Radio Nederland Wereldomroep, Selasa, 11 January 2005
Berbagai Pihak Kritik Kedatangan FPI dan MMI ke Aceh
Intro: Pelbagai media melaporkan Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Fron Pembela
Islam (FPI) akan mengirim relawan ke Nangroe Aceh Darussalam NAD). Kalangan
yang menyebut diri Pemerintah Aceh di pengasingan (PNA/ASNLF) di Swedia
menyayangkan hal tersebut. SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) juga
mengkritik. Menurut Nasrudin Abubakar, anggota Dewan Presidium SIRA, pengiriman
kelompok "ekstrem" itu akan memperkeruh suasana di Aceh. Selain itu dalam
suratnya kepada Sekjen PBB Kofi Annan, SIRA juga melaporkan, bahwa militer
menghalangi pengedaran dana bantuan untuk korban tsunami. Berikut keterangannya
kepada Radio Nederland.
Nasrudin Abubakar [NA]: Laskar Mujahidin dan FPI kita mengkhawatirkan, ini mereka
menggiring konfik Aceh itu kepada konflik agama. Karena di Aceh itu bukan
persoalan konfik agama. Murni konflik politik. Dari mana pun orang bisa masuk ke
Aceh untuk membantu Aceh, kita terima. Apakah dia orang Islam, siap! a saja boleh
masuk ke Aceh. Tapi tidak masuk kepada wilayah-wilayah politik. Karena kita takut
seperti yang terjadi di Maluku, seperti yang terjadi di Ambon. Dengan masuknya
orang FPI, masuknya Laskar Jihad justru yang terjadi di sana konflik horizontal,
konflik agama. Di Aceh nggak ada persoalan dengan agama. Semua boleh tinggal di
Aceh. Orang Cina aman di Aceh. Orang kristen juga aman di Aceh. Kita takut ini ada
pihak-pihak yang menunggangi mereka gitu. Karena tujuan mereka masuk ke Aceh
adalah untuk membantu syariat Islam. Ini sudah sangat bahaya. Ini sudah sangat
politis. Misalnya terjadi sesuatu terhadap orang asing yang ada di Aceh, bisa
digeneralkan (disamaratakan, red) oleh dunia bahwa orang Aceh itu ekstrem.
Radio Nederland [RN]: Padahal menurut anda orang Aceh bagaimana? Tidak
ekstrem?
NA: Orang Aceh itu sangat demokrat. Kita menerima perbedaan. Orang Aceh itu
sangat terbuka.
RN: Ada tuduhan-tuduhan bah! wa kelompok minoritas di Aceh katanya
didiskriminasi. Anda juga khawatir nanti orang Aceh lagi yang dipersalahkan?
NA: Sebelum tragedi tsunami terjadi di Aceh, justru orang non Islam, katakanlah
orang-orang Cina yang tinggal di Aceh, dalam keadaan aman. Tidak ada pihak yang
mengganggu mereka untuk tinggal di sana. Dan ini yang kita khawatrikan artinya ada
pihak yang mencoba untuk melakukan diskriminasi terhadap orang-orang non Islam
yang ada di Aceh, nantinya akan dipersalahkan orang Aceh lagi. Padahal yang
melakukan justru pihak-pihak tidak bertanggung jawab, pihak-pihak yang mencoba
untuk menggiring Aceh itu kepada konflik horizontal, konflik agama.
RN: Kemudian katanya ada kasus-kasus penyelewengan bantuan untuk para korban.
Bagaimana tentang berita itu dan di mana saja itu terjadi?
NA: Ya antara lain di bandara Iskandar Muda. Di sana ada ribuan pengungsi. Tapi
banyak bantuan menumpuk di sana tidak diperbolehkan untuk ! diambil untuk dibawa
ke pengungsi yang ada di daerah Lambaro. Yang melarang itu adalah pihak militer
yang ada di bandara itu. Karena mereka yang menjaga semua bantuan yang masuk
dari Jakarta, dari Medan. Itu yang sekarang sudah menumpuk di Blang Bintang itu.
Bayangkan dalam kondisi yang sangat dekat itu orang bisa lapar di pengungsian.
RN: SIRA mengkhawatirkan pemerintah Indonesia semakin banyak menambah
jumlah tentara di sana. Kemudian lagi semakin banyak menambah orang non Aceh
datang ke sana. Anda terutama tidak setuju kedatangan kelompok seperti Laskar
Jihad dan sebagainya. Apakah itu tidak merupakan suatu perasaan yang terlalu
'nasionalis' Aceh?
NA: Kalau bicara dalam konteks itu, rakyat Aceh itu sudah cukup lama menderita.
Rakyat Aceh itu sudah cukup lama dikorbankan, dimarjinalkan. Dan terjadi
diskriminasi dan rasisme. Orang Aceh seolah tidak dianggap sebagai bagian dari
negara Indonesia. Setelah empat hari pemerintah baru menyatakan sikap u! ntuk
membantu dan mengirim bantuan dan segala macam. Orang Aceh itu sudah
dikorbankan. Ribuan yang sudah menjadi mayat yang menumpuk di sungai-sungai, di
rumah-rumah, di hutan-hutan dan sebagainya.
RN: Bung Nasrudin, jadi kalau begitu untuk ke depan bagaimana semua pihak harus
menyikapi?
NA: Kita mendukung semua pihak untuk membantu Aceh, untuk membangun Aceh
kembali. Tapi yang utama yang mesti harus dipikirkan adalah bagaimana
menyelesaikan konflik politik yang terjadi di Aceh. Apabila ini bisa berjalan, saya
proses rekonstruksi, prose membangun kembali Aceh, saya kira itu akan berjalan
secara maksimal. Tapi kalau ini tidak dilakukan dan ini tidak didukung oleh semua
pihak, maka kita khawatir akan memperparah kembali kondisi di Aceh dan ini tidak
akan selesai-selesai.
RN: Tapi langkah kongkret apa untuk menyelesaikan konflik politik itu?
NA: Pemerintah Indonesia harus mencabut darurat sipil di Aceh. dan har! us kembali
kepada proses dialog.
Demikian Nasrudin Abubakar, anggoa Dewan Presidium SIRA (Sentra Informasi
Referendum Aceh).
© Hak cipta 2004 Radio Nederland Wereldomroep
|