Tafsir |
![]() |
|
Manhaj Tarjih Muhammadiyah | ||
|
Surat An-Nur: 30-31"Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, apa yang mereka perbuat." "Katakanlah kepada wanita yang beriman :"Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka meukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." Batasan Aurat antara Pria dan WanitaSababun Nuzul Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata : Seorang sahabat pada masa Rasulullah Saw. berjalan di suatu jalan Madinah, lalu Ia melihat seorang wanita dan begitupun sebaliknya. Lalu setan membisikkan kepada keduanya dengan berapologi bahwa mereka tidak saling melihat kecuali hanya karena kagum semata. Kejadian
berikutnya, lelaki itu berjalan di pinggir dinding tanpa berkedip melihat wanita
tersebut, akhirnya ia menabrak dinding itu dan patah tulangnya. Atas peristiwa
yang menimpanya, lelaki itu berkata: "Demi Allah , aku tidak akan mengelap
darah ini kecuali setelah menghadap Rasulullah Saw. dan mengajarkan kepadaku
tentang hal ini." Maka ia mendatangi Rasulullah Saw dan menceritakan
kejadian yang menimpa dirinya, Maka Nabi bersabda :"Ini balasan dari
perbuatanmu dan turunlah ayat tersebut diatas."
Aspek Hukum dan Sosial Ayat
di atas menjelaskan tentang dua aspek kehidupan manusia, yaitu aspek sosial dan
aspek hukum. Dalam aspek hukum, Allah Swt. menjelaskan tentang disyari'atkannya
hijab, dan berbicara Tentang hal-hal lain yang berkaitan dengan seluk beluk
wanita, mulai dari soal aurat, batasan yang boleh dilihat dan yang tidak boleh.
Termasuk apakah wajah termasuk aurat yang berimplikasi diwajibkannya niqab
(cadar) atau wajah tidak termasuk aurat sehingga tidak wajib niqab. Hal lain
adalah tentang siapa saja yang boleh melihat, dan hukum melihat lawan jenis.
Dalam aspek sosial, ayat ini berbicara tentang aturan hubungan lawan jenis dan
akibat-akibat yang ditimbulkan jika aturan itu dilanggar.
Hukum Melihat Lawan Jenis Dalam ayat ini Allah Swt. menjelaskan bahwa seorang Muslim atau Muslimah tidak boleh (haram) melihat lawan jenisnya yang bukan muhrim, kecuali orang-orang yang dikecualikan dalam ayat tersebut. Meskipun demikian melihat atau memandang dapat diperbolehkan (halal) jika pandangan tersebut hanya satu kali dan tidak disengaja, karena ketidaksengajaan merupakan perbuatan di luar kemauan manusia dan dilakukan tanpa kesadaran. Lain halnya jika pandangan pertama itu diikuti dengan pandangan yang berikutnya maka pandangan yang kedua itu pada dasarnya berasal dari setan dan akan menimbulkan fitnah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. kepada Ali ra :" Hai Ali, janganlah mengikuti setiap pandangan, sesungguhnya yang pertama itu (tidak sengaja) untukmu dan yang berikutnya dari setan." Atas
dasar itulah, maka tak aneh jika ayat di atas mewajibkan setiap mukimin dan
mukminah untuk menundukkan pandangan sebagai solusi dari terbukanya pintu setan
dan fitnah.
Aurat Wanita dan Pria Ayat
di atas juga menjelaskan bahwa setiap Muslim dan Muslimat hendaknya menjaga
kemaluan mereka. Perintah menjaga kemaluan menunjukkan adanya perintah menutup
aurat. Hukumnya sama dengan perintah menundukkan pandangan Ustadz Muhamad Ali
Ash Shabuni mengatakan bahwa "Para Fuqaha sepakat wajibnya menutup aurat
bagi setiap muslim dan Muslimat, akan tetapi mereka berbeda dalam menentukan
batasannya." Lalu beliau menguraikanya sebagai berikut :
Aurat laki-laki bagi laki-laki Menurut mayoritas ulama, batasan aurat laki-laki bagi laki -laki adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana sabda Nabi Saw. Ketika duduk-duduk bersama para sahabatnya dan salah seorang sahabat ada yang terbuka pahanya lalu Rasulullah bersabda :"Yang aku tahu paha itu adalah aurat". Dengan
demikian maka seorang laki-laki dilarang melihat aurat laki-laki, sebagaimana
sabda Nabi Saw: "Tidak boleh seorang laki-laki melihat aurat laki-laki yang
lain, dan wanita melihat aurat wanita lainnya."
Aurat laki-laki bagi wanita Muhammad
Ali Ash Shabuni menggatakan bahwa aurat laki-laki bagi wanita ialah antara pusar
dan lutut baik yang muhrim maupun yang tidak muhrim. Adapun bagi para istri maka
tidak ada batasan aurat, sebagaimana Firman-Nya:". Kecuali bagi istri-istri
mereka."
Aurat wanita bagi wanita Aurat
wanita bagi wanita batasannya sama dengan aurat laki-laki bagi Laki-laki, yaitu
antara pusar dan lutut, dan boleh melihat selain dua tempat itu, kecuali dengan
wanita kafir, kafir dzimmi atau wanita musyrik, para ulama berbeda pendapat,
muara perbedaan itu terdapat pada penafsiran firman Allah Swt. Dalam surat ini :
Sementara
kelompok ketiga berbendapat, yang dimaksud dengan Ustadz
Muhammad Ali Ash Shabuni di akhir keterangannya setelah mengutip beberapa
pendapat tadi mengatakan : Pendapat ini (yang terakhir) merupakan yang syarat
akan kemuliaan, kalaulah para muslimah pada masa sekarang memegang teguh
pendapat ini, niscaya akan mengurangi kebobrokan moral yang terjadi saat ini.
Aurat wanita bagi laki-laki Asy-Syafi'iyyah dan Al Hanabilah berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, Imam Ahmad berkata:" Seluruh yang ada pada tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya". Sedangkan Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat: "Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan."pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama sebagimana yang dikatakan oleh DR. Yusuf al Qardhawi, dan permasalahan ini merupakan hal sudah diketahui sejak masa sahabat. Dalil-dalil Imam Malik dan Abu Hanifah Imam Malik dan Abu Hanifah mengambil dalil firman Allah swt.
Dalil Imam Syafi'I dan Imam Ahmad bin Hanbal dalam firman Allah ta'ala | |
|
Copyright© Manhaj Tarjih Muhammadiyah, 2001 E-mail : Webmaster@tarjikh.zzn.com |