KOMPAS, Senin, 07 Februari 2005
Dewan Adat Papua Akan Mengembalikan UU Otsus
Manokwari, Kompas - Dewan Adat Papua memutuskan akan mengembalikan
Undang-Undang Otonomi Khusus Papua kepada pemerintah pusat pada tanggal 15
Agustus 2005. Sikap itu diambil sebagai bagian dari penolakan terhadap Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua.
Sikap itu disampaikan oleh Sekretaris Umum Dewan Adat Papua (DAP) Leo Imbiri
dalam penutupan sidang DAP III di Manokwari, Sabtu (5/2). Sidang penutupan itu juga
dihadiri ratusan warga yang mengikuti peringatan 150 Tahun Pekabaran Injil di Tanah
Papua.
Sidang DAP III menghasilkan 12 butir pernyataan sikap. Pernyataan lainnya antara
lain, setelah 15 Agustus 2005 DAP akan mendesak pemerintah provinsi dan DPR
Papua mengembalikan Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) kepada
pemerintah pusat. DAP menilai otsus tidak berpihak pada kepentingan masyarakat,
tetapi lebih berupaya menekan hak politik, hak demokrasi, dan hak asasi masyarakat
Papua.
DAP mengharapkan tenggat waktu mulai sekarang hingga 15 Agustus 2005 cukup
memberi kesempatan bagi pemerintah pusat untuk mengubah pasalpasal dalam
Majelis Rakyat Papua (MRP). Pemerintah pusat diharapkan memberi ruang untuk
berdemokrasi, berpendapat bagi anggota MRP, serta melakukan pengawasan atas
kinerja gubernur dan DPR Papua. Pusat tidak boleh membatasi MRP sebagai
legitimasi kultural.
Dikemukakan, MRP sebagai legitimatis kultural dinilai telah mengebiri hak politik dan
hak demokrasi masyarakat Papua. Pemerintah juga didesak segera menggelar dialog
untuk meluruskan sejarah integrasi Papua.
Selama ini DPR (DPRD) Papua dan pemerintah daerah telah membangun jaringan
kerja sama yang saling menguntungkan dalam bentuk mark-up proyek pembangunan
di Papua. Kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang berlangsung sekitar tiga
tahun pelaksanaan otsus tidak banyak mendapat perhatian dari pusat dan lembaga
pengawas keuangan negara.
Dukung pilkada langsung
DAP III menilai, proses pemekaran Irian Jaya Barat, Irian Jaya Tengah, dan Irian Jaya
Timur oleh pemerintah pusat tak memerhatikan aspirasi masyarakat dan
bertentangan dengan UU No 21/2001 tentang Otsus Papua. Di dalam UU Otsus
Pasal 76 disebutkan, pemekaran provinsi dilakukan atas usulan masyarakat dan
rekomendasi dari MRP.
"Pemekaran provinsi tersebut tidak melalui tahapan-tahapan sesuai UU Otsus
sehingga melahirkan konflik horizontal antara masyarakat di tingkat bawah. Misalnya,
antara kelompok pro dan antipemekaran di Timika," kata Imbiri.
MRP yang dibentuk pemerintah pusat dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 54/2004
memiliki klausul-klausul yang jelas-jelas mengebiri hak politik, demokrasi, dan
independensi para anggotanya.
Pelurusan sejarah Papua penting dalam rangka menghentikan stigma mengenai
separatis di tanah Papua. Selama ini setiap orang Papua yang berjuang menuntut
hak dan keadilan selalu dicap sebagai pejuang Papua merdeka.
DAP menyatakan mendukung dan mendesak pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(pilkada) langsung. Upaya ini untuk menghindari kasus KKN yang sering terjadi di
DPRD dalam proses pemilihan kepala daerah.
Usai penutupan sidang adat, massa melakukan arak-arakan keliling Kota Manokwari
dalam rangka peringatan Hari Pekabaran Injil di Papua, 5 Februari 2005. Arak-arakan
dipimpin Ketua DAP terpilih, Tom Beanal, Sekretaris Jenderal Presidium Dewan
Papua Thaha Al Hamid, dan pimpinan DAP dari seluruh kabupaten di Papua. (KOR)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|