PUSDIKLAT AGAMA  BUDDHA  MAHAYANA
TANAH  SUCI  SURGA  SUKHAVATI
Jl. Mangga Besar Raya 58 - Jakarta 11150
Tel. (62-21) 6294542, 6299551 - Fax. (62-21) 6249984
Email :
webmaster@tanah-suci.com

 

 

ULAMBANA

        Pada bulan 7 perhitungan Candra sengkala/Imlek, di Vihara-Vihara Agama Buddha Mahayana selalu diadakan upacara perayaan Ulambana, yang dikenal dengan istilah sembahyang Cioko (Hok Kian), Cautu (Mandarin), atau yang dikenal juga dengan istilah sembahyang rebutan bagi kaum peranakan.Adapun maksud dan tujuan dari upacara Ulambana adalah sebagai persembahan makanan kepada makhluk-makhluk yang telah meninggal dunia dan menolong mereka - baik yang masih mempunyai hubungan keluarga maupun yang tidak ada hubungan keluarga - agar makhluk-makhluk tersebut dapat memperoleh makanan yang telah diberkahi dan tumimbal lahir di alam yang lebih baik lagi. Bahkan kalau mungkin terlahir di alam Sorga Sukhavati.

        Sejarah Upacara Ulambana meliputi 3 peristiwa, yaitu:

  1. Maha Bhiksu Maugalyayana menolong ibundanya yang menderita di alam neraka

  2. Maha Bhiksu Ananda bertemu makhluk alam neraka yang merupakan menifestasi Avalokitesvara Bodhisattva.

  3. Hari Kathina Arya Sangha.

 

1. Maha Bhiksu Maugalyayana menolong ibundanya yang menderita di alam neraka

        Upacara ini pada mulanya dilakukan oleh Sakyamuni Buddha beserta Arya Sangha lainnya atas permintaan murid beliau yaitu Yang Arya Maha Bhiksu Arhat Maugalyayana. Maha Bhiksu Maugalyayana(S)/ Monggalana(P) salah seorang dari 10 siswa besar Hyang Buddha yang terkenal akan kesaktiannya.

        Pada suatu hari di bulan 7 tangal 7, Maha Bhiksu Maugalyayana, di dalam meditasinya, terkenang ibundanya yang telah meninggal dunia. Dengan kesaktian seorang Arhat, beliau dapat melihat ibunya yang sedang mengalami derita siksaan di alam neraka Avicci. Yang mana para makhluk di alam itu mempunyai bentuk kepala besar dan perutnya busung, sedang lehernya kecil, anggota badannya kurus kering. Mereka sangat menderita akibat karma buruk yang telah dilakukan semasa masih hidup.Didorong oleh rasa bhakti seorang anak dan keinginannya untuk membalas budi, maka dengan kesaktiannya Arhat Mougalyayana datang ke alam neraka dan berusaha menolong ibunya, tetapi semua usahanya sia-sia belaka. Seluruh makanan yang beliau berikan selalu berubah menjadi batu bara api ketika sampai di mulut ibunya, demikian pula dengan minuman yang diberikan, juga berubah menjadi air raksa.

        Akhirnya Arhat Maugalyayana pulang kembali ke dunia dan menemui gurunya Sakyamuni Buddha – pada waktu itu bulan 7 tanggal 13 -, dan dengan penuh sujud memohon petunjuk dan pertolongan gurunya. Dengan penuh welas asih, Sakyamuni Buddha memberi petunjuk kepada siswanya agar pada akhir varsa (para bhiksu Sangha selama 3 bulan berdiam di suatu tempat untuk secara mendalam membina diri) yaitu bulan 7 tanggal 15 imlek, memberikan dana kepada Sangha, lalu memohon Sangha menyalurkan pahala tersebut untuk menolong ibunya.Arhat Maugalyayana sangat gembira mendengar petunjuk gurunya. Dengan penuh sradha bhakti, ia segera melaksanakan petunjuk gurunya. Setelah berpindapata beberapa hari, dan menyimpan hasilnya, kemudian beliau memberikan hasil pindapattanya kepada Arya Sangha termasuk kepada gurunya - Sakyamuni Buddha -, serta memohon diadakan penyaluran jasa dan pahala oleh Arya Sangha yang dipimpin langsung oleh Hyang Buddha, dimana jasa dan pahala dari upacara tersebut dilimpahkan kepada ibunda Arhat Maugalyayana untuk menolongnya agar dapat terbebas dari penderitaan alam neraka.Sewaktu upacara ini berlangsung, seketika itu juga api neraka menjadi padam - arti Gatha Yang Che Cing Sui-, suasana neraka yang panas menjadi sejuk. Pada saat itu makhluk-makhluk di alam neraka terbebas dari penderitaannya dan ibunda Arhat Maugalyayana langsung tumimbal lahir ke alam yang lebih baik. Upacara ini bukan hanya berhasil menolong ibunda Arhat Maugalyayana saja, tetapi juga berhasil menolong makhluk-makhluk neraka lainnya, sehinga upacara ini selalu dilakukan setiap 1 tahun sekali. Karena demikian besar manfaatnya, sampai sekarang upacara tersebut masih terus diselenggarakan, yang mana tradisi upacara ini adalah merupakan salah satu cara melestarikan ajaran Hyang Buddha untuk menolong para makhluk di alam Samsara yaitu: Alam Neraka dan Alam setan gentayangan. Oleh karena semangat dari Ulambana adalah menolong para makhluk yang sengsara, maka dikemudian hari oleh para sesepuh Bhiksu Sangha Mahayana dikembangkan dengan menganjurkan para umat yang mampu untuk memberikan sedekah (Dana paramita)kepada fakir miskin. Sehingga sampai saat sekarang terlihatlah saat tiba bulan 7 para umat menyisihkan uangnya yang ada untuk memberikan sumbangan beras, sandang pangan lainnya yang kemudian disalurkan oleh para pengurus vihara kepada fakir miskin dan anak yatim-piatu.

 

2. Maha Bhiksu Ananda bertemu makhluk alam neraka.

        Pada suatu hari di dalam masa Vassa, Ananda – salah seorang siswa Hyang Buddha – melatih diri memasuki lautan samadhi. Sewaktu bermeditasi, tiba-tiba dia melihat satu makhluk aneh yang sangat buruk bentuk rupanya, dengan kepala dan perut yang besar tetapi lehernya kecil seperti jarum, dan dari ketujuh lubang (mata, hidung, kuping, dan mulut) mengeluarkan asap. Ananda lalu bertanya pada makhluk tersebut: "siapakah engkau dan kenapa engkau datang kemari?" Makhluk tersebut menjawab: "Ananda, aku dulunya adalah seorang manusia seperti anda. Tetapi akibat perbuatanku yang buruk, setelah meninggal dunia, aku tumimbal lahir di alam Neraka Apaya. Keadaanku penuh dengan derita dan sangat menyedihkan. Tolonglah aku!"Ananda merasa kasihan dan hatinya tergerak oleh perasaan welas asih untuk menolong dan meringankan penderitaan makhluk tersebut. Tetapi berbagai usaha yang dilakukan untuk menolong makhluk tersebut sia-sia belaka. Sehingga akhirnya makhluk tersebut meminta Ananda untuk memohon petunjuk pada gurunya – Sakyamuni Buddha – agar Beliau mau menolong makhluk-makhluk yang menderita seperti dirinya. Setelah Ananda berjanji akan memohon petunjuk dari gurunya untuk menolong semua makhluk yang menderita, makhluk tersebut lenyap dari hadapan Ananda setelah mengucapkan terimakasih.Kemudian Ananda menghadap Sakyamuni Buddha dan menceritakan semua pengalamannya, serta memohon agar Beliau berkenan memberi petunjuk bagaimana cara yang benar untuk menolong dan meringankan penderitaan makhluk-makhluk di tiga alam sengsara.

        Setelah mendengar kisah Ananda, dengan penuh welas asih Hyang Buddha bersabda: "Oh, Ananda, makhluk yang engkau lihat di alam meditasi tersebut sebenarnya adalah penjelmaan dari Avalokitesvara Bodhisattva, yang mana berkat welas asihnya yang tak terhingga terhadap semua makhluk, Dia datang menampakkan diri dalam wujud seperti itu agar hatimu tergerak untuk menolong mereka dan memohon petunjuk dariku. Peristiwa ini juga untuk mengingatkan umat manusia agar tidak berbuat Akusala Karma/karma buruk, agar tidak terjatuh ke tiga alam sengsara". Kemudian Hyang Buddha mengajarkan Ananda cara untuk menolong dan meringankan penderitaan makhluk-makhluk di tiga alam sengsara. Ananda merasa sangat gembira dan berkata: "sungguh suci dan mulia Avalokitesvara Bodhisattva. Berkat welas asihNya yang luar biasa, terbukalah pintu Dharma bagi mereka di tiga alam sengsara. Guru, demi kebahagiaan semua makhluk, babarkanlah Dharma agar semua makhluk di tiga alam sengsara dapat diringankan penderitaannya.
Kemudian Hyang Buddha menganjurkan kepada Arya Sangha agar setelah selesai menjalankan masa varsa, mengadakan upacara Ulambana guna menolong mereka yang tumimbal lahir di tiga alam sengsara.
Kedua hal tersebut di ataslah yang menjadi dasar bagi umat Buddha Mahayana dalam melaksanakan upacara Ulambana setiap bulan ke 7 sistem penanggalan lunar.

 

3. Hari Kathina Arya Sangha.

        Menurut perhitungan tradisi Mahayana, masa varsa dimulai dari bulan 4 tanggal 15 imlek dan berakhir pada bulan 7 tanggal 15 Imlek. Selesai masa varsa – yaitu para bhiksu atau bhiksuni berkumpul bersama untuk lebih menghayati ajaran Buddha Dharma secara bersama (rohani) –, umat merayakannya dengan memberi dana yang disebut dengan istilah upacara Kathina Puja atau upacara mempersembahkan dana kebutuhan hidup para Bhiksu Sangha.Upacara Ulambana biasanya diadakan mulai tanggal 15 bulan 7 sistem penanggalan lunar sampai akhir bulan 7 tersebut. Puncak penutupan upacara jatuh pada tanggal 29 atau 30 bulan ke 7, yang mana pada hari itu adalah juga merupakan hari kebesaran Ksitigarbha Bodhisattva (Ti Cang Wang Po Sat).

        Berdasarkan Kitab Suci, pelaksanaan Ulambana harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  1. Upacara harus dipimpin sekurang-kurangnya lima orang anggota sangha.

  2. Dalam melakukan upacara harus ada anak yang berbakti.

  3. Upacara harus dilengkapi dengan sarana puja yang terdiri dari: 5 macam buah, 6 macam sayur kering/basah, 6 macam manisan, 5 macam cairan/minuman, hio, bunga segar, lilin atau penerangan.

        Makna perayaan hari ulambana

  1. Memberi sedekah, makan, dan membalas budi kepada orang tua serta leluhur yang telah meninggal dunia.

  2. Menjalankan cinta kasih dan kasih sayang Hyang Buddha untuk menolong para makhluk.

  3. Mengundang arya sangha atau para Suhu untuk membacakan kitab suci pengampunan dosa dan ayat-ayat kitab suci jalan menuju Surga Sukhavati agar semua makhluk yang berjodoh dapat tumimbal lahir di alam yang lebih baik atau tumimbal lahir di Surga Sukhavati.

  4. Memberikan dana puja / kathina kepada Arya Sangha/bhiksu.

  5. Memberikan sedekah kepada fakir miskin.

Kewajiban Umat Buddha Yang Saleh Di Bulan Ulambana

        Sebagai umat Buddha yang saleh, pada upacara Ulambana ada 2 hal yang harus diperhatikan dan dilakukan, yaitu :

  1. Ikut membantu orang tua atau sanak saudara yang telah meninggal dunia dengan memberi sedekah dan memohon Arya Sangha melakukan upacara suci Ulambana, yang mana jasa pahala dari membaca kitab Suci tersebut secara umum dilimpahkan untuk kebahagiaan semua makhluk di alam sengsara – alam neraka dan alam setan gentayangan – dan secara khusus untuk sanak keluarga kita yang telah meninggal dunia.

  2. Memberikan dana kepada Arya Sangha di Vihara, baik berupa sandang, pangan, beras dan lain-lain. Dalam upacara itu, dana tersebut akan diberikan kembali kepada fakir miskin, anak yatim piatu, atau orang-orang yang membutuhkan, dengan maksud memberikan bibit kebahagiaan kepada orang-orang yang kurang mampu tersebut, agar pada kehidupan selanjutnya bisa menjadi lebih baik. Tentu selaku orang yang miskin, yang menerima bibit berkah Ulambana (beras) tersebut, harus membangkitkan tekad agar setelah mereka mampu kelak, pada upacara Ulambana tahun berikutnya juga ikut menjadi donatur walaupun itu jumlahnya hanya sedikit.

        Demikianlah penjelasan singkat tentang sejarah, manfaat dan arti daripada upacara Ulambana.