KOMPAS, Rabu, 05 Januari 2005
Ledakan Bom di Poso Membuat Warga Gempar
Makassar, Kompas - Warga Poso, Sulawesi Tengah, kembali gempar begitu
mendengar ledakan pada Senin (3/1) malam. Meskipun ledakan yang terjadi di dekat
Hotel Alamanda, persis di belakang Asrama Brimob, itu tidak menimbulkan korban
jiwa, sempat membuat situasi Poso memanas.
Informasi yang diperoleh Kompas menyebutkan bahwa bom berdaya ledak rendah
(low explosive) itu terjadi sekitar pukul 21.00. Bom itu meledak di Jalan Alamanda.
Lokasi itu tak jauh (sekitar 200 meter) dari ledakan bom yang terjadi pada malam
pergantian tahun, Jumat (31/12/2004). Pada malam tahun baru itu, bom berdaya
ledak rendah meledak di Jalan Pulau Bali.
Begitu terdengar ledakan, warga keluar rumah, dan bahkan terjadi konsentrasi
massa. Polisi yang tinggal di asrama itu langsung berhamburan keluar. Mereka
berusaha memburu dua orang yang diduga pelakunya.
"Begitu ledakan terjadi warga gempar. Malam itu ramai sekali," kata Komandan
Kodim 1307 Poso Letkol (inf) Ray Gunawan yang dihubungi dari Makassar, Selasa
(4/1). Menurut Ray Gunawan, sesaat setelah ledakan terlihat dua orang yang
berusaha kabur ke arah Lembaga Pemasyarakatan (LP) Poso.
Polisi langsung melakukan pengejaran. Namun rupanya warga sudah terkonsentrasi
di kawasan LP itu. Situasi yang tidak jelas malam itu justru membuat polisi
berhadapan dengan warga.
Polisi melakukan tembakan ke atas, tetapi diinformasikan bahwa dari arah massa
terdengar letusan tembakan pula. "Memang sempat terjadi insiden, tetapi untunglah
hanya berlangsung sesaat. Padahal warga sudah ribut, mereka bahkan membunyikan
benda-benda seperti lonceng atau kentongan," kata Ray Gunawan.
Pejabat Bupati Poso Andi Asikin Suyuti mengatakan, aparat kepolisian melepas
tembakan karena mengejar orang yang diduga sebagai pelaku ledakan. Setelah
melihat warga yang berkumpul begitu banyak, tambah Direktur Eksekutif Lembaga
Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPSHAM) Sulteng
Syamsul Alam Agus, aparat kepolisian menjadi panik dan kemudian melepas
beberapa tembakan untuk membubarkan massa.
Untuk menenangkan situasi, kata Ray Gunawan, pihaknya juga menurunkan
sejumlah personelnya. "Saya menurunkan anggota 70 orang untuk ikut menghentikan
insiden itu. Saya sampai berjaga-jaga sejak semalam, kami patroli terus," kata Ray
Gunawan. Selasa pagi Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulteng Brigjen (Pol)
Aryanto Sutadi langsung pergi ke Poso dan langsung melakukan pertemuan dengan
jajaran kepolisian yang ada di Poso.
Beruntun
Teror bom sampai saat ini masih terus menghantui kota Poso. Sebelumnya saat
malam pergantian tahun, dua ledakan bom terjadi di kota itu. Ledakan pertama terjadi
sekitar pukul 23.45 di Jalan Pulau Bali- dekat ledakan kemarin-dan ledakan kedua
terjadi sekitar pukul 00.30 di Jalan Pulau Kalimantan, tepat di belakang Gereja
Bethany.
Tiga hari sebelumnya, yaitu pada 28 Desember 2004, bom juga meledak di Kelurahan
Kawua, Kecamatan Poso Kota. Sehari sebelumnya, 27 Desember 2004, bom
meledak dua kali di Kelurahan Sayo, juga Kecamatan Poso Kota. Semua bom yang
meledak adalah jenis low explosive.
Menurut Syamsul Alam, serangkaian teror bom itu dilakukan oleh orang-orang yang
sangat terlatih dan mengenal medan Kabupaten Poso sehingga memiliki keberanian
meledakkan bom di sekitar asrama Brimob. Tujuannya tak lain untuk menciptakan
rasa tidak aman di masyarakat.
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Aryanto Sutadi memperkirakan motif teror
bom yang terjadi secara beruntun itu untuk menunjukkan eksistensi sejumlah pelaku
teror. "Orang-orang yang menginginkan Poso tetap rusuh ingin menunjukkan bahwa
mereka masih ada dan masih mampu untuk melakukan tindakan teror. Hal itu juga
menjadi satu bukti yang menunjukkan betapa mudahnya setiap orang melakukan
teror," katanya.
Aryanto mengakui, peredaran senjata api dan bahan peledak di Poso masih cukup
tinggi. Diakui juga, pihak kepolisian mengalami kesulitan untuk melakukan sweeping.
Hal itu disebabkan para pemegang senjata api dan bahan meledak tidak
menyimpannya di rumah, melainkan di kebun dan hutan.
Oleh karena itu, lanjut Aryanto, minimalisasi teror di Poso tidak bisa dilakukan hanya
dengan pendekatan keamanan. "Minimalisasi itu harus dilakukan dari berbagai sudut
pendekatan, seperti sosial, kerohanian, pemerintahan, hukum, ekonomi, keamanan,
dan berbagai aspek lainnya," ujar Aryanto. (REI/SSD)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|