Media Indonesia, Jum'at, 04 Februari 2005 14:17 WIB
Jaksa Tolak Eksepsi Terdakwa Let Let dan Walla
JAKARTA--MIOL: Jaksa dalam pemeriksaan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah
untuk pembangunan pelabuhan laut di Tual, Maluku Tenggara, menolak eksepsi
terdakwa, Harun Let Let dan Tarcisius Walla, serta tim penasehat hukum mereka.
"Kami berpendapat bahwa eksepsi penasehat hukum berisi cetusan emosional yang
berupa sanjungan terhadap terdakwa satu (Let Let), dan rasa tidak puas terhadap
penyidikan dan penuntutan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) sehingga tidak
relevan dengan materi eksepsi," kata Jaksa Endro Wasistomo, saat membacakan
tanggapan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta,
Jumat.
Dalam persidangan yang diketuai oleh Majelis Hakim Mansyurdin Chaniago, jaksa
berpendapat eksepsi terdakwa dan penasehat hukum mereka yang menyatakan
bahwa Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang KPK tidak dapat berlaku retroaktif,
sehingga tidak dapat digunakan untuk memproses kasus tersebut.
Jaksa mengatakan bahwa dalam surat dakwaannya, Jaksa menjerat kedua terdakwa
dengan UU No.31 tahun 1999 tentang tidak pidana korupsi.
"Undang-undang tersebut telah ada sebelum tindak pidana kedua terdakwa dilakukan.
Selain itu UU No.30 tahun 2002 tidak mengatur tempusdelikti kasus-kasus yang
dapat dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sehingga KPK tetap dapat
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tanpa dibatasi waktu terjadinya
kasus tersebut, kecuali bila telah kadaluarsa," ujarnya.
Menurut jaksa jika UU No.30 tahun 2002 diperlakukan surut, tetap tidak bertentangan
dengan azas nonretroaktif karena korupsi telah ditetapkan sebagai kejahatan yang
luar biasa oleh Mahkamah Konstitusi.
Jaksa menambahkan, eksepsi tersebut juga merupakan pengulangan dari
permohonan pra peradilan yang tengah diajukan oleh penasehat hukum di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dengan hasil permohonan tersebut ditolak Majelis Hakim.
Tidak jelas
Mengenai pernyataan penasehat hukum yang menyatakan surat dakwaan Jaksa tidak
jelas, jaksa berpendapat pernyataan tersebut tidak tepat karena surat dakwaan telah
sesuai dengan pasal 143 ayat 2 KUHAP dengan memenuhi syarat formal dan
materiil.
"Dalan surat dakwaan kami telah mencantumkan waktu dan tempat kejadian, siapa
yang melakukan tidak pidana yang didakwakan, cara terdakwa melakukan tindak
pidana, kan telah jalas digambarkan," kata Jaksa.
Beberapa materi eksepsi terdakwa dan penasehat hukum menurut JPU ada yang
sudah termasuk dalam materi yang harus dibuktikan dalam persidangan diantaranya
adalah, kapasitas kedua terdakwa, dan tentang pernyataan KPK telah
mengkriminalisasi perbuatan perdata.
Oleh karena itu jaksa memeohon pada Mejelis Hakim untuk menolak keberatan
terdakwa dan penasehat hukum mereka, menetapkan surat dakwaan untuk dijadikan
dasar pemeriksaan dan mengadili kedua terdakwa serta melanjutkan persidangan
kasus tersebut.
Sementara itu Alvian Husein, Penasehat Hukum kedua terdakwa menyatakan bahwa
Majelis Hakim harus dapat bersikap obyektif dengan mendengarkan eksepsi
penasehat hukum serta meminta agar Jaksa diberhentikan sementara dari jabatan
awal mereka.
Sidang akan dilanjutkan pada Senin 7 Februari pukul 09.00 WIB dengan agenda
pembacaan keputusan sela oleh Mejelis Hakim.
Kedua terdakwa diduga terlibat kasus korupsi senilai Rp10,262 miliar yang
menyangkut pengadaan tanah untuk pembangunan pelabuhan umum di Desa Uf,
Kecamatan Pulai Kei, Maluku Tenggara.
Atas dugaan tersebut, keduanya dapat dikenai pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf
a dan b, ayat 2 dan ayat 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU no 26 tahun 2001 ju pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP atau pasal 3 jo
pasal 18 ayat 1 huruf a dan b, ayat 2 dan ayat 3 UU no 31 thn 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP tentang
tindak pidana korupsi. (Ant/O-1)
Copyright © 2003 Media Indonesia. All rights reserved.
|