SINAR HARAPAN, Rabu, 27 April 2005
Gubernur Papua: Provinsi Irian Jaya Barat Tak Sah
Jayapura, Sinar Harapan
Gubernur Papua JP Sollosa menegaskan keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat
(Irjabar) tidak sah karena tidak ada dasar hukumnya.
Hal ini terlihat setelah dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi pada 11 November
2004 dinyatakan keberadaan Undang Undang (UU) No 45 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Paniai,
Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong sudah tidak berlaku
lagi dan dikembalikan kepada UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua.
Selain itu, dalam Pasal 73 Peraturan Pemerintah (PP) No 54 Tahun 2004 tentang
tentang Majelis Rakyat Papua, dinyatakan bahwa pembentukan provinsi dapat
dilakukan setelah terbentuknya keanggotan MRP. "Tolong dicatat, ini saya yang
ngomong, Provinsi itu (Irian Jaya Barat-red) tidak resmi," kata Sollosa, di Kantor
Gubernur Dok II Jayapura, Papua, Rabu (27/4) pagi.
Ketika ditanya tentang pernyataan Ketua DPRD Irjabar Jimmy Iji bahwa Irjabar
menolak bergabung dengan Papua, Sollosa mengingatkan semua pihak agar jangan
membuat polemik dan kalau berbicara harus berdasarkan undang-undang dan
peraturan, apalagi Jimmy Iji adalah anggota legislatif. Hal ini penting agar tidak ada
yang keliru memberikan penafsiran.
Saat ini yang sedang diupayakan Gubernur Papua dan Gubernur Irjabar Abraham
Atururi adalah membantu supaya Provinsi Irjabar dapat berjalan dan saat ini Papua
sebagai provinsi induk akan membantu provinsi pemekaran.
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Sesmenko
Polhukam) Djoko Sumaryono dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen
Dalam Negeri (Dirjen Otda Depdagri) Progo Nurjaman di Jakarta, Selasa (26/4),
mengklarifikasi pernyataan Wakil Ketua DPRD Papua Paskalis Kosay soal
penggabungan Provinsi Papua dan Provinsi Irjabar.
"Yang tidak benar adalah pernyataan Paskalis. Dengan demikian (kedua provinsi)
akan digabung, itu tidak benar," kata Djoko Sumaryono di kantornya kepada
wartawan.
Djoko menceritakan, pemerintah sangat serius menangani masalah di berbagai
wilayah Indonesia, termasuk di Papua.
Ia mengatakan, salah satu perkembangan soal kehadiran Provinsi Irjabar adalah
adanya keputusan Mahkamah Konstitusi pada 11 November 2004 yang membatalkan
UU No. 45/1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya
Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota
Sorong.
"Kalau ditanyakan apa langkah-langkah yang diambil, kita sepakat menyelesaikan
masalah yang terjadi dengan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua. Nah, UU 21 itu menghasilkan produk Majelis Rakyat Papua (MRP),"
kata Djoko.
Pemerintah, katanya, telah menghasilkan produk MRP sebagaimana diatur dalam PP
No. 45/2004 tentang Majelis Rakyat Papua yang telah dituntaskan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada 23 Desember 2004 dan merupakan "hadiah natal" bagi
masyarakat Papua.
"Dari PP MRP itu, kita mencoba melakukan upaya-upaya melalui pertemuan dengan
Gubernur Papua Jaap Sollosa dan Pelaksana Tugas Gubernur Irjabar Abraham
Atururi," katanya.
Djoko menceritakan, pertemuannya dengan Gubernur Papua, Pelaksana Tugas
Gubernur Irjabar, dan Dirjen Otda telah berlangsung dua kali, pertama di Jakarta dan
kedua berlangsung di Timika hari Minggu (24/4).
Djoko mengutip Pasal 73 PP tentang MRP yang menyebutkan, MRP bersama
pemerintah provinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua sebagai provinsi
induk bertugas dan bertanggung jawab membantu pemerintah menyelesaikan
masalah pemekaran wilayah yang dilakukan sebelum dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah ini dengan memperhatikan realitas dan sesuai peraturan
perundang-undangan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah pelantikan anggota
MRP.
Hingga kini MRP belum terbentuk tetapi dari pemberitaan-pemberitaan sebelumnya,
Sollosa optimistis pembentukan keanggotaan MRP akan selesai pada Desember
2005. Sementara itu Progo Nurjaman mengharapkan dengan klarifikasi yang
disampaikan bersama Djoko, tidak ada lagi polemik. (ded/ant)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|