The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Kamis, 06 Januari 2005

Butuh Perda Khusus untuk Tangani Pengungsi Maluku

Ambon, Kompas - Salah satu hal yang membuat lamban dan tidak efektifnya penyelesaian pengungsi di Maluku yang sudah berlangsung selama lima tahun adalah tidak adanya peraturan daerah yang khusus mengatur tentang pengungsi.

Berbagai program penanganan pengungsi, baik yang dilakukan pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, berjalan sendiri-sendiri. Dana bantuan untuk pengungsi pun sulit diaudit.

Menurut Ketua Yayasan Tahuri Hendra Sahertian di Ambon, Rabu (5/1), penanganan pengungsi korban konflik di Maluku yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat tidak terkoordinasi dengan baik. Masing-masing pihak melaksanakan programnya dengan konsep dan tujuan masing-masing. Akibatnya, program penanganan pengungsi tidak terkontrol dan kacau.

"Jika ada peraturan daerah khusus tentang pengungsi, maka ada mekanisme untuk menangani dan menyelesaikan masalah pengungsi tersebut," kata Sahertian.

Sahertian juga menyesalkan kurangnya itikad pemerintah mewujudkan peraturan daerah (perda) khusus tentang pengungsi itu. Akibatnya, dana bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Maluku sulit diaudit. Tidak ada payung hukum yang melandasi pihak-pihak tertentu untuk melakukan pengecekan terhadap sumber dan penggunaan dana.

Sementara itu, Ketua Koalisi Pengungsi Maluku Pieter Pattiwaellapia meminta agar DPRD Provinsi Maluku segera membuat perda khusus yang menangani tentang penyelesaian masalah pengungsi. Dengan adanya perda khusus itu, diharapkan terdapat standar untuk penanganan pengungsi.

Salah satu dampak dari ketidakjelasan penanganan masalah pengungsi itu adalah berubah-ubahnya dana yang diberikan kepada pengungsi.

Pattiwaellapia mencontohkan, semasa kendali pemerintahan Provinsi Maluku dipegang oleh Penjabat Gubernur Sinyo Harry Sarundajang, setiap pengungsi mendapatkan uang pemulangan, uang jatah hidup, dan uang bekal hidup masing-masing Rp 250.000 sehingga setiap pengungsi mendapat uang Rp 750.000.

Setelah terpilihnya Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu tahun 2003, lanjut Pattiwaellapia, biaya yang diberikan kepada pengungsi berubah. Biaya pemulangan menjadi hanya Rp 100.000, sedangkan jatah hidup dan bekal hidup masing-masing Rp 200.000 atau Rp 500.000 untuk setiap pengungsi.

Belum ada rencana

Perubahan kebijakan ini dipandang para pengungsi secara berbeda. Perbedaan jumlah uang yang diberikan telah menimbulkan kecemburuan bagi kelompok masyarakat yang lain karena merasa diperlakukan secara berbeda. "Menurut pengungsi, ini diskriminasi. Karena itu, pemerintah harus memiliki perda yang menjadi acuan hukum agar tidak ada standar ganda dalam penanganan pengungsi," kata Pattiwaellapia.

Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu menyambut baik keinginan masyarakat mengenai perda pengungsi karena dapat mengikat semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Meskipun demikian, pemerintah belum berencana menyusun peraturan khusus tentang pengungsi tersebut. (MZW)

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/toelehoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044