Radio Vox Populi [Ambon], 18-Apr-2005
Awas, Tete Deng Nene Jaganti!
18-Apr-2005, OPINI : Victor Manuhutu - Ambon
Kita bisa dengan mudah mengampuni seorang anak yang takut akan kegelapan;
tragedi sebenarnya dalam hidup ini adalah ketika manusia takut akan terang. Plato.
MEMASUKI bulan April di Maluku seakan Tete Momo lagi gentayangan di jiku-jiku
rumah. Cerita tentang Nene dan Tete Jaganti yang tukang makan orang seakan
menghantui kehidupan. Olehnya, kebenaran yang diungkapkan oleh Plato dalam
dunia yang penuh dengan ketidak pastian bahwa takut akan terang adalah tragedi
yang sebenarnya.
Dolo eee, dolo paskali, orang tatua carita waktu dunia masih galap dimana orang
ingin makan rusa tinggal tembak batang pohon Sureng maka seekor rusa pun
tabanting. Atau mau makan Kusu tinggal kupas kuli batang pohon. Kala musim
susah, orang taruh aer satu sempe di muka dipan lalu mangael ikan Silapa dalam
kamar. Itu zaman kuasa gelap menurut orang tatua.
Tapi oleh Plato yang dimaksudkan dengan salah satu dari terang yang ditakuti oleh
umat manusia Maluku dewasa ini yaitu akses informasi yang benar dan tepat. Hal
yang sama berlaku pula terhadap orang yang merasa dirinya sebagai pengawas
manusia Maluku.
Akibat tekanan ekonomi maka seharusnya akses informasi yang tepat dan benar
diketahui masyarakat kebanyakan, dikuasai oleh segelintir orang dan kemudian
sengaja dipelintir sehingga beredar informasi yang dapat diklasifikasikan sebagai
upaya pengadu-dombaan dalam masyarakat. Informasi yang beredar adalah informasi
yang sengaja diciptakan untuk mendukung status quo.
Terang menurut Plato adalah informasi yang benar serta bebas dari kepentingan
tentang situasi, keadaan, tragedi, kecelakaan, kerusuhan, korban perang, bencana
alam dan yang paling terakhir adalah kasus penembakan Villa Kafe di Batu Lobang
Wayame dan penembakan kapal cepat KM Lai-lai di Buru.
***
Kenapa mesti menjelang bulan April kita harus berhadapan dengan isu yang
menyesatkan seperti katong dolo-dolo takotang dikurung Nene deng Tete Jaganti?
Saya teringat tahun lalu ketika informasi “butu mange-mange” yang begitu gencar
bersileweran. Kenapa ”butu mange-mange”? Karena kayunya yang tidak keras
tetapi kalau kaki tertusuk menjadi sangat sakit. Informasi ini begitu deras dan
membuat orang di kubu tertentu menjadi bersemangat dan berani menantang.
Seakan-akan orang yang ditokohkan berhasil di Amerika sana secara politik (?).
Kesia-siaan ini berakhir pada konflik baru dan korban yang tak berdosa berjatuhan.
Kembali, kunci pencegahannya adalah akses informasi yang diperluas dengan benar
dan tepat sehingga masyarakat kita tidak gampang dibodohi.
Informasi miring tahun lalu mengatakan bahwa sang Kapitan Ayamputi Manyabong
akan berpidato di CNN, Gedung Putih dan PBB. Hal ini membuat Otohilo hampir
muntah. Ada apa ini? Bulu badang jadi tabadiri, anana negri jadi gargatang tanpa akal
sehat.
Untuk berpose sambil pegang pagar halaman PBB disertai senyum pamer gigi
kuning, siapapun bisa. Cuma pegang pagar, koq! Bahwa begitu banyak teknik foto
sehingga beta bisa kirim foto ke Haria buat orang basudara bangga di kampong
bahwa beta bisa foto deng George Bush atau Madona. Gobloknya beta, sudah tahu
khabar isapan jempol tapi masih sempat pula nongkrong di depan TV channel CNN
untuk membuktikan isu yang bikin mati akal. Datang pula informasi sang Kapitan
seng jadi pidato itu hari pada tanggal sukung bulan gomu tersebut dan diganti pidato
di CNN pada tanggal parlente bulan panipu.
Kepentingannnya sebesar apa kong wakil Maluku mau pidato di White House dan
disiarkan oleh media sebesar CNN? Sangat mungkin kalau hal tersebut terjadi di Tali
Hulaleng Radio Broadcasting Service Section Molana Area Transimitted Through
Gelombang Taguling-Guling.
Kini, beredar pula isu sang Kapitan Ayamputi Manyabong menang di Pengadilan.
Pengadilan opo? Pengadilan dusun dati? Atau pengadilan tentang batas negri? Isu ini
biking anana negri pung bulu badang tabadiri kombali. Padahal isu ini parlente kalo
seng mau dibilang putar balik.
Akses informasi yang benar perlu diperluas agar tidak terjadi lagi baku pukul dan
baku tuding antar anak negri. Sebagai contoh, ketika anda lagi berselancar di internet
ketiklah kata FKM atau Juragan Parangin-Angin di search yahoo.com atau di
gogle.com maka akan keluar ribuan informasi yang berhubungan dengan kata yang
anda ketik. Maka informasi miring yang diterima di Ambon bisa di analisa,
dibandingkan dan disimpulkan.
***
Otohilo kumpul anana negri par dengar cerita tentang kisah nama tempat “Ita Upu”.
Kisah ini dimulai beberapa hari sebelum pecah perang Pattimura. Latupeirissa dan
Takaria teha Residen Van den Berg yang akan ke Haria-Porto bertalian urusan
kenapa orang seng panggayo Perahu Pos ke Ambon. Tempat dimana mereka
menghadang Residen Van den Berg sampai kini dikenal dan dinamai dengan nama
“Ita Upu” untuk mengenang ajakan heroik saudara Takaria terhadap Latupeirissa guna
membunuh sang Residen. Ita Upu, ayo tuang, lipa jua jang lama, demikian ajakan
Takaria.
E anana ee, demikian Otohilo, lihat orang tatua dolo-dolo langsung unjuk mama gigi
di muka Balanda, seng mau panggayo Perahu Pos. Itu baru bilang berani
mempertaruhkan resiko dimuka penjajah yang suka angkat banting orang parsis
sama deng Residen Van den Berg banting dia pung ingos di batu karang.
Bukan sama sekarang, anana negri yang lari ke Bulan (konon?) yang seng pung
kerja, seng pung warga negara lalu kewel tentang kehebatan su bakumpul deng orang
top. Sama, seng kurang sadiki lai deng anana negri yang suka lari deng kapal
Bengawan ke Jakarta tempo hari. Pulang-pulang ke Ambon kewel seng putus-putus
tapi lupa satu yaitu lapar. Anana yang lari ka Bulan bagaimana dong mau tolong
kamorang deng satu dua sen sedang kerja saja seng punya secara resmi. Bisa jua
dapa kerja glap 6 dollar per jam asal par isi poro. Orang penumpang glap alias
penduduk terang-gelap-terang yang setiap saat bisa dideportasi. Lalu supaya tinggal
lebe lama maka digunakanlah kesengsaraan saudara-saudara di negri sebagai alasan
kemanusiaan yang laku dijual. Dengan dalih soal HAM mereka mendompleng sebagai
pendekar kemanusiaan yang pakai jurus monkey mabok sageru.
Otohilo bilang; ose mau baku malawang soal dusun dati padahal ose pung nama
sondor ada dalam register. Jadi jang suka carita basar par biking anana di negri
menghayal lalu seng pigi bakabong.
***
Belajar dari sejarah perlu dilakukan untuk memperbaiki diri. Bangsa Jepang yang
menyerah tanpa syarat kepada sekutu dibawah pimpinan Amerika tahun 1945,
sampai oras ini Angkatan Bersenjatanya masih berada dibawah bayang-bayang
Amerika. Padahal kekuatan ekonomi Jepang dewasa ini sudah merepotkan Amerika.
Kita perlu belajar dari Jepang bagaimana dia bangkit dan berdiri sejajar dengan lawan
yang mengalahkannya dalam perang secara phisik. Belajar bagaimana bangsa
Jepang tidak menepuk dada pada saat dia mulai bangkit berdiri di hadapan Amerika
yang lagi mengawasi sambil bertolak pinggang. Belajar dari Jepang bagaimana dia
merestorasi harga diri untuk membangun kekuatan ekonomi dan teknologinya.
Amerika menaklukan Jepang dengan kekuatan militer. Mereka pakai senjata, bukan
bulu tui deng kartapel. Hal sama berlaku untuk Maluku pada tahun 1950-an.
Persoalannya, bagaimana kita merestorasi harga diri dengan meniru bangsa Jepang
dalam segala hal yang perlu diikuti. Bukan kembali ke masa lalu dengan segala
macam cerita heroik yang membuat kita malas berimprovisasi menghadapi realita.
Bagaimana kita belajar dan berjuang memanfaatkan bumi dan laut Maluku sebagai
kekuatan ekonomi sebagaimana dilakukan bangsa Jepang guna melupakan ego diri
untuk bergerak maju sejajar dengan bangsa Amerika.
Dengan tetap membenamkan diri pada cerita nostalgia kisah tahun 50-an maka kita
dengan sangat mudah akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk bersikap
dan bertindak diluar nalar. Mudah saja, kita dikipas untuk melawan dan memberontak
diluar kendali. Sementara kita kena batunya, di saat yang bersamaan orang lain
dengan tertawa mengambil keuntungan dari keteledoran kita. Nalarnya yang paling
mudah adalah dengan kemiskinan ekonomi, kemiskinan kontak internasional dan
kekurangan man power dalam hal kwantitas dan kwalitas membuat kowe kalah
sebelum bertempur. This is the reality, man! Ini kenyataan, nyong!
Jadi, marilah kita pertama-tama memperbaiki sumber daya manusia terlebih dahulu
kemudian katong manggurebe untuk maju. Mena!
(Penulis pemerhati sosial)
Tulisan kolom ini pernah dipublikasikan di harian Suara Maluku - Ambon
Copyright © 2005 RadioVoxPopuli.com. All right reserved.
|