KOMPAS, Rabu, 12 Januari 2005
Rumah Pengungsi Poso Dibangun Bulan Ini
Poso, Kompas - Upaya pemerintah untuk mengembalikan pengungsi Poso ke tempat
asalnya mendapat respons positif dari para pengungsi. Dari 2.000 keluarga yang
masih mengungsi akibat konflik sosial beberapa tahun lalu, sebanyak 70 keluarga
menyatakan kesediaan untuk kembali ke kampung halamannya di Desa
Sintuwulemba, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, sekitar 20 kilometer dari pusat
kota Poso.
Penjabat Bupati Poso Andi Asikin Suyuti, Senin (10/1), mengatakan, untuk
menyediakan tempat tinggal bagi pengungsi itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Poso akan mulai membangun 70 rumah semipermanen di Desa Sintuwulemba
dengan biaya Rp 4,5 juta per rumah. Pembangunan akan dimulai 17 Januari
mendatang dan diharapkan selesai dalam 20 hari.
Pembangunan rumah itu akan diikuti dengan pembangunan sarana dan prasarana,
seperti listrik dan air bersih. Pembangunan kembali Desa Sintuwulemba akan
dilakukan oleh warga, baik yang telah kembali maupun yang masih mengungsi,
bersama-sama dengan aparat Pemkab Poso, kepolisian, dan tentara.
Kebersamaan yang terjalin dalam proses pembangunan desa itu diharapkan dapat
semakin mempererat hubungan sesama warga dan aparat tanpa mempersoalkan
agama masing- masing.
Apabila proses interaksi sosial di Desa Sintuwulemba berjalan dengan baik, kata
Asikin, desa itu akan dijadikan sebagai proyek percontohan untuk pembangunan
daerah-daerah lain yang dulu terlibat konflik.
Desa Sintuwulemba adalah salah satu daerah yang mengalami kerusakan terparah
akibat konflik. Pada puncak konflik horizontal di Poso tahun 2000, tercatat lebih dari
200 orang tewas di desa itu dan ratusan rumah musnah dibakar.
Saat ini sisa-sisa rumah yang hangus bagaikan rumah hantu. Rumah yang hanya
tersisa temboknya itu-tanpa atap, jendela, dan pintu-ditumbuhi semak belukar dan
pohon-pohon besar. Dahan pohon menutupi bagian atas rumah dan akarnya
merambat ke semua sudut.
Setahun lalu, sekitar 45 keluarga pengungsi yang mayoritas penganut Kristen itu
telah kembali ke Desa Sintuwulemba. Sedangkan dari 70 keluarga pengungsi yang
akan kembali Januari ini mayoritas penganut Islam.
Harry (50), Kepala Badan Perwakilan Desa Sintuwulemba, mengatakan, sebelum
konflik Poso pecah, sebenarnya kerukunan umat beragama di Sintuwulemba cukup
erat. "Arti Sintuwulemba saja sudah menunjukkan hal itu, yaitu persatuan di lembah,"
katanya.
Akibat terprovokasi pihak lain, warga akhirnya ikut-ikutan terlibat dalam konflik.
Dampaknya, sebagian anggota keluarga tewas, harta benda lenyap, dan mata
pencaharian hilang. Untuk melanjutkan kehidupan, warga pun harus mengungsi dan
hidup serba terbatas.
Pelajaran berharga
Menurut Harry, penderitaan itu telah dijadikan warga sebagai pelajaran berharga.
"Seperti sebelum konflik, kami tidak lagi pernah mempermasalahkan agama. Justru,
kami sangat menginginkan agar warga Sintuwulemba yang masih mengungsi segera
kembali," kata Harry yang telah kembali ke Sintuwulemba sejak dua tahun lalu.
Sejak tiga bulan lalu, lanjut Harry, aroma kerukunan umat beragama di Sintuwulemba
semakin terasa. Menurut dia, warga Sintuwulemba yang telah kembali maupun yang
masih mengungsi, baik yang Kristen maupun Muslim, mulai bersama-sama bekerja
bakti untuk membenahi desa itu. Kegiatan kerja bakti dilaksanakan tiga kali dalam
sebulan.
Indahnya saling tolong-menolong itu juga diungkapkan Narni (32), warga
Sintuwulemba, yang telah kembali setahun lalu. Narni merasa sangat yakin konflik
antar-agama tidak akan terjadi lagi di Sintuwulemba. Semua itu, katanya, karena
warga sudah merasakan perihnya dampak konflik dan indahnya hidup rukun.
Namun, untuk membangun desa yang dulu dihuni ratusan keluarga itu dibutuhkan
banyak tenaga dan dana. "Tidak cukup hanya 45 keluarga saja. Karena itu, kami
sangat mengharapkan agar saudara-saudara kami, Muslim ataupun Kristen, segera
kembali ke desa ini. Marilah kita membangun desa ini bersama-sama," kata Harry.
Menurut Asikin, Pemkab Poso akan memfasilitasi pembangunan rumah pengungsi
yang ingin kembali ke kampung halamannya masing-masing. Namun, keinginan
kembali ke kampung halaman hendaknya didorong oleh keinginan warga untuk
kembali hidup rukun tanpa membedakan agama, bukan atas desakan pemerintah
atau pihak-pihak lain.
Sampai saat ini, kata Asikin, masih terdapat sekitar 2.000 keluarga pengungsi yang
belum kembali ke kampung halamannya. Pemerintah telah menyiapkan dana untuk
membangun rumah-rumah pengungsi itu, baik yang berasal dari pemerintah pusat
maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
Namun, Harry dan warga lainnya mengharapkan Pemkab Poso segera
merealisasikan janjinya. Bukan hanya pembangunan rumah, melainkan juga
pemberian dana rehabilitasi pengungsi, seperti jaminan hidup dan bekal hidup yang
sampai saat ini menjadi masalah yang tak terpecahkan.
Kembalinya Poso menjadi kawasan yang damai dan tenteram tentu tidak cukup
hanya datang dari dalam hati warga saja. Itikad baik pemerintah sebagai institusi
yang paling bertanggung jawab dalam memberikan rasa aman, damai, dan keadilan
bagi warganya harus ditunjukkan segera. (REI)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|