The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Senin, 25 April 2005

Padi Waeapo Berkembang Bagus di Luar Maluku

Waeapo, Kompas - Jenis padi varietas Waeapo kini justru diminati petani di luar Maluku. Varietas padi tersebut di Pulau Buru, setelah peluncuran tahun 1998, ternyata tidak berkembang di daerah asalnya sendiri. Konflik antarkelompok masyarakat yang terus berkecamuk menyebabkan benih padi asli Pulau Buru tersebut tidak dapat dikembangkan.

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Maluku Syahrul Bustaman di Waeapo, Buru, Sabtu (23/4), mengatakan, varietas Waeapo Buru memiliki keunggulan berupa bulir padi dan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan varietas sejenis. Varietas tersebut banyak digemari para petani di sejumlah daerah pertanian yang menjadi lumbung beras nasional, seperti Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

"Di Buru tidak berkembang karena benihnya tidak ada," kata Bustaman. Konflik sosial yang berkecamuk sejak tahun 1999 membuat pengembangan benih tidak dapat dilakukan.

Dari uji yang dilakukan BPTP di Desa Waenetat, ternyata varietas Waeapo mampu menghasilkan gabah kering giling sebanyak tujuh ton per hektar. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan hasil dari benih biasa yang digunakan petani setempat-menghasilkan gabah kering giling 4-5 ton per hektar.

Untuk mengembangkan padi varietas Waeapo Buru, lanjut Bustaman, dibutuhkan sarana produksi dengan teknologi yang memadai dan modal tinggi. Karena kedua hal tersebut tidak dapat dipenuhi petani, terutama segi permodalan, petani enggan menggunakan bibit unggul tersebut. Kalaupun digunakan, modal yang terbatas membuat proses penanaman tidak maksimal sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal.

"Dengan hasil 4-5 ton per hektar, para petani masih untung. Tetapi dengan produksi yang kecil dibanding hasil pertanian daerah lain membuat pertanian kita dianggap tidak maju," tutur Bustaman.

Kebutuhan akan benih padi dari varietas Waeapo Buru sebenarnya dapat dipenuhi BPTP Maluku. Namun, konflik membuat benih tidak dapat didistribusikan. Bibit unggul lokal tersebut dapat diperoleh di sejumlah balai penelitian lain seperti Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Subang, dan Perum Sang Hyang Sri.

Harga dua kali lipat

Harga benih bibit Waeapo hampir dua kali lipat dibandingkan dengan harga benih biasa. Namun, jika benih bibit digunakan, gabah yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bibit kembali. Harga benih bibit mencapai Rp 4.800 per kilogram, sedangkan benih biasa Rp 2.800 per kg.

"Benih bukan bibit inilah yang saat ini digunakan para petani sehingga hasilnya lebih kecil," kata Bustaman.

Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu di tempat yang sama mengatakan, untuk menunjang proses pemulihan ekonomi pascakonflik, penggunaan padi varietas Waeapo Buru kembali akan digalakkan. Program tersebut diharapkan mampu menunjang program swasembada beras bagi Maluku.

Pulau Buru yang memiliki lahan pertanian luas dan menjadi sentra pertanian tanaman pangan bagi Maluku juga akan dikembangkan sebagai sentra tanaman pangan dan hortikultura lainnya, seperti jagung dan aneka jenis sayur-sayuran.

Saat ini, lanjut Ralahalu, pemerintah daerah telah menganggarkan dana Rp 7,7 miliar untuk mengembangkan sejumlah kawasan pertanian di Pulau Buru sebagai daerah sentra pertanian. Jika program tersebut sukses, hasil dari produk pertanian bisa mencapai Rp 18 miliar setahun. (mzw)

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/toelehoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044