KOMPAS, Selasa, 18 Januari 2005
Tuna dan Cakalang Maluku Turun 70 Persen
Banda, Kompas - Sejak konflik melanda Provinsi Maluku tahun 1999, produksi ikan
tuna dan cakalang provinsi tersebut turun hingga 70 persen. Selain disebabkan
banyaknya pemasangan rumpon di wilayah utara Provinsi Maluku, kondisi armada
tangkap milik nelayan yang masih tradisional juga turut menurunkan produksi
tangkapan tuna dan cakalang.
Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Romelus Far-Far
dalam acara dialog dengan warga Kecamatan Banda di Banda Naira, Minggu (16/1),
penurunan produksi ikan itu diduga karena banyaknya pemasangan rum- pon ikan
tuna dan cakalang di Filipina selatan dan Maluku Utara. Pemasangan rumpon di
wilayah tersebut menghalangi gerak ikan dari lautan Pasifik Utara menuju Pasifik
Selatan melalui Laut Banda.
Berdasarkan hasil riset Departemen Kelautan dan Perikanan, Maluku memiliki tiga
wilayah perairan dari sembilan wilayah perairan di Indonesia yang memiliki potensi
ikan tuna dan cakalang tinggi, yaitu Laut Banda, Laut Arafura, dan Laut Seram.
"Sejak konflik, produksi ikan tuna dan cakalang di ketiga laut tersebut terus
menurun," katanya.
Far-Far menambahkan, dari sekitar 1.000 nelayan di Kepulauan Banda, hanya 300
nelayan yang memiliki armada penangkapan. Dari 300 armada tersebut, hanya 10
armada yang dapat digunakan untuk menangkap ikan dengan baik. Akibatnya, 31
perusahaan perikanan tidak mendapatkan pasokan dengan baik.
Kepala Desa Kampung Baru, Kecamatan Banda, Bakri Kiat menyatakan bahwa
turunnya produksi ikan yang membuat rendahnya kesejahteraan masyarakat nelayan
di desanya juga disebabkan masih tradisionalnya peralatan penangkapan ikan yang
dimiliki nelayan. Untuk menangkap ikan tuna dan cakalang, selama ini mereka
mengandalkan keberadaan ikan lumba-lumba. Para nelayan meyakinkan bahwa di
sekitar ikan lumba-lumba pasti terdapat tuna dan cakalang.
"Bagaimana kami bisa bersaing dengan nelayan di kecamatan lain yang memiliki
peralatan modern?" kata Kiat. Akibat armada tangkap yang masih tradisional,
nelayan hanya dapat melaut pada waktu-waktu tertentu., saat kondisi cuaca baik.
Para nelayan tidak berani mengambil risiko karena ombak Laut Banda yang dalam
terkenal ganas. "Kami ingin memiliki rumpon penangkap ikan tuna dan cakalang di
Laut Banda," kata Kiat.
Menanggapi keinginan nelayan Banda untuk memiliki rumpon, Far-Far berjanji akan
mengusahakannya lewat dana APBD Provinsi Maluku tahun 2005. Namun,
pemasangan rumpon di Laut Banda akan diuji coba terlebih dahulu.
Kondisi Laut Banda yang berupa lereng dan laut dalam menyebabkan hanya
beberapa tempat yang dapat dipasangi rumpon, yaitu pada kedalaman 600-1.000
meter. Untuk tempat dengan kedalaman 600 meter, akan digunakan tali pengikat
sepanjang 900-1.000 meter. Sedangkan rumpon yang dipasang pada kedalaman
1.000 meter akan menggunakan tali sepanjang 1.600-1.800 meter. "Kalau efektif,
akan kami kembangkan," katanya.(MZW)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|