Home

   
 

Peranan ZIS Dalam Pemberdayaan Ekonomi Ummat

Oleh : Dr. Didin Hafidudin, M.Sc.

 

Kita patut bersyukur kepada Allah SWT., bahwa kini telah terdapat undang-undang yang berkaitan dengan zakat, meskipun materinya belum sempurna. Kedua undang-undang tersebut adalah UU no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Islam dan Urusan Haji no. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat, serta UU nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU no. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

 

Urgensi dan Hikmah Zakat

 

Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat (Yusuf Qardlawi dalam Al-Ibadah fi Al-Islam, 1993 :235).

 

Kewajiban menunaikan zakat dalam Islam tersebut, di dalamnya terkandung himah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan muzakki, mustahiq, harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.

 

Hikmah dan manfaat tersebut, antara lain sebagai berikut :

  1. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT., mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlaq mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang dimiliki (perhatikan QS. 9:103; 30:39; 14:7)

  2. Karena zakat merupakan hak bagi mustahiq, maka berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT., terhindar dari bahaya kekufuran sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya.

  3. Sebagai pilar amal jama'i antara kelompok aghniya'  dengan para mujahid yang seluruh waktunya dipergunakan untuk berjuang di jalan Allah SWT., sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafakah diri dan keluarganya (perhatikan QS. 2:273).

  4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam.

  5. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang batil.

Dorongan berzakat juga memiliki multiple effect yang luas, antara lain :

Pertama, menambah jumlah muzakki dan munfiq atau mushadiq

Kedua, melipatgandakan penguasaan asset dan modal di tangan umat Islam

Ketiga, membuka lapangan kerja yang luas.

 

Harta yang dikeluarkan zakatnya

 

Kajian terhadap aspek pengumpulan zakat memunculkan pembahasan tentang alamwaal az-zakawiyyah (harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya). Ada dua cara yang dikemukakan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam menjelaskan hal ini, yaitu secara tafsiel (terperinci) dan secara ijmaal (global). Cara ijmal ini, menurut para ahli dimungkinkan untuk mengembangkan makna yang saat diturunkannya ayat tersebut tidak terdapat conrohnya secara konkrit, atau dimungkinkan mempunyai pengertian yang luas. Al-amwaal az-zakawiyah yang terinci antara lain sbb:

  1. Hewan ternak

  2. Emas

  3. Harta perdagangan

  4. Segala macam hasil pertanian

  5. Barang tambang dan rikaz

Azas Pelaksanaan zakat

 

Pelksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT. yang terdapat dalam QS. At.Taubah 60. Demikian pula petunjuk yang diberikan Rasulullah SAW. kepada Muaz bin Jabbal ketika diutus ke Yaman, beliau mengatakan : "......jika mereka telah mengucapkan dua kalimah syahadah dan melaksanakan shalat, maka beritahukanlah bahwasnya Allah SWT. telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan orang-orang fakirnya...".

 

Pelkasanaan zakat bukanlah sekedar amal kuritatif (kedermawanan), tetapi merupakan kewajiban yang bersifat otoritatif (ijbari), maka zakat tidaklah seperti shalat, shaum dan ibadah haji.

 

Pengelolaan zakat melalui lembaga amil zakat didasarkan pada berbagai pertimbangan, al:

  1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat

  2. Menjaga perasaan rendah diri para mustahiq apabila berhadapan langsung untuk menerima haknya dari para muzakki

  3. Untuk mencapai efisiensi, efektifitas dan sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas

  4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang islami.

Optimalisasi pendayagunaan zakat dan kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi ummat

 

Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) harus dikelola secara amanah, jujur, transparan dan profesional. Dalam pasal 22 Keputusan Menteri Agama no. 581 th. 1999 dikemukakan bahwa LAZ yang baikmemenuhi persyaratan :

  1. Berbadan Hukum

  2. Memiliki data muzakki dan mustahiq

  3. Memiliki program kerja

  4. Memiliki pembukuan

  5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit

Zakat yang dikumpulkan dan disalurkan  langsung untuk kepentingan musyahiq, baik yang bersifat konsumtif maupun yang bersifat produktif.

 

Pemerintah (dalam hal ini LAZ) diperbolehkan membangun perusahaan-2 dan pabrik-pabrik dan yang lainnya dari uang zakat, untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya diberikan kepada mustahiq dalam jumlah yang relatif besar sehingga terpenuhi kebutuhan para mustahiq dengan lebih leluasa.

 

Zakat dapat pula dimanfaatkan untuk kepentingan sumber daya manusia seperti pemberian beasiswa bagi pelajar, santri dan mahasiswa yang orang tuanya termasuk kategori mustahiq zakat.

 

 
 

 

Copyright©Tarjih Muhammadiyah 2001

Webmaster@tarjikh.zzn.com