terbang ke Bandung."
,,Kota itu dilindungi
oleh gunung-gunung, tentu dia menganggap kota itu dapat
dipertahankan."
,,Betul," Imamura mengangguk. ,,Lalu saja mengadakan hubungan
dengan Bandung dan memerintahkannja ke Kalidjati untuk suatu perundingan
perdamaian. Dia datang. Dan segera lagi, Saja bemarkas disebuah kamar
jang ketjil. Dengan suara-suara jang gaduh, tapi tanpa pasukan untuk
menjokong keberanian saja, saja menuntut, 'Nah, apakah tuan sekarang
akan menjerah ? Kalau tidak, saja akan membom tuan sampai lenjap dari
permukaan bumi. " Dengan demikian dia dengan stafnja segera
terburu-buru dan menjerah."
,,Dengan sisa tentara
jang terpetjah-petjah dan melarat," kataku kepada penakluk jang
menghadapiku, tuan mengusir orang-orang jang akan selalu dianggap
sebagai penindas-penindas sedjati dari Indonesia. Saja berterima-kasih
kepada tuan untuk selama-lamanja."
Drama jang kupertundjukkan ini mengingatkan daku kepad pahlawan
Filipina, Djendral Aguinaldo. Dia melawan Spanjol selama bertahun-tahun,
dan ketika Amerika menaklukkan bekas penakluk itu, jang pertama-tama
diutjapkan oleh Aguinaldo kepada orang Amerika adalah,
,,Terima-kasih." Kemudian ketika Amerika Serikat bermaksud hendak
tetap berkuasa di Filipina, Aguinaldo menjepakkannja keluar dengan
keras.
Berapa lama menurut
pikiran tuan tentara akan memegang ke kuasaan pemerintahan disini
?" tanjaku.
,,Terus-terang saja tidak tahu. Saja tidak mempujnjai rentjana sampai
kesitu."
Nah, dia belum. Tapi aku -sudah punja. Dan aku mulai dengan siasat jang
pertama. ,,Untuk memimpin rakjat kami sesuai dengan pemerintahan
militer, saja memerlukan orang sebagai pembantu pimpinan.
Urusan pemerintahan hanja dapat dilantjarkan, kalau orang-orang
Indonesia ditempatkan pada djabatan-djabatan pemerintahan. Hanja orang
Indonesialah jang mengetahui daerah, bahasa-bahasa daerah dan
adat-istiadat saudara-saudaranja."
,,Kalau ini pemetjahan jang terbaik untuk memadjukan kemakmuran dan
kesedjahteraan, maka orang Indonesia akan diberi kesempatan untuk ikut
dalam menjelesaikan urusan dalam negeri setjara meningkat.
Djabatan-djabatan dalam pemerintahan akan diberikan kepada bangsa
Indonesia dengan segera."
Kalau dilihat dari
konsesi-konsesi jang diberikan kepadaku dibidang politik, maka kekuasaan
berada ditanganku. Sang Djendral adalab seorang pemimpin militer. la
mengetahui tentang sendjata. Aku seorang pemimpin politik. Aku
mengetahui tentang pembinaan bangsa.
Didalam tanganku ia seorang baji.
Kugariskan rentjanaku kepada Hatta malam itu djuga. ,Dengan biaja
pemerintah Djepang akan kita didik rakjat kita sebagai penjelenggara
pemerintahan. Mereka akan dididik untuk memberi perintah tidak hanja
menerima perintah. Rakjat dipersiapkan mendjadi kepala. kepala dan
administrator-administrator. Mereka dididik untuk memegang roda
pemerintahan guna suatu-hari-jang-akan-datang, pada waktu mana kita
mengambil alih kekuasaan dan menjatakan kemerdekaan. Kalau tidak begitu
bagaimana mungkin kita melengkapkan susunan pemerintahan tanpa personil
?"
Tanpa menunggu djawaban atas keterangan itu aku melandjutkan,
,,Dulu setiap kepala
adalah orang Belanda dimana-mana Belanda.... Belanda. ......
pendeknja setiap satu djabatan diduduki oleh si Belanda buruk
!"
,,Dan rakjat kita tjukup djadi pengantar-surat sadja atau pesuruh,'-'
Hatta menambahkan, ,,Selalu dalam kedudukan menghambakan diri Selalu
patuh."
,,Sekarang rakjat jang kurus-kering, diindjak-indjak lagi bebal ini akan
mendjadi pedjabat-pedjabat dalam pemerintahan. Mereka akan beladjar
membuat keputusan, mereka akan mempeladjari bagaimana melantjarkan
tugas, mereka akan mempeladjari bagaimana memberikan perintah. Saja
sudah menanamkan bibitnja dan Djepang akan memupuknja."
Aku meludah ketanah. ,,Itulah sebabnja mengapa setiap orang jang tjerdas
membentji Belanda. Orang Belanda mengharapkan kerdjasama kita, akan
tetapi tidak sedikitpun memberi kesempatan pada kita jang menguntungkan
dari kerdjasama itu. Kalau saja mengingat-ingat perangai Belarida jang
munafik, saja mau muntah. Apakah jang dikerdjakan Belanda untuk kita ?
Nol besar ! Saja menjadari, tentu ada orang jang menentang saja, karena
saja bekerdjasama dengan Djepang.
Tapi, apa salahnja ? Memperalat apa jang sudah diletakkan didepan saja
adalah taktik jang paling baik. Dan itulah sebabnja mengapa saja
bersedia menerimanja."
Bulan Nopember Gerakan Tiga-A dibekukan. Bulan Maret aku pertamakali
memegang djabatan resmiku dalam suatu badan baru jang bernama PUTERA.
Tokyo menganggap ,,Pusat Tenaga Rakjat" ini sebagai alat dari
Sukarno untuk mengerahkan bantuan rakjat digaris belakang bagi
kepentingan peperangan mereka. Tapi Sukarno mengartikannja sebagai alat
jang nomor dua paling baik untuk melengkapkan suatu badan penggerak
politik jang sempurna.
Sebagai Ketua dari
PUTERA tugasku ialah meringankan kesulitan-kesulitan jang timbul didalam
negeri. Ambillah misalnja persoalan tekstil jang rumit. Oleh ketiadaan
kain rakjat Marhaen memakai badju dari karung atau bagor. Anak-anak jang
baru--Iahir dibungkus dengan taplak-medja. Aku pergi berkeliling
menjampaikan seruan kepada rakjat desa. Kataku, ,,Dinegeri kita tumbuh
sematjam tanaman jang bemama rosella. Seratnja bisa -ditenun mendjadi
kain. Hajo kita tanani rosella. Mari kita tenun kain dari rosella."
Rakjat mendengarkan seruanku itu. Kalau rakjat terpaksa mentjari akal
untuk menutupi kekurangan, mereka melakukannja. Akan tetapi sementara
aku mendjalankan gerakan itu, aku memilih patriot-patriot jang
dipertjaja dan memperkerdjakannja pada pembesar-pembesar setempat.
Kataku, ,,Pekerdjaan ini akan lebih berhasil, kalau orang Indonesia
ditugaskan untuk melaksanakannja. Ini orangnja, djadikanlah dia sebagai
kepala dari gerakan ini. Saja sendiri mendjamin kesetiaannja."
Kami tidak mempunjai
sabun. Kusampaikanlah kepada tetangga kami, supaja membuat sabun dari
minjak-kelapa dan abu daun-kelapa jang dibakar. Abu itu mengandung bahan
kimia jang berbuih djika ditjampur dengan minjak. Kemudian kupilih
salah-seorang pengikutku jang paling dipertjaja, Ialu kusampaikan kepada
pedjabat jang berhubungan dengan itu, ,,Saja mempunjai seorang kawan
disini jang mengetahui bagaimana melakukannja. Tariklah dia untuk
mengatasi persoalan tuan."
Kami tidak punja
listrik. Untuk mengatasi ini keluar pulalah seruanku, ,,Hajo kita tanam
djarak. Tanaman ini mudah tumbuh seperti tanaman pagar. Dari bidjinja
kita dapat membuat minjak kastroli jang bisa menjala dengan
terang." Apa sebabnja aku mengetahui hal ini ? Oleh karena aku
orang Djawa. Oleh karena keluargaku melarat dan terpaksa memakainja.
Oleh karena selama sebagian dari hidupku aku harus membakar bidji djarak
karena tidak mampu membeli bola lampu.
Itulah sebabnja mengapa
para penakluk memerlukan pimpinan dari daerah jang diduduki itu. Hanja
penduduk aslilah jang tahu, bagainiana memetjahkan persoalan penduduk.
Musuh tidak dapat menduduki suatu negeri tanpa bantuan dari pemimpin
negeri itu - ini selalu - dimana sadja - bilamana sadja.
Kami tidak mempunjai
obat-obatan. ,Pakailah obat asli peninggalan nenek-mojang kita,"
aku mengandjurkan. ,,Untuk penjakit malaria pakailah daun ketepeng.
Untuk demam panas buatlah teh dari alang-alang." Rakjat Indonesia
sampai sekarang masih menggunakan penemuan-penemuan ini.
Kekurangan makanan merupakan kesulitan jang paling rumit untuk diatasi.
Tentara Djepang merampas setiap butir beras. Kalau bukan orang penting
djangan diharap akan memperolehnja sekalipun satu kilo. Di Bali orang
mati karena kelaparan. Aku berhasil mengumpulkan sedjumlah besar bidji
pepaja dan membagikannja kepada setiap orang masing-masing dua butir.
Buah-buahan jang enak ini kemudian tumbuh disetiap pendjuru pulau.
Untuk memerangi kelaparan, maka tentara Djepang membuat djaringan radio
jang tetap dengan menempatkan pengeras-suara disetiap desa, sehingga
setiap orang jang sebelum itu hanja mendengar nama Sukarno sekarang
dapat mendengar suara Sukarno. ,,Saudara-saudara kaum wanita,''
terdengar suara Sukarno mendengung melalui tiap pengeras-suara, ,,Dalam
waktu saudara jang terluang, kerdjakanlah seperti jang dikerdjakan oleh
Ibu Inggit dan saja sendiri. Tanamlah djagung. Dihalaman muka saudara
sendiri saudara dapat menanamnja tjukup untuk menambah kebutuhan
keluarga saudara." Nah, karena Sukarno jang mengatakan ini kepada
mereka, mereka menanamnja. Dan disetiap halaman bertunaslah buah
djagung. Usaha ini ada ketolongannja.
Mau tidak mau aku harus membelokkan kebentjian rakjat terhadap orang
Djepang, karena kekurangan makanan ini. Karena itu aku mengadakan
pidato-pidato seperti ini. ,,Agen-agen musuh membisikkan ditelinga
saudara, bahwa Dai Nippon jang mendjadi sebab kesulitan kita. Itu tidak
benar. Berbulan-bulan jang lalu dunia mengetahui, bahwa India diamuk
oleh kelaparan. Negara-negara Sekutupun menderita kemelaratan dan setiap
hari rakjat mereka berbaris untuk memperoleh sepotong roti. Djika mereka
mengatakan 'Tidak' itu adalah bohong besar. Dan kalau saudara-saudara
pertjaja kepada berita bohong ini, maka saudara sama sadja seperti katak
dibawah tempurung.
Bertahun-tahun jang lalu Winston Churchil sudah mengeluh tentang
kekurangan bahan makanan di Inggris. Djadi, saudara-saudara, peperangan
mengakibatkan kekurangan dimana-mana.
,,Dulu Belanda mengimpor beras dari Birma dan Muang Thai. Akan tetapi
kapal-kapal pengangkut itu sudah ditenggelamkan kedasar laut. Kekurangan
makanan adalah kedjadian jang biasa dalam peperangan. Akan tetapi
siapakah jang bersalah, sehingga kita harus mengimpor beras selama ini ?
Belanda. Bukan Dai Nippon Teikoku. Negeri Belanda dengan paksa merobah
sawah-sawah kita mendjadi kebun tebu, tembakau atau hasil lain jang bisa
diekspor untuk menggendutkan dirinja sendiri. Maka dari itu, sampai
dihari kita berdiri sendiri bebas dari penghisapan imperialisme kita
tergantung kepada impor beras."
Aku ditugaskan untuk
,,menjerang Sekutu, memudji negara-negara As - jaitu sekutu Djerman dan
Djepang - menimbulkan kebentjian terhadap musuh-musuh kita Inggris,
Amerika dan Belanda, dan bantulah Dai Nippon." Akan tetapi,
sekalipun pidato-pidatoku diteliti terlebih dulu dengan katja-pembesar
oleh Bagian Propaganda, kalau dipeladjari sungguh-sungguh ternjatalah
bahwa 75% dari isi pidato itu semata-mata menanamkan kesadaran nasional.
Misalnja sadja, sambil menundjuk kepada seorang pradjurit Djepang jang
sedang mengawal dengan senapan dan sangkur, aku berkata, ,,Lihat, dia
mendjalankan tugasnja oleh karena dia tjinta kepada tanah-airnja. Dia
berperang untuk bangsanja. Dia bersedia mati demi
kehormatan tanah-airnja. Begitupun ....... kita ...... harus !
l l l" Kemudian aku menanamkan kepada rakjat tentang kebesaran
negeri kami sebelum mengalami pendjadjahan. ,,Keradjaan Madjapahit
memperoleh kemenangan jang gilang-gemilang setelah digembleng dengan
penderitaan dalam peperangan-peperangan melawan Kublai Khan. Sultan
Agung Hanjokrokusumo membikin negara Mataram mendjadi negara jang kuat
setelah mengalami tjobaan-tjobaan didalam perang Senapati. Dan orang
Islam didjaman. keemasannja barulah mendjadi kuat setelah mengalami
Perang Salib. Tuhan Jang MahaKuasa berfirman dalam Quran: 'Ada masa-masa
dimana kesukaranmu sangat berguna dan perlu'."
Aku pandai memilih kata-kata sehingga orang-asing, sekalipun bisa
berbahasa Indonesia, tidak dapat menangkap arti kiasan jang chas menurut
daerah. Aku memetik tjerita-tjerita dari Mahabharata, oleh karena 80%
dari bangsa Indonesia sudah biasa dengan tjerita itu. Mereka tahu, bahwa
Ardjuna adalah pahlawan dari Pandawa-Lima, dimana keradjaan mereka telah
direbut setjara litjik dalam suatu peperangan besar. Pandawa-Lima ini
melambangkan kebaikan. Jang menaklukkan mereka adalah lambang
kedjahatan.
Setiap nama mentjerminkan watak manusia didalam pikiran kami. Ardjuna
perlambang dari pengendalian diri-sendiri. Saudaranja, Werkudara,
melambangkan seseorang Jang kuat berpegang kepada kebenaran. Sebutlah
Gatutkatja, serta-merta orang teringat kepada Sukarno. Mendengar Buta
Tjakil, orang tahu bahwa itu raksasa jang djahat. Dalam pewajangan maka
tokoh-takoh jang baik selalu duduk dikanan, jang djahat disebelah kiri.
Muka-muka jang berwarna keemasan putih atau hitam menundjukkan orang
jang baik-baik dan jang merah bandit-banditnja. Dengan mudah sekali aku
membawakan djalan pikiranku dalam perumpamaan ini.
Tjara jang lain ialah dengan perlambang hewan. Dari tulisan-tulisanku
jang dibuat sebelum perang rakiat mengetahui, bahwa aku menganggap
negeri Djepang sebagai imperialis modern di Asia. Djadi, dalam masa
inilah aku mentjetak satu perumpamaan jang terkenal: ,,Dibawah
Matahari-Terbit, manakala Liong Barongsai dari Tiongkok bekerdja-sama
dengan Gadjah-Putih dari Muang Thai, dengan Karibu dari Filipina, dengan
Burung Merak dari Birma, dengan Lembu Mandi dari India, dengan Ular
Hydra dari Vietnam, dan sekarang, dengan Banteng dari Indonesia, maka
Imperialisme akan hantjur-lebur dari permukaan benua kita !"
Menurut tjara berpikir orang Indonesia ini tjukup djelas. Maksudnja
ialah bahwa daerah-daerah jang diduduki bersatu dalam tekad untuk
melenjapkan agressi. Aku tidak mengatakan kita bekerdjasama dengan
Matahari-Terbit. Aku mengatakan, kita bekerdja-sama DIBAWAH
Matahari-Terbit.
Imamura senang sekali dengan kepandaianku berpidato, jang dianggapnja
semata-mata sebagai alat untuk dapat mempertahankan daerah takluknja.
Ketika aku minta izin untuk ,,menulis dan berkeliling guna meringankan
kesulitan-kesulitan didaerah jang tidak bisa ditjapai", dia
menjediakan surat-suratkabar dan pesawat-terbang untuk itu. Dia
mengizinkanku untuk mengadakan rapat-rapat raksasa Aku berpidato
dihadapan 50.000 orang dalam suatu rapat, aku ber-
pidato dihadapan 100.000 orang dalam rapat-jang lain. Tidak hanja nama
Sukarno, melainkan djuga wadjah Sukarno telah mendjalar keseluruh
pelosok kepulauan Indonesia. Untuk ini aku harus berteri-
ma-kasih kepada Djepang.
Sekali lagi aku menggelorakan hati rakjat. Aku membangkitkan semangat
rakjat. Aku mengojak-ojak kesadaran rakjat. Dan Dai Nippon semakin
memerlukan bantuanku.
Sungguhpun demikian, djanganlah orang mengira bahwa karena kedudukan itu
keadaanku empuk dan mewah selama peperangan. Tidak. Kalau rakjat lapar,
Sukarnopun lapar. Kalau tidak ada makanan, Sukarno djuga tidak mempunjai
makanan. Aku sendiri terpaksa mentjari beras untuk memberi makan
keluargaku. Pemimpin dari suatu bangsa pergi kekampung-kampung un-tuk
mengumpulkan lima kilo beras, tak ubahnja dengan rakjat desa jang paling
miskin.
Dan pada suatu kali aku tidak lekas memadamkan lampu pada waktu
penggelapan. Setjelah ketjil tjahaja selama satu detik tampak bersinar
dari luar jang gelap. Segera setelah aku mematikannja, terdengarlah
suara orang menggedor-gedor pintu dengan keras. Dengan tjepat Inggit
mendjawabnja dan ia berhadapan dengan sekelompok Polisi Militer.
,,Ada apa ?" tanja Inggit gemetar.
Kaptennja menggeram, ,,Siapa jang punja rumah ini ?"'
,,Saja," djawab Inggit.
,,Tidak," teriaknja, ,,Kami maksud tuan rumah. Siapa suami njonja
?"
Aku sedang berada djauh didalam, akan tetapi aku keluar djuga Kapten itu
membentak-bentak kepadaku karena tjahaja lampu jang sedetik itu,
kemudian tangannja melajang plang ...... plang ...........plang .......
plang, kemplangannja dengan tjepat melekat dimukaku.
Melihat pemandangan itu Inggit berlutut dan mendjerit, ,,Aduh.......
Aduh ..... djangan tampar dia. Saja jang harus
bertanggung-djawab. Itu bukan salahnja. Oooo, ma'afkanlah dia. Saja jang
lalai ........ !"
Orang-orang itu tidak peduli. Mereka lebih mau menghukumku. Mukaku
petjah-petjah. Dari bibir dan hidungku banjak mengalir darah. Akan
tetapi tidaklah aku mengutjapkan sepatah kata. Aku tidak bertahan untuk
diriku sendiri. Aku hanja menahankannja dengan tenang sambil berkata
kepada diriku sendiri, ,,Sukarno, kesakitan jang kaurasakan sekarang
hanjalah merupakan kerikil didjalan raja menudju kemerdekaan.
Langkahilah dia. Kalau engkau djatuh karenanja, berdirilah engkau
kembali dan terus berdjalan."
Aku melaporkan kedjadian ini kepada Kolonel Nakayama, Kepala Bagian
Pemerintahan, dan tentu sadja dia minta maaf dan menjatakan, ,,Kapten
itu tidak mengetahui siapa tuan" dan selandjutnja katanja, ,,segera
akan diambil tindakan terhadap orang itu", akan tetapi orang-orang
itu tetap mengawasiku setiap saat.
Pada suatu kesempatan Imamura berpidato dihadapan rakjat. Sambutan
rakjat lembek. Aku menterdjemahkannja dengan semangat jang
berkobar-kobar dan dengan memberikan beberapa putar-balik kata-kata gaja
Sukarno. Rakjatku djadi gila karenanja. Pada setiap utjapan mereka
bersorak dan berteriak dan bertepuk. Hal ini membangkitkan ketjurigaan
Kenpeitai. Aku diiringkan kemarkasnja, dimana aku dibentak-disenggak dan
diantjam. Aku merasa jakin dalam diriku, bahwa aku akan digantung. Tapi
untunglah. Seorang djurubahasa jang mereka pakai dibawa masuk untuk
menghadapiku. Akan tetapi orang ini setia kepadaku dan dia mendjamin
utjapan-utjapanku. Kemudian setelah mengalami detik-detik jang
menakutkan selama berdjam-djam aku dibebaskan kembali.
Kemanapun aku pergi, aku diiringi oleh perwira-perwira Djepang atau
menelitiku setjara diam-diam. Seringkali Kenpeitai datang diwaktu jang
tidak tertentu. Aku harus mendjaga diriku setiap saat. Orang Djepang
tidaklah bodoh. Mereka tidak pernah mempertjajaiku sepenuhnja.
Kaki-tangan kami dalam gerakan-bawah-tanah mengabarkan, bahwa ada
rentjana Djepang untuk membunuh semua pemimpin bangsa Indonesia. Pun
orang mengatakan, bahwa Djepang masih memerlukan tenagaku guna mengambil
hati rakjat untuk kepentingan mereka. Akan tetapi disaat tugas ini
selesai, gilirankupun akan datang pula. Aku senantiasa dalam bahaja.
Berbahaja atau tidak, namun aku tetap mengadakan hubungan rahasia dengan
gerakan-bawah-tanah. Kadang-kadang djauh tengah malam, pada waktu semua
lampu sudah padam dan semua orang
sudah menutup pintunja, aku mengadakan pembitjaraan diklinik Dr.
Suharto. Adakalanja aku mengadakan kontak dengan seorang penghubung
diluar tempat terbuka setjara beramah-tamah, kelihatan tersenjum
seolah-olah kami berbitjara dengan senang. Kemudian dihari berikutnja
setjara berbisik-bisik tersebarlah instruksi kepada anggota-anggota
bawah-tanah, ,,Ini boleh kita kerdjakan ............ ini tidak."
Perintah-perintah ini datangnja dariku. Aku sendirilah jang memiliki
fakta-fakta tertentu. Aku merupakan saluran informasi kekedua djurusan.
Akan tetapi Djepang mempunjai tjara-tjara untuk melemahkan semangat
seseorang.
Orang jang tertangkap karena memakai bahasa Belanda
dipukuli. Perempuan-perempuan ditarik dari rumahnja dan diangkut dengan
kapal, katanja ke-,,tempat-pendidikan", tapi kemudian mereka
didjerumuskan kedalam rumah perzinaan. Laki-laki dan perempuan jang
tidak membungkukkan badan pada waktu melewati seorang pendjaga
didjalanan mendapat tamparan. Dari tjara hukuman jang demikian karena
kesalahan ketjil-ketjil dapatlah orang membajangkan, bagaimana hukuman
jang harus dihadapi oleh orang-orang jang kedapatan bergerak
dibawah-tanah. Dan kenjataan ini memaksa orang untuk bertindak hati-hati
sekali.
Tjutjunguk ada dimana-mana. Dengan menjamar sebagai tukang sate mereka
berdjalan sepandjang waktu, sambil mendengar-dengar kan suara tiit ..... titit
dari radio, jang berarti bahwa ada seseorang jang sedang menerima 'atau
mengirim berita. Kemenakan Suharto ditangkap karena ketahuan
mendengarkan radio gelap. la didjatuhi hukuman mati. Dr. Suharto,
seorang kawan seperdjoanganku jang akrab dan kawan sesungguhnja, tidak
minta pertolonganku supaja berusaha melepaskannja, oleh karena dia
menganggap tuduhan itu terlalu berat dan djika aku turut membelanja
dapat mendjerumuskan ku kedalam bahaja jang besar.
Akan tetapi aku mempunjai mata dan telinga dalam Kenpeitai. Mereka
selalu mengetahui sebelumnja, kalau ada kekeruhan tugas merekalah untuk
menjalurkan berita itu kepadaku. Berita disampaikan setjara lisan. Tidak
ada jang berani menjatakannja dengan tertulis. Berita itu diteruskannja
kepada seorang agen jang bekerdja di Sendenbu, jang kemudian menghubungi
pula seorang kawan di PUTERA.
Achirnja sampailah kabar iepadaku, bahwa telah terdjadi penggerebekan
dan Dr. Darmasetyawan ini ditahan dan disiksa. Aku mendengar, bahwa
tanggal ia akan mendjalani hukuman mati telah ditetapkan. Dan pada suatu
hari Suharto mendapati kemenakannja sudah kembali lagi dan sedang duduk
diberanda depan rumahnja. Semuanja terdjadi dengan sangat tjepat, tidak
dengan ribut-ribut.
Orang Indonesia mempunjai keluarga jang besar dan ratusan sanaksaudara,
sehingga berita dapat berdjalan dari desa kedesa keseluruh pelosok pulau
dalam waktu beberapa hari. Tjara ini lebih baik daripada telpon. Dengan
tjara berita dari mulut kemulut ini datanglah pesan jang lain:
,,Pengatjara Sujudi ditahan. Sampaikan kepada Sukarno." Sujudi
telah mengorbankan reputasinja untukku. Dirumahnjalah aku ditangkap
dalam bulan Desember tahun 1929. Aku mengadakan hubungan dengan para
pembesar jang mengurus perkaranja, memberikan diriku sendiri sebagai
djaminan untuk menjelamatkan Sujudi. ,,Tidak mungkin dia mengadakan
komplot menentang Dai Nippon," aku mempertahankan. ,,Tuduhan ini
tentu keliru. Sujudi adalah nasionalis jang setia dan takkan mau melawan
Dai Nippon jang kami hormati, karena Nipponlah jang membantu kami untuk
kemerdekaan." Setelah itu ia bebas.
Sampai pula laporan kepadaku bahwa Amir Sjarifuddin, salahseorang
pemimpin kami dari gerakan-hawah-tanah, selama berminggu-minggu telah
digantung oleh Kenpetai dengan kakinja keatas. Dia disuruh meminum
air-kentjingnja sendiri. Dia takkan dapat tahan lebih lama lagi. Aku
merundingkan pembebasannja dengan menegaskan kepada para pedjabat jang
bersangkutan, ,,Bebaskan dia atau kalau tidak, djangan diharap lagi
kerdja-sama dari saja." Untuk dapat membuat pernjataan seperti itu,
sungguh-sungguh diperlukan hati jang kuat. Akan tetapi untuk dapat
memandangi keadaan Amir Sjarifuddin ketika Djepang mengeluarkannja,
memerlukan kekuatan hati jang lebih besar lagi. Badannja kurus seperti
lidi. Orang tidak dapat pertjaja, bahwa seseorang masih sanggup
menahankan penderitaan seperti itu dan masih mungkin keluar dIm keadaan
bernjawa.
Aku telah banjak menjelesaikan persoalan-persoalan demikian ini. Sampai
sekarang ia terkubur djauh didalam hatiku. Tidaklah kusorak-sorakkan
djasa jang telah kuberikan kepada orang lain dari atas atap rumah,
betapapun djuga banjaknja. Selama hidupku aku telah mendjalankan amal
djariah kepada semua manusia, apabila aku sanggup nielakukannja. Aku
tahu. Dan Tuhan pun tahu. Itulah jang penting bagiku.
webmaster didonk74@hotmail.com
|