Masalah
Bank
Muktamar
Majlis Tarjih Muhammadiyah setelah mempelajari
-
Uraian
tentang masalah bank dalam segala seginya yang disampaikan oleh
Nandang Komar, Direktur Bank Negara Indonesia Unit I Cabang Surabaya,
-
Pembahasan
dari para Mu'yamirin
Dengan
bertawakkal kepada Allah s.w.t.
Menyadari
:
-
Bahwa
bank dalam sisim ekonomi-pertukaran adalah mempunyai fungsi yang vital
bagi perekonomian pada masa sekarang.
-
Bahwa
dalam wujudnya sekarang bukan merupakan lembaga yang lahir dari
cita-cita sosial ekonomi Islam.
-
Bunga
adalah sendi dari sistim perbankan yang berlaku selama ini.
-
Bahwa
ummat Islam sebagai ummat pada dewasa ini tidak dapat melepaskan diri
daripada pengaruh perbankan yang langsung atau tidak langsung
menguasai perekonomian ummat Islam.
Mengingat
-
Bahwa
nash-nash Quran dan Sunnah dengan jelas mengharamkan riba.
-
Bahwa
fungsi bunga bank dalam perekonomian modern sekarang ini bukan hanya
menjadi sumber penghasilan bagi bank, melainkan juga berfungsi sebagai
alat politik perekonomian negara untuk kesejahteraan ummat (stabilitas
ekonomi).
-
Bahwa
adanya Undang-undang yang mengatur besar kecilnya bunga adalah untuk
mencegah kkemungkinan terjadinya penghisapan pihak yang kuat terhadap
pihak yang lemah di samping untuk melindungi langsungnya kehidupan
bank itu sendiri.
-
Bahwa
hingga saat ini belum ada konsepsi sistim perekonomian yang disusun
dan dilaksanakan sesuai dengan qaidah Islam.
Menimbang
-
Bahwa
nash-nash Quran dan Sunnah tentang haramnya riba mengesankan adanya
'illah terjadinya pengisapan oleh pihak yang kuat terhadap yang lemah.
-
Bahwa
perbankan adalah suatu sistim lembaga perekonomian yang belum pernah
dialami ummat Islam pada masa Rasulullah s.a.w.
-
Bahwa
hasil keuntungan bank-bank milik negara pada akhirnya akan kembali
untuk kemashlahatan ummat
-
Bahwa
termasuk atau tidaknya bunga bank ke dalam pengertian riba syar'i
dirasa belum mencapai bentuk yang meyakinkan.
Memutuskan
-
Riba
hukumnya haram dengan nash sharih Quran dan Sunnah
-
Bank
dengan sistim riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
-
Bunga
bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para
nasabahny atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara
"musytabihat".
-
Menyarankan
kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistim
perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan qa'idah
Islam.
Penjelasan
dari Majlis Tarjih
Penjelasan
inimengarah kepada ungkapan mengapa keputusan tentang masalah perbankan
tersebut terjurus kepada sifat-sifat :
Mengapa
Bank Kredit
Meskipun
judul pembahasan sebagaimana yang dicantumkan sebagai acara adalah soal
perbankan, namun sejak pertama telah terkesan--setelah dikemukakan segala
penerangan dan penjelasan mengenai perbankan--bahwa di tengah-tengah
segala fungsi perbankan yang bermacam-macam, Bank Perkreditan khusunyalah
yang dirasa dapat disangkutpautkan dengan sesuatu hukum agama, yakni
masalah tiba.
Demikian
yang telah menjadi pengertian umum dalam mu'tamar.
Mengapa
Bank Negara
Pengkhususan
Bank Negara sebagai landasan pembicaraan timbul di tengah-tengah
pembahasan oleh Panitia Perumus. Jalam pembahasannya sebagai berikut :
-
Pada
pembahasan oleh anggota panitia, pembicaraan jelas menjurus untuk
membebaskan rente-bunga dalam macam-macam bentuknya sebagaimana
berlaku pada Bank Kredit dewasa ini, dari persamaan dengan sifat riba
yang diharamkan oleh Agama, disebabkan oleh adanya kecenderungan
pendapat bahwa riba yang diharamkan oleh Agama ialah sifat pembungaan
yang disertai unsur penyalahgunaan kesempatan dan penindasan, sedang
yang berlaku dewasa ini sama sekali tak menimbulkan rasa penindasan
atau kekecewaan oleh siapapun yang bersangkutan.
-
Salah
sesorang anggota panitia yang hadir mengungkapkan praktek yang berlaku
pada salah satu Bank di Indonesia demikian : seorang akan menitipkan
sejumlah uang pada bank tersebut untuk memperoleh bunga tiap bulannya
sebanyak 10 % - suat pembungaan yang tidal kecil.- Kemudian bank itu
pada gilirannya memberi pinjaman kepada pedagang dengan menarik bunga
15 %. Gambaran dalam keadaan ekonomi seperti Indonesia dewasa ini,
besar sekali adanya kemungkinan si pedagang meminjamkan lagi uang
pinjaman itu kepada pihak keempat untuk mendapatkan bunga lagi.
Walaupun dalam panitia tidak dibicarakan lagi tentang siapa yang rugi
atau menderita atau tertindas dalam praktek serupa di atas, namun
reaksi para hadirin adalah negatif terhadap cara yang demikian. Namun
begitu panitia berpendapat bahwa hal itu hanya mungkin berlaku pada
bank swasta. Maka oleh karena itu ditentukan Bank Negara.
Bank
Negara
Bank
negara dianggap badan yang mencakup hampir semua kebaikan dalam alam
perekonomian modern dan dipandang memiliki norma yang menguntungkan
masyarakat di bidang kemakmuran. Bunga yang dipungut dalam sistem
pengkreditannya adalah sangat rendah sehingga sama sekali tak ada pihak
yang dikecewakan.
Tetapi
bunga atau riba tetaplah merupakan kelebihan jumlah pengembalian hutang
atau titipan. Dan itulah riba konvensional.
Mengapa
dalam membicarakan hal yang dimaksud tak disinggung-singgung segala
riwayat hadits tentang riba, misalnya :
lihaditsi
Abi Hurairata r.a. qa-la qa-la Rasu-lulla-hi s.a.w. adz-dzahabu
bidz-dzahabi waznan bi waznin mitslan bi mitslin wal fidh-dhatu bil
fidh-dhati waznan bi waznin mitslan bi mitslin faman za-da awistaza-da
fahuwa riban (rawahu muslim)
(Karena
Hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah sa.w. bersabda : "Jual beli mas
dengan mas itu mesti seimbang dan sepadan, pun jual beli perak dengan
perak mestilah seimbang dan sepadan; siapa yang menambah atau meminta
ditambah maka itulah riba" (HR. Muslim halaman 632)
Kata
orang riba itu fadl
Katakanlah
riba itu fadl, tetapi hendaklah kita akui bahwa itu riba.
Salah
seorang anggota panitia mengungkapkan bahwa sepanjang yang iaketahui
melalui bacaan menunjukkan bahwa lembaga-lembaga di negeri Islam: RPA,
Pakistan dan Saudi Arabia dalam rangka mempersoalkan bunga bank yang lazim
berlaku di seluruh dunia tidak menyangkal bahwa bunga serupa itu adalah
riba, sambil mengatakan bahwa sangat perlu Ummat Islam membuat suatu
konsep perbankan yang dapat mencerminkan penghapusan sifat-sifat riba.
Belum
mencapai bentuk meyakinkan
Walaupun
diakui bahwa perbungaan yang seminimal-minimalnyapun tak mudah dilepaskan
dari pengertian riba, tetapi terang diinsyafi bahwa segi positif daripada
bank pengkreditan sangat besar bagi dunia perekonomian.
Apakah
yang demikian itulah benar-benar riba syar'i yang diancam pelakunya dalam
Al-Quran ? Pengertian yang kita dapati belum demikian meyakinkan.
Apakah
itu musytabihat
Kata-kata
dalam pengertian bahasa ialah perkara yang tidak jelas. Adapun menurut
pengertian syara' ialah sebagaimana yang tersimpul di dalam Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim dari Nu'man bin Basyir yang kesimpulannya sebagai
berikut :
Bahwasanya
yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang haram yaitu yang telah
dijelaskan oleh Quran atau Hadits dengan nsh-nash sharihnya. Misalnya
daging unta adalah haram dimakan, daging khinzir adalah haram dan
lain-lain. Selain yang telah ditentukan hukumnya dengan jelas itu,
terdapat beberapa hal yang hukumnya tidak jelas bagi seseorang atau
beberapa orang, apakah itu halal atau haram, sehingga dari mereka timbul
rasa ragu-ragu dan tidak dapat menentukan salah satu diantara dua macam
hukum itu. Perkara yang masih meragukan karena tidak jelasnya inilah yang
disebut musytabihat.
Dalam
hal ini suatu perkara yang semula dihukumkan musytabihat bagi seseorang
atau beberapa orang, kemudian ia dapat menjadi tidak musytabihat lagi bagi
mereka, yaaitu apabila setelah dikaji dan diselidiki dengan seksama dengan
melalui prosedure-prosedure tertentu dan yang berlaku, kemudian atas
ijtihad mereka telah dapat menentukan salah satu di antara dua hukum yang
semula diragukan itu.
Terhadap-hal-hal
yang masih musytabihat atau yang masih diragukan hukumnya, oleh Nabi
s.a.w. telah dianjurkan agar kita sekalian berlaku hati-hati dengan
menghindari atau menjauhimdemi untuk menjaga kemurnian jiwa dalam
pengabdian kita kepada Allah s.w.t. kecuali apabila ada sesuatu
kepentingan masyarakat atau kepentingan pribadi yang sesuai dengan
maksud-maksud daripada tujuan agama Islam pada umumnya, maka tidak ada
halangan perkara musytabihat tersebut kita kerjakan sekedar sesuaide nagn
kepentingan-kepentinagn itu.
Walla-hu
a'lamu bishawa-b.
|