SEDEKAH SEORANG WANITA DARI HARTA SUAMINYA
(Ummu Thoriq)
[Ummijundi,29/03/03] Dari Aisyah ra. katanya, Rasulullah SAW bersabda: "Apabila seorang istri menshadaqahkan makanan dari persediaan yang ada di rumahnya tanpa merugikan, maka istri itu mendapat pahala karena ia yang menyedekahkannya, dan si suami mendapat pahala karena dia yang menghasilkan, dan bendaharanya begitu pula. Tanpa mengurangi pahala masing-masing".
Hadits tersebut menjelaskan tentang dua hal. Pertama adalah tentang shadaqah yang dilakukan oleh istri dan kedua tentang orang yang membuat persiapan makanan yang akan dishadaqahkan.
Terdapat banyak hadits tentang dua hal tersebut, sebuah hadits dari Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa apabila seorang istri bershadaqah tanpa seizin suaminya maka ia memperoleh separuh pahala (Misykat)
Sa'ad ra. berkata bahwa pada suatu saat ketika Rasulullah SAW menyeru sekelompok wanita kepada Islam, seorang wanita berbadan tinggi berdiri dan berkata "Wahai Rasulullah, kami kaum wanita menjadi beban bagi ayah kami, anak kami dan suami kami, hak apa yang kami miliki atas harta mereka?" Rasulullah menjawab, "benda-benda segar (yang dapat menjadi busuk) boleh kalian makan atau kalian berikan kepada orang lain"
Terdapat dua keadaan mengenai istri yang menshadaqahkan harta suaminya,
Pertama apabila suami memberikan hartanya kepada istrinya dari penghasilannya sendiri kemudian istrinya tersebut menshadaqahkan sebagian dari pemberian suaminya tersebut. maka istri akan menerima pahala secara utuh dan suami menerima pahala separuh. Meskipun suami lah yang mula-mula mendapat harta, tetapi harta tersebut telah diberikan kepada istri, suami mendapat pahala semata-mata karena kemurahan dari Allah SWT.
Keadaan lainnya, apabila suami tidak memberikan hartanya kepada istrinya melainkan memberikan untuk nafkah rumah tangga. Kemudian sebagian dari harta tersebut dishadaqahkan oleh istrinya maka dalam hal ini pahala sepenuhnya diterima oleh suami, sedangkan istri mendapat pahala separuhnya. Karena suami adalah pemilik harta, sedangkan istri mengalami kekurangan dalam pembelanjaan keluarga.
Demikian dalam beberapa hadits kaum wanita didorong untuk bershadaqah dari harta yang disediakan untuk makan keluarga. Hendaknya kaum wanita jangan menolak untuk melakukannya karena beralasan suami belum mengijinkannya. Berbeda dengan nasihat ini, terdapat beberapa hadits yang melarang perbuatan demikian.
Abu Umamah ra. berkata bahwa pada saat haji wada, Rasulullah SAW dalam khutbahnya menyeru agar kaum wanita jangan membelanjakan harta suaminya tanpa seijinnya. Seseorang bertanya apakah makanan juga tidak boleh dishadaqahkan tanpa seijinnya, Rasulullah menjawab makanan adalah harta yang paling baik.
Pada dasarnya hadits ini tidak bertentangan dengan hadits sebelumnya. Hadits sebelumnya bersifat umum, sebagaimana yang berlaku di rumah bahwa apa saja yang diberikan oleh suami, suami tidak berkeberatan apabila sebagian dishadaqahkan oleh istri. Seorang suami dianggap kikir apabila menanyakan untuk apa saja nafkah yang telah diberikan.
Namun demikian walaupun hal tersebut berlaku secara umum, apabila seorang suami yang kikir tidak mengijinkannya, tidaklah layak bagi seorang istri menshadaqahkan sebagian pemberian suaminya. Bagaimanapun juga apabila istri sangat ingin bershadaqah tetapi tidak dapat melakukannya karena dilarang suaminya, si istri akan menerima pahala karena niat baiknya.
Berbeda dengan seorang bendahara, jika tidak memperoleh ijin dari majikannya, tidak boleh memberikan harta yang dijaganya tanpa seijin majikannya. Sedangkan seorang istri dapat bershadaqah dari harta suaminya tanpa menunggu ijin.
Wallahu 'alam
referensi: Fadhilah Sedekah, Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandhalawi rah.a