KOMPAS, Selasa, 12 April 2005
Penderita Malaria di Pulau Gorom Terancam Kekurangan Pangan
Ambon, Kompas - Meskipun jumlah penderita malaria di Dusun Wawasa, Pulau
Gorom, Seram Bagian Timur, semakin berkurang, warga kini terancam kekurangan
pangan. Sementara jumlah penderita malaria yang meninggal dalam minggu kedua
April bertambah dua orang sehingga menjadi 18 orang dan warga yang masih
menderita penyakit malaria mencapai ratusan orang.
Tidak adanya pejabat pemerintah setempat, kepala desa dan camat, yang turun ke
lapangan membuat koordinasi penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) malaria ini
sulit dilakukan.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Rukiah Marasabessy di Ambon pada Senin
(11/4) sore mengatakan, meskipun sebagian korban malaria mulai membaik setelah
ditanggulangi oleh tim gabungan dari Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan
Maluku, serta Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Seram Bagian Timur, kini
masyarakat mengalami krisis pangan. Kini mereka berharap ada bantuan beras dan
mi instan dari pemerintah.
"Masalah yang ada sekarang adalah masalah makanan dan gizi buruk," tegas
Marasabessy. Dikarenakan sebagian besar penduduk menderita penyakit malaria,
penduduk tidak dapat pergi ke hutan atau ladang untuk mencari makanan. Kondisi ini
diperparah dengan banyaknya makanan di hutan dan ladang yang dimakan babi
sehingga tak dapat dimakan lagi.
Dari 1.209 penduduk Dusun Wasawa, Desa Amarsekaru, Kecamatan Pulau Gorom,
yang tergabung dalam 171 keluarga, sebanyak 366 orang terserang malaria dan 18
orang meninggal dunia. Sebanyak 16 korban meninggal terjadi pada bulan Maret dan
dua orang meninggal pada minggu kedua bulan April. Korban meninggal terdiri atas
dua ibu hamil, enam balita, dan 10 orang dewasa.
"Kami sudah koordinasikan masalah kekurangan pangan ini dengan bupati setempat
untuk menanganinya. Masalah kekurangan pangan ini berada di luar wewenang
kami," kata Marasabessy.
Belum tahu
Penjabat Bupati Seram Bagian Timur Abdul Gani Wokanubun mengaku belum
mengetahui adanya krisis pangan yang terjadi di Dusun Wawasa.
"Kami tunggu dulu laporan dari camat setempat, baru kita mengambil tindakan,"
katanya.
Dari hasil penelitian tim gerak cepat KLB Dinas Kesehatan Provinsi Maluku,
dipastikan bahwa penyebaran penyakit ini berasal dari sebuah telaga yang menjadi
tempat perkembangbiakan jentik-jentik nyamuk Anopheles. Telaga berukuran 700 x
300 meter persegi itu merupakan pusat aktivitas warga.
Masyarakat dusun itu menggunakan air telaga sebagai sumber air minum, mencuci,
hingga buang hajat. Air telaga itu juga digunakan untuk budidaya ikan yang biasa
dipancing pada malam hari. Kebiasaan memancing juga membuat kemungkinan
tergigit nyamuk semakin besar.
Dari survei kilat oleh tim penanggulangan KLB terhadap 123 penderita yang ke pos
layanan malaria, diketahui sebanyak 90 orang terjangkit malaria dari parasit
Plasmodium falciparum, sedangkan sisanya dari Plasmodium vivax.
Untuk mengurangi perkembangan jentik nyamuk Anopheles di telaga itu, tim tersebut
telah menanam albasit di tengah telaga untuk membunuh jentik nyamuk Anopheles.
Penyemprotan insektisida juga dilakukan terhadap rumah 171 keluarga dan dilakukan
pembagian 200 kelambu khusus yang telah dicelup insektisida bagi keluarga yang
memiliki ibu hamil dan bayi.
Guna mengatasi resistensi penderita malaria terhadap obat-obatan malaria yang ada,
seperti chloroquin, primaquin, tim gabungan telah memberikan obat baru dari
Departemen Kesehatan, yaitu ACT-terutama untuk penderita akibat Plasmodium
falciparum. Aturan minum obat baru ini juga telah disosialisasikan kepada petugas
puskesmas dan penderita.
"Penyemprotan pada permukiman warga akan dilakukan dua minggu lagi dan tiga
bulan sesudahnya," ujar Marasabessy. Saat ini alat penyemprot dan obat-obatan
yang dibutuhkan telah disimpan di puskesmas terdekat. (MZW)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|