Masalah Bank

 

 

Muktamar Majlis Tarjih Muhammadiyah setelah mempelajari

  1. Uraian tentang masalah bank dalam segala seginya yang disampaikan oleh Nandang Komar, Direktur Bank Negara Indonesia Unit I Cabang Surabaya,

  2. Pembahasan dari para Mu'yamirin

Dengan bertawakkal kepada Allah s.w.t.

 

Menyadari :

  1. Bahwa bank dalam sisim ekonomi-pertukaran adalah mempunyai fungsi yang vital bagi perekonomian pada masa sekarang.

  2. Bahwa dalam wujudnya sekarang bukan merupakan lembaga yang lahir dari cita-cita sosial ekonomi Islam.

  3. Bunga adalah sendi dari sistim perbankan yang berlaku selama ini.

  4. Bahwa ummat Islam sebagai ummat pada dewasa ini tidak dapat melepaskan diri daripada pengaruh perbankan yang langsung atau tidak langsung menguasai perekonomian ummat Islam.

Mengingat

  1. Bahwa nash-nash Quran dan Sunnah dengan jelas mengharamkan riba.

  2. Bahwa fungsi bunga bank dalam perekonomian modern sekarang ini bukan hanya menjadi sumber penghasilan bagi bank, melainkan juga berfungsi sebagai alat politik perekonomian negara untuk kesejahteraan ummat (stabilitas ekonomi).

  3. Bahwa adanya Undang-undang yang mengatur besar kecilnya bunga adalah untuk mencegah kkemungkinan terjadinya penghisapan pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah di samping untuk melindungi langsungnya kehidupan bank itu sendiri.

  4. Bahwa hingga saat ini belum ada konsepsi sistim perekonomian yang disusun dan dilaksanakan sesuai dengan qaidah Islam.

Menimbang

  1. Bahwa nash-nash Quran dan Sunnah tentang haramnya riba mengesankan adanya 'illah terjadinya pengisapan oleh pihak yang kuat terhadap yang lemah.

  2. Bahwa perbankan adalah suatu sistim lembaga perekonomian yang belum pernah dialami ummat Islam pada masa Rasulullah s.a.w.

  3. Bahwa hasil keuntungan bank-bank milik negara pada akhirnya akan kembali untuk kemashlahatan ummat

  4. Bahwa termasuk atau tidaknya bunga bank ke dalam pengertian riba syar'i dirasa belum mencapai bentuk yang meyakinkan.

Memutuskan

  1. Riba hukumnya haram dengan nash sharih Quran dan Sunnah

  2. Bank dengan sistim riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal

  3. Bunga bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara  kepada para nasabahny atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara "musytabihat".

  4. Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistim perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan qa'idah Islam.

Penjelasan dari Majlis Tarjih

 

Penjelasan inimengarah kepada ungkapan mengapa keputusan tentang masalah perbankan tersebut terjurus kepada sifat-sifat :

  • Pengkhususan Bank Kredit

  • Penyebutan Bank Negara

  • Penggunaan kata musytabihat.

Mengapa Bank Kredit

 

Meskipun judul pembahasan sebagaimana yang dicantumkan sebagai acara adalah soal perbankan, namun sejak pertama telah terkesan--setelah dikemukakan segala penerangan dan penjelasan mengenai perbankan--bahwa di tengah-tengah segala fungsi perbankan yang bermacam-macam, Bank Perkreditan khusunyalah yang dirasa dapat disangkutpautkan dengan sesuatu hukum agama, yakni masalah tiba.

 

Demikian yang telah menjadi pengertian umum dalam mu'tamar.

 

Mengapa Bank Negara

 

Pengkhususan Bank Negara sebagai landasan pembicaraan timbul di tengah-tengah pembahasan oleh Panitia Perumus. Jalam pembahasannya sebagai berikut :

  • Pada pembahasan oleh anggota panitia, pembicaraan jelas menjurus untuk membebaskan rente-bunga dalam macam-macam bentuknya sebagaimana berlaku pada Bank Kredit dewasa ini, dari persamaan dengan sifat riba yang diharamkan oleh Agama, disebabkan oleh adanya kecenderungan pendapat bahwa riba yang diharamkan oleh Agama ialah sifat pembungaan yang disertai unsur penyalahgunaan kesempatan dan penindasan, sedang yang berlaku dewasa ini sama sekali tak menimbulkan rasa penindasan atau kekecewaan oleh siapapun yang bersangkutan.

  • Salah sesorang anggota panitia yang hadir mengungkapkan praktek yang berlaku pada salah satu Bank di Indonesia demikian : seorang akan menitipkan sejumlah uang pada bank tersebut untuk memperoleh bunga tiap bulannya sebanyak 10 % - suat pembungaan yang tidal kecil.- Kemudian bank itu pada gilirannya memberi pinjaman kepada pedagang dengan menarik bunga 15 %. Gambaran dalam keadaan ekonomi seperti Indonesia dewasa ini, besar sekali adanya kemungkinan si pedagang meminjamkan lagi uang pinjaman itu kepada pihak keempat untuk mendapatkan bunga lagi. Walaupun dalam panitia tidak dibicarakan lagi tentang siapa yang rugi atau menderita atau tertindas dalam praktek serupa di atas, namun reaksi para hadirin adalah negatif terhadap cara yang demikian. Namun begitu panitia berpendapat bahwa hal itu hanya mungkin berlaku pada bank swasta. Maka oleh karena itu ditentukan Bank Negara.

Bank Negara

 

Bank negara dianggap badan yang mencakup hampir semua kebaikan dalam alam perekonomian modern dan dipandang memiliki norma yang menguntungkan masyarakat di bidang kemakmuran. Bunga yang dipungut dalam sistem pengkreditannya adalah sangat rendah sehingga sama sekali tak ada pihak yang dikecewakan.

 

Tetapi bunga atau riba tetaplah merupakan kelebihan jumlah pengembalian hutang atau titipan. Dan itulah riba konvensional.

 

Mengapa dalam membicarakan hal yang dimaksud tak disinggung-singgung segala riwayat hadits tentang riba, misalnya :

 

lihaditsi Abi Hurairata r.a. qa-la qa-la Rasu-lulla-hi s.a.w. adz-dzahabu bidz-dzahabi waznan bi waznin mitslan bi mitslin wal fidh-dhatu bil fidh-dhati waznan bi waznin mitslan bi mitslin faman za-da awistaza-da fahuwa riban (rawahu muslim)

(Karena Hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah sa.w. bersabda : "Jual beli mas dengan mas itu mesti seimbang dan sepadan, pun jual beli perak dengan perak mestilah seimbang dan sepadan; siapa yang menambah atau meminta ditambah maka itulah riba" (HR. Muslim halaman 632)

 

Kata orang riba itu fadl

Katakanlah riba itu fadl, tetapi hendaklah kita akui bahwa itu riba.

Salah seorang anggota panitia mengungkapkan bahwa sepanjang yang iaketahui melalui bacaan menunjukkan bahwa lembaga-lembaga di negeri Islam: RPA, Pakistan dan Saudi Arabia dalam rangka mempersoalkan bunga bank yang lazim berlaku di seluruh dunia tidak menyangkal bahwa bunga serupa itu adalah riba, sambil mengatakan bahwa sangat perlu Ummat Islam membuat suatu konsep perbankan yang dapat mencerminkan penghapusan sifat-sifat riba.

 

Belum mencapai bentuk meyakinkan

 

Walaupun diakui bahwa perbungaan yang seminimal-minimalnyapun tak mudah dilepaskan dari pengertian riba, tetapi terang diinsyafi bahwa segi positif daripada bank pengkreditan sangat besar bagi dunia perekonomian.

 

Apakah yang demikian itulah benar-benar riba syar'i yang diancam pelakunya dalam Al-Quran ? Pengertian yang kita dapati belum demikian meyakinkan.

 

Apakah itu musytabihat

 

Kata-kata dalam pengertian bahasa ialah perkara yang tidak jelas. Adapun menurut pengertian syara' ialah sebagaimana yang tersimpul di dalam Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nu'man bin Basyir yang kesimpulannya sebagai berikut :

 

Bahwasanya yang halal itu sudah jelas, demikian pula yang haram yaitu yang telah dijelaskan oleh Quran atau Hadits dengan nsh-nash sharihnya. Misalnya daging unta adalah haram dimakan, daging khinzir adalah haram dan lain-lain. Selain yang telah ditentukan hukumnya dengan jelas itu, terdapat beberapa hal yang hukumnya tidak jelas bagi seseorang atau beberapa orang, apakah itu halal atau haram, sehingga dari mereka timbul rasa ragu-ragu dan tidak dapat menentukan salah satu diantara dua macam hukum itu. Perkara yang masih meragukan karena tidak jelasnya inilah yang disebut musytabihat.

 

Dalam hal ini suatu perkara yang semula dihukumkan musytabihat bagi seseorang atau beberapa orang, kemudian ia dapat menjadi tidak musytabihat lagi bagi mereka, yaaitu apabila setelah dikaji dan diselidiki dengan seksama dengan melalui prosedure-prosedure tertentu dan yang berlaku, kemudian atas ijtihad mereka telah dapat menentukan salah satu di antara dua hukum yang semula diragukan itu.

 

Terhadap-hal-hal yang masih musytabihat atau yang masih diragukan hukumnya, oleh Nabi s.a.w. telah dianjurkan agar kita sekalian berlaku hati-hati dengan menghindari atau menjauhimdemi untuk menjaga kemurnian jiwa dalam pengabdian kita kepada Allah s.w.t. kecuali apabila ada sesuatu kepentingan masyarakat atau kepentingan pribadi yang sesuai dengan maksud-maksud daripada tujuan agama Islam pada umumnya, maka tidak ada halangan perkara musytabihat tersebut kita kerjakan sekedar sesuaide nagn kepentingan-kepentinagn itu.

 

Walla-hu a'lamu bishawa-b.

 

 

 
 

kembali ke KEDEPAN atau HOME

 

copyright©Tarjih Muhammadiyah 2001

designed by shodikin ms & istri Purbalingga