|
|
|
|
Dalam majalah sastra
Pan No.4/1895 yang terbit di Jerman dapat ditemukan terbitan
perdana sebuah balada ciptaan
Theodor Fontane* yang menyebut "Bali" dan "Lombok".
Teks asli balada itu dapat dibaca dalam link
Research/Colonial Immages www.vifu.de/user/Korah
sedangkan terjemahannya* tersaji di bawah ini: |
|
Perempuan-perempuan
Bali di Pulau Lombok
|
|
Terlalu!
Di Lombok penduduk ngamuk,
Di pulau Lombok orang Bali
Berontak terhadap si Meneer.
Dan meneer-meneer dicekam murka dan cemas:
"Matikan api itu, cepat dan jangan ragu!"
Sembarang orang, yang beringas, yang bejat,
Jadi sewaan para Meneer--serdadu.
Orang sembarang, berbedil Mauser,
Diperintah bikin tobat orang Bali.
Maju tiada rencana, tiada guna;
Serangannya juga simpang siur:
Bedil-bedil bagus kerjanya
Semua pemberontak tersungkur bersimbah darah.
Yang lelaki. Tapi serdadu-serdadu tertegun
Memandang masih enam puluh perempuan anggun,
Semua siap tempur dan bertahan
Berkepung di naungan candi Budha
Berpakaian terindah, berhiaskan emas,
Mendekap anak bungsu di dada,
Mereka semua berdiri tegap,
Mengawasi musuh, mencekam keris.
|
|

(Perempuan Bali, bangsawan)
Sumber: W. Cool. 1896.
De Lombok Expeditie. Den Haag. Hlm.445
Peluru-peluru menerpa atap dan tangga -
"Apa gunanya menunggu, takut dan tak berdaya?"
Maka pintu diseruak dan berhamburlah ke lembah,
Anak dijunjung tinggi, keris terhunus tinggi
(Permata membersit di hulu),
Begitulah mereka menyerbu barisan musuh.
Separuh gugur, separuh terkapar luka,
Namun semua bertekad mati kini di saat sama,
Yang terakhir bangga kemrasuk mati,
Menghunjam keris di dada sendiri.
Sementara si Meneer di ruang kantornya,
Berdalih kristiani memperadab budaya.
|
Tersaji oleh
E. Korah-Go
|
|

(Bagian
dalam sebuah puri di Lombok)
Sumber: Ewald Vanvugt. 1994. De Schatten van Lombok.
Amsterdam:Jan Mets. Hlm. 45.
|
|
|
|
Catatan:
[…] Balada ini adalah hasil ciptaan Theodor Fontane
(1819-1898), seorang sastrawan yang mengawali karirnya
sebagai penyair. Kurang lebih dari tahun 1840 sampai 1855
Fontane termasyhur sebagai pencipta balada yang bertemakan
heroisme. Sejak pertengahan tahun 1876 Fontane mencurahkan
seluruh daya ciptanya pada penulisan novel dan menjadi
salah seorang novelis terkenal di Jerman[…] (Sumber: E.
Korah-Go. 1998. "Citra Perempuan Bali dalam Balada Ciptaan
Theodor Fontane: Die Balinesenfrauen auf Lombok".
Makalah yang dibacakan pada Musyawarah HISKI Daerah Jakarta
di Pusat Dokumentasi H. B. Jassin, Jakarta)
Seratus tahun setelah penerbitan pertamanya dalam majalah
Pan, judul dan diskusi mengenai balada ini muncul
kembali dalam novel Ein weites Feld (1995) karya
Günter Grass - pemegang Hadiah Nobel 1999 untuk Kesusastraan.
(Bandingkan: Heinrich Seemann. 1998. Von Goethe bis
Emil Nolde: Indonesien in der deutschen Geisteswelt.
Jakarta: Katalis. Hlm. 57ff. Juga: Günter Grass.
1995. Ein weites Feld. Göttingen: Steidl.
Hlm. 52f.)
* Balada in telah diterjemahkan terlebih dahulu oleh
B. Damshäuser dan Ramadhan K.H.; bandingkan Malam
Biru di Berlin. Jakarta:1989. Hlm.102-104)
|
|