Pengantar :
Ibnu Qudamah pengarang kitab fikih
Al-Mughni telah meringkas kitab Minhajul Qoshidin karya Abul Faraj bin Jauzi
(Ibnu Jauzi). Kitab ini penuh berisi nasehat yang disajikan berdasarkan kepada
dalil-dalil syar'i dengan memperhatikan keshahihan hadits, seperti diterangkan
dalam muqodimahnya. Boleh jadi mushanif (pengarang) tidak mencantumkan, Allah
berfirman... atau Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda..., akan tetapi
tamsil dan untaian kalimatnya yang penuh hikmah merupakan pengejawantahan dari
qur'an dan sunnah itu sendiri. Jadi kalau kita cari bisa kita dapatkan sederet
dalil yang mendukung hujjah (argumentasi)nya. Di sisi lain kitab ini sampai
pada kita lewat tangan dua ulama salaf ahlus sunnah yang diakui keilmuannya,
hingga cukuplah kiranya untuk memberi kita kemantapan dalam menerima
nasehatnya. Saya sampaikan ini karena saya dengar ada di antara kita yang
ragu-ragu dalam mengambil hikmah dari kitab ini. Berikut ini adalah sekelumit
nasehat yang saya ambil dari kitab tersebut. Boleh jadi ia menjadi obat mujarab
bagi yang membutuhkan kendati saya sendiri tak kuasa menelannya. Agar tidak
terlalu panjang saya potong jadi dua. (ALS)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setiap anggota badan manusia
diperuntukkan untuk tugas yang khusus. Adapun tanda sakitnya ialah
ketidakmampuannya melaksanakan tugas itu, atau tugas itu bisa dilaksanakan
dalam keadaan kacau. Tangan yang sakit terlihat dari ketidakmampuannya
memegang. Mata yang sakit terlihat dari ketidakmampuannya melihat. Hati yang
sakit terlihat dari ketidakmampuannya melaksanakan tugas khusus yang karenanya
ia diciptakan, yaitu ilmu, hikmah, ma'rifat, mencintai Allah dan beribadah
kepada-Nya serta mementingkan semua ini daripada setiap bisikan nafsu.
Orang yang mengetahui segala sesuatu,
tetapi tidak mengetahui Allah, seakan-akan dia tidak mengetahui sesuatu pun.
Tanda ma'rifat adalah cinta. Siapa yang
mengetahui Allah tentu mencintai-Nya. Adapun tanda cinta adalah tidak
mementingkan sesuatu dari sekian banyak hal-hal yang dicintainya daripada
Allah. Siapa yang lebih mementingkan sesuatu yang dicintainya daripada cintanya
kepada Allah, berarti hatinya sakit, sebagaimana perut yang yang lebih suka
memakan tanah daripada roti, maka perutnya tidak beres alias sakit.
Penyakit hati ini tersembunyi. Boleh
jadi pemiliknya tidak tahu, karena itu dia mengabaikannya. Kalau pun tahu,
mungkin dia tidak sabar menanggung pahitnya obat, karena obatnya adalah
menentang nafsu. Kalaupun dia sabar, belum tentu dia mendapatkan dokter yang
bisa mengobatinya. Dokter di sini adalah para ulama. Sementara penyakit pun
sudah menjangkiti mereka. Dokter yang sakit jarang yang mau mengobati orang
lain yang sakit, sehingga penyakit menjadi menyebar kemana-mana dan ilmu pun
hilang, obat hati dan penyakit hati sama-sama dibiarkan, manusia hanya sekedar
melakukan ibadah-ibadah zhahir, sedangkan di dalam batinnya hanya sekedar
tradisi. Inilah yang disebut tanda sumber penyakit.
Untuk mengetahui keadaan agar segar
kembali setelah berusaha melakukan pengobatan ialah dengan melihat jenis
penyakitnya. Pengobatan penyakit kikir ialah dengan mengeluarkan harta, tapi
tidak perlu berlebih-lebihan dan boros. Penyakit lain dengan pengobatannya
sendiri-sendiri, seperti panas dengan dingin agar tidak semakin panas dan tidak
menjadi terlalu dingin, agar tidak menjadi penyakit baru. Yang dituntut adalah
jalan tengah.
Jika engkau ingin melihat jalan tengah
ini, lihatlah kepada dirimu sendiri. Jika menumpuk harta dan mempertahankannya
lebih engkau sukai dan lebih mudah daripada mengeluarkannya sekalipun kepada
orang yang berhak, maka ketahuilah bahwa yang ada pada dirimu adalah sifat
kikir. Maka obatilah jiwamu dengan mengeluarkan harta itu. Jika mengeluarkan
harta itu kepada orang, yang lebih engkau sukai, maka tahanlah sedikit harta
itu, karena yang ada pada dirimu adalah pemborosan. Janganlah engkau lebih
condong untuk mengeluarkan harta atau menahannya. Buatlah harta itu mengalir
seperti air di sisimu. Engkau tidak menuntut air itu untuk berhenti bukan untuk
suatu keperluan, atau mengalirkannya secara deras untuk orang yang
memerlukannya. Setiap hari yang bisa seperti itu akan mendatangi Allah dalam
keadaan selamat.
Seseorang harus terbebas dari segala
akhlak (jelek), agar dia tidak mempunyai hubungan dengan sesuatu pun dari
keduniaan, agar jiwa dapat meninggalkan dunia dalam keadaan memutuskan hubungan
dengannya, tidak menoleh kepadanya dan tidak mengharapkannya. Pada saat itu dia
akan kembali kepada Rabb-nya sebagaimana kembalinya jiwa yang muthma'inah.
Karena jalan tengah yang hakiki antara
dua sisi itu cukup sulit dideteksi, bahkan lebih lembut daripada sehelai rambut
dan lebih tajam daripada pedang, maka tidak aneh siapa yang bisa melewati jalan
yang lurus ini di dunia, tentu akan bisa melewati jalan ini pula di akherat.
Karena sulitnya istiqomah, maka hamba diperintahkan membaca,
"Ihdinash-shirathal-mustaqim" beberapa kali setiap hari. Siapa yang
tidak sanggup istiqamah, hendaklah dia berusaha mendekati istiqamah, karena
keselamatan itu hanya dengan amal shalih. Sementara itu, amal yang shalih tidak
keluar kecuali dari akhlak yang baik. Maka hendaklah setiap hamba mencari sifat
dan akhlaknya sendiri, hendaklah mengobati satu persatu dan hendaklah bersabar
dalam masalah ini (karena dia akan mendapatkan keadaan yang enak seperti halnya
anak kecil yang tadinya enggan disapih, tapi lama-kelamaan dia merasa enaknya di
sapih. Bahkan andaikan dia ditawari untuk menyusu lagi, tentu dia akan
menolaknya). Siapa yang menyadari umur yang pendek jika dibanding dengan
kehidupan akherat yang panjang, maka dia akan berani menanggung beratnya
perjalanan selama beberapa hari, untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi.