Media Indonesia, Kamis, 27 Januari 2005 15:13 WIB
JPU: Pengadaan Tanah Untuk Pelabuhan Di Tual Tidak Sesuai
Keppres
JAKARTA--MIOL: Pengadaan tanah untuk pembangunan pelabuhan Tual di Desa UF,
Kecamatan Pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, yang dilakukan dua
pejabat Ditjen Hubla Departemen Perhubungan, dinilai Jaksa Penuntut Umum (JPU)
tidak sesuai dengan Keppres no. 55/1993.
"Dalam Keppres yang mengatur tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum itu, dijelaskan bahwa pembangunan
pelabuhan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum," kata JPU Endro
Wasistomo saat membacakan dakwaan dalam persidangan tindak pidana korupsi
yang mengadilku Harun Let Let dan Tarsisius Walla di gedung Uppindo, Jakarta,
Kamis.
Disebutkan, pengadaan tanah untuk proyek pembangunan tersebut harus diadakan
melalui bantuan panitia pengadaan tanah yang dilakukan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah.
Sementara pengadaan tanah untuk pelabuhan tersebut, dilakukan Let Let dan Walla
dengan membuat dan menandatangani surat kesepakatan jual beli tanah pada 19
Desember 2002, atas tanah milik Let Let selaku terdakwa pertama yang terletak di
Desa UF, Maluku Tenggara, seluas 145.000 meter persegi dengan harga jual
Rp75.000 per meter persegi sehingga jumlah keseluruhannya Rp10,875 miliar.
"Terdakwa dua, Walla, saat menandatangani kesepakatan tersebut belum pernah
melakukan penaksiran terhadap harga tanah milik terdakwa satu. Selain itu, Walla
juga mengetahui bahwa terdakwa satu membeli tanah tersebut seharga Rp1.000 per
meter persegi sekitar Desember 2001 dari 32 pemilik tanah yang merupakan warga
asli di sana," lanjut Endro.
Setelah menandatangani surat kesepakatan jual beli tanah tersebut, terdakwa dua
yang mantan Sekretaris Ditjen Hubla, dengan mengatasnamakan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut, menerbitkan dan menandatangani surat keputusan Ditjen Hubla
tentang penetapan panitia penaksir harga tanah untuk pembangunan pelabuhan di
Tual pada 20 Desember 2002.
Namun pada kenyataannya, kata Endro, panitia penaksiran harga tanah tersebut
tidak pernah melakukan tugasnya. Selain itu, terdakwa dua saat menandatangani SK
tersebut telah memasuki masa pensiun sejak 1 Desember 2002 sehingga secara
hukum ia tidak memiliki wewenang untuk bertindak atas nama Dirjen Hubungan Laut.
Sementara itu, terdakwa satu pada 20 Desember 2002 telah menandatangani surat
bukti pembayaran uang sejumlah Rp10,8 miliar dan bertindak sebagai penerima uang
tersebut atas nama pelaksana atasan langsung bendaharawan rutin.
Surat bukti pembayaran tersebut dibuat atas perintah terdakwa satu sebagai Kepala
Bagian Keuangan Ditjen Hubla. Uang pembayaran tanah sebesar Rp10,262 miliar
setelah dipotong pajak sebanyak Rp537,5 juta, kemudian masuk rekening pribadi Let
Let.
Setelah menerima uang tersebut, terdakwa satu kemudian menggunakannya untuk
kepentingan pribadi di antaranya untuk membeli mobil, tanah milik Pemda Maluku
seluas delapan hektar, serta kapal "speedboat".
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim ketua Mansyurdin Chaniago SH itu,
Endro juga menyebut Let Let memberikan uang sebesar Rp1 miliar kepada terdakwa
dua, Walla. Let Let maupun Walla didakwa merugikan keuangan negara sebesar
Rp10,262 miliar atas perhitungan yang dilakukan oleh ahli dari Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan tertanggal 1 November 2004.
JPU mendakwa mereka dengan dakwaan primer pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1
huruf a, huruf b, ayat 2, ayat 3 UU no 31/1999 jo UU no 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 jo
pasal 54 ayat 1 KUHP tentang perbuatan yang memperkaya diri sendiri dengan
ancaman hukuman maksimalnya adalah penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar.
(Ant/Ol-1)
Copyright © 2003 Media Indonesia. All rights reserved.
|