SIAPA MAU BELI MUKENA?
(by Mawar-WS)
@
[Ummijundi,
29/03/03]
gBu, tolong beli mukena ini!h kata seorang ibu lirih yang tiba-tiba sudah ada
di antara ibu-ibu kampung Banjar yang sedang ngobrol. Tanpa diminta ibu itu
langsung memperlihatkan mukena yang dibawanya. Masih baru.
gLo, kenapa mukenanya dijual bu?h tanya bu Er keheranan. Bukankah mukena
pakaian takwa muslimah ? Sarana menghadapNya ?
gIya bu, nanti sholatnya bagaimana ?h timpal bu Ran.
Ibu itu tak tahan membendung butiran bening di matanya. Dia menangis. Semua
jadi prihatin. Tapi juga bingung, kenapa dia mesti menjual mukenanya ?
gLo ibu kenapa ?h tanya bu Sar.
gKelihatannya ibu bukan dari kampung ini yah ? Memang ibu dari mana ?h yang
lain ikut menimpali. Ibu yang ternyata bernama bu Ais itu masih belum mampu
membendung tangisnya. Ibu-ibu yang lain saling berpandangan. Ada yang
mengangkat bahu, ada yang geleng-geleng kepala, semua tidak mengerti apa yang
terjadi pada bu Ais.
gCoba diminum dulu bu, biar rada tenang!h ucap bu Er yang rumahnya dijadikan
tempat ngumpul ibu-ibu kampung itu mempersilahkan bu Ais untuk minum.
Wajahnya pasi. Tubuhnya kurus dan tak terawat. Usianya masih muda tapi
tertutupi oleh keadaan yang pelik hingga tampak tua dan lusuh. Semua iba
melihatnya.
gIbu-ibu kan tau semua sekarang serba mahal. Harga barang-barang terus naik,
kalau sudah naik susah untuk turunnya. Sementara saya hanya buruh cuci. Ketika
semua kebutuhan rumah tangga melonjak tinggi, ibu-ibu pemilik cucian tidak
lagi membiarkan cuciannya saya yang lakukan, mereka lebih suka mencuci
sendiri, demi penghematan katanya.h Bu Ais mulai bertutur dengan sesekali
terdengar isakannya.
Ibu-ibu yang lain tampak krasak-krusuk, membenarkan keluhan bu Ais. Semua juga
merasakan imbas itu. Ekonomi Indonesia yang sedang terpuruk. Rakyat kecil jadi
ikut menunduk. Orang egedeanf memang tidak merasakan hal itu, mereka akan
tenang-tenang saja ketika rakyat kecil berebutan minyak tanah, karena ada isu
embargo minyak. Atau mereka juga tenang-tenang saja ketika melihat antrian
yang panjang di tengah teriknya mentari, rakyat kecil disetiap kelurahan
menanti beras yang murah yang tak jarang berasnya pun kualitas rendah, rakyat
mau apa ? demi perut keluarga, mereka hanya bisa menerima.
gSaya lagi butuh uang untuk membeli minyak tanah juga kebutuhan yang lainnya,h
lanjut bu Ais.
gTapi kenapa mesti menjual mukena ?h tanya seorang ibu muda berbaju biru
lengan pendek dengan wajah yang berbedak putih, bedak dingin, penampilan yang
menunjang gkeademan pribadih di tengah teriknya mentari. Ibu-ibu yang lain
mengangguk. Pertanyaan yang dari tadi meringkuk dibenak mereka. Semua menanti
penjelasan bu Ais.
gSaya nggak punya barang berharga untuk dijual. Saya tidak sanggup membayar
angsuran mukena ini, tinggal 1 bulan lagi. Sementara anak-anak saya butuh
makanh
gKalau ibu menjualnya, ibu sholat bagaimana ?h
gInsya Alloh saya masih punya satu lagi, meski sudah lusuh dan compang
camping,h tutur bu Ais. Sedari tadi ia hanya menundukkan kepalanya, tak
sanggup menatap wajah-wajah yang ada dihadapannya saat ini. Berjuta rasa malu
menghujamnya. Tapi keterpaksaan lebih menawannya dan mendesak-desak untuk
berbuat, apapun itu asal halal jadi prinsipnya, meskipun banyak mengorbankan
batinnya.
Kembali terdengar krasak-krusuk dan bisik-bisik dari kelima ibu-ibu kampung
itu. Siapa yang akan membantunya ? Semua merasa iba. Tapi ini kan tanggal tua.
Tanggal 25, tanggal tipis-tipisnya dompet. Masih ada seminggu lagi untuk
terima setoran dari gaji suami. Semua menggeleng, tak punya simpanan
sebelumnya.
gMemang berapa sisa tunggakannya bu?h seorang ibu yang dari tadi nyimak angkat
bicara.
gTunggakannya 25 ribu. Harga mukena ini 100 ribu, yah ga papa deh saya jual 50
ribu aja. Mukenanya belum pernah dipakai koq,h jelasnya.
50 ribu ? wah, ga ada uang nih, desah bu Sar dalam hati. Lantas dia masuk ke
dalam rumah untuk kemudian kembali lagi dengan membawa tas kresek hitam,
berisi serba sedikit kebutuhan untuk sekedar menyambung hidup hari ini.
gMaaf ibu, kebetulan saya lagi nggak punya uang, tanggal tua, kebetulan saya
punya ini, mungkin bisa sedikit membantu.h Bingkisan itu diserahkannya ke bu
Ais, tapi bu Ais tak mau menerimanya.
gMaaf bu, terima kasih. Saya nggak biasa meminta-minta,h tuturnya lembut.
gOh nggak, ini pemberian tulus!h jelas bu Sar takut ada salah paham.
gTerima kasih ibu. Maaf, sejak kecil saya diajarkan untuk tidak menerima
pemberian begitu saja,h bantah bu Ais kalem. Tangisnya tak terdengar lagi.
Senyumnya mulai mengembang.
gMungkin ibu-ibu memang belum punya uang, nggak papa koq, Insya Alloh saya
bisa menjualnya ke ibu-ibu yang lain. Maafkan saya kalau sudah mengganggu dan
membuat resah ibu-ibu. Permisi.h
DENGAN MULAI MEWUJUDKAN
IMPIAN TERDEKAT,
AKU INGIN MEMBUKTIKAN
AKU BISA MENANG KARENA
UJIAN DATANG TENTU UNTUK
SEBUAH PENINGKATAN
MENUMBUHKAN POHON MALU
KEPADA ALLAH SWT
YANG AKARNYA MENGIKAT HATI
DAN DAUNNYA MEMASAKKAN
OKSIGEN ISTIQOMAH
DAN KEBERADAAN-NYA SEBAGAI
PENEDUH PRASANGKA YANG KECEWA
@
@
sumber: kafe.muslimah
Tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang di bawah, memberi lebih baik
daripada menerima....